🌧36. Lukanya, luka semua🌧

1.7K 189 14
                                    

Assalamu'alaikum, Hai aku kembali!

Gimana, udah melakukan hal baik di tiga hari terakhir ini?

Hari ini enggak lagi sedih, kan? Jangan, ya. Simpan air matanya, orang hebat enggak boleh terlalu sering nangis. Oke? Semangat buat hari ini dan seterusnya!

Siap baca babnya?

Siap dibikin nyesek lagi?

Silahkan ramein kolom komentar kalau ada sesuatu yang mengganggu perasaan kalian. Dan terakhir saatnya mengucapkan, HAPPY READING buat orang-orang baik ini❤

❁🌧❁

Batinnya hancur, mentalnya rusak parah, tubuhnya remuk. Namun mereka tetap memampukan diri untuk tertawa sambil menari bahagia di bawah derai milik Tuhan-Nya.

Mahendra menghela napas untuk yang kesekian kali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mahendra menghela napas untuk yang kesekian kali. Sejak setengah jam lalu, yang pemuda itu lakukan hanya berdiri diam di depan rumah kontrakan Seano. Entah kenapa, tiba-tiba saja perasaan takut itu tumbuh di hatinya. Membuat Mahendra turut cemas karenanya.

"Kenapa, Hen?"

Laki-laki itu menoleh, menatap ke arah sang ayah. Mahendra masih bungkam, netranya menatap dalam ke arah pria setengah baya itu.

"Aku takut kita ketahuan, Pa. Kalau ternyata ada mata-mata perempuan itu di sini dan mereka tau-"

Ucapan Mahendra terhenti. Ayahnya itu berdesis, mengintrupsi sang anak agar menutup mulutnya. "Papa tau maksud kamu. Enggak apa-apa, Hen. Kamu enggak perlu takut. Kita sedang mencari keadilan di sini. Ayo, kita temuin teman kamu itu."

Mahendra akhirnya mengangguk patuh. Hembusan napasnya mengudara, dia merasa begitu lemah sebab masih menyisakan rasa takut itu di dalam dirinya.

Tiba di depan pintu rumah kontrakan Seano, laki-laki itu mengangkat tangan. Niat hati ingin mengetuk pintunya, namun pintu kayu itu justru sudah terbuka lebih dahulu.

Seonggok manusia keluar dari dalam sana dengan satu tangan yang memegang kantung keresek berisi sampah. Seano mengerutkan kening, dagunya bergerak. "Kenapa lo? Sok-sokan mau ngetuk, biasanya juga main nylonong kaya yang punya rumah."

Mahendra hanya diam, tak berniat membalas atau sekedar menyapa seperti biasanya. Seano pun nampak masa bodoh, tak peduli pada sikap kakak kelasnya dan memilih untuk membuang sampahnya ke tempat sampah. Namun belum resmi 3 langkah ia berjalan, suara Mahendra berhasil menghentikan pergerakannya.

"Ada yang mau ketemu sama Amara, No."

Seano menoleh. Netra tajamnya tak sengaja menyorot ke arah seorang pria paruh baya yang berdiri di dekat jendela. Netranya nyaris membola, kantung sampah itu Seano jatuhkan begitu saja. Tak peduli pada isinya yang akan berserakan, laki-laki itu lebih memilih menghampiri pria yang berdiri di samping jendela itu.

2. Hujan dan Rintiknya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang