35

952 113 28
                                        

Ujung dari jemari jemari panjang itu merambat, menulusuri tubuh kaku yang berada didekapannya. Tubuhnya yang tersimpuh diatas lantai bergerak kedepan dan kebelakang. Pekikan pilu yang hampir satu jam lamanya membuat semua penghuni di asrama pelayan berkumpul dibagian luar ruangan.

Peat tak mau melepaskan James yang sudah Fort turunkan satu jam yang lalu. Tangan kecilnya membawa kepala sang sahabat untuk bersandar diatas bahunya. Seluruh lengannya melilit tubuh yang sudah tak bergerak itu kuat. Getaran tubuhnya karena menangis membuat mayat James ikut bergetar bersama.

Hilang sudah sahabatnya.

Hilang sudah satu satunya alasan dirinya bertahan dilingkungan istana.

Orang yang selama ini selalu menjadi tempat berkeluh kesahnya kini pergi untuk selamanya. James yang selalu mengerti dirinya dan berada disisinya kini pergi jauh kehadapan sang Pencipta.

Raungan kesedihan terus menggema dari kamar sederhana itu. Setiap mata yang semula memandang terkejut karena kehadiran seorang tahanan kini berganti dengan tatapan iba. Punggung ringkih itu terlihat sangat menyedihkan, membuat siapa saja ingin berlari mendekat dan merengkuh punggung malang itu.

Namun tak ada seorang pun yang berani mendekat. Pria dengan tubuh besar yang berada disampingnya membuat ruangan itu terpagar secara naluriah. Hingga para pelayan hanya mampu menyaksikan hal menyesakkan tersebut dari ambang pintu kamar.

Tak berselang lama tubuh Peat perlahan menjadi tenang. Sisa isakan dari tangisannya pun hanya terdengar sesekali. Mata sembab itu menatap lurus kearah tembok kamar mandi yang pintunya masih terbuka. Rengkuhannya pada tubuh James tak berkurang eratnya sedikitpun. Layaknya menimang bayi, Peat mengayunkan tubuh mereka ke kanan dan kekiri.

"Kau pasti lelah, bukan begitu James?" Peat mengeluarkan suaranya seolah tengah berbicara dengan James, bibirnya menyunggingkan senyum getir dengan pelupuk mata yang kembali menggenang.

"Kau pasti sangat kesakitan. Maafkan aku karena tak ada disisimu saat pertama kali kau terbaring sakit"

Dengan pelan Fort berjalan kearah pintu kamar James dan menatap para pelayan sedih, kepalanya sedikit membungkuk sebelum menutup pintu kamar itu rapat rapat.

"Kau ingat pertama kali kita bertemu? Aku membohongimu dengan alasan orang tuaku terserang kanker dan sedang dirawat dirumah sakit, kkk... Maaf, aku terpaksa berbohong karena aku sangat tak ingin tinggal disini." Lelehan air mata kembali mengalir dipipi putih itu, pandangan Peat mengabur karena terhalau tumpukan cairan bening dipelupuk matanya.

"Meskipun begitu kau tetap mengurusiku dengan sabar. Menuruti segala kemauanku dan mendengarkan keluh kesahku. Terimakasih James" Peat kembali merasakan tubuhnya bergetar, hingga ia mendekap lebih erat tubuh dingin dipelukannya. Dadanya terasa kembali ditekan hingga sesak saat memikirkan kenangannya bersama James.

"Saat dimalam aku menanyakan bagaimana kehidupanmu selama ini, aku merasakan sakit dari pancaran matamu. Meskipun saat itu kau tak menyebutkannya secara gamblang, tapi hal itu memberikanku alasan yang cukup kenapa aku harus menjadi seorang Omega Agung, James" Peat menjeda perkataannya, tenggorokannya terasa sangat panas karena ia tengah berusaha untuk tak terisak.

"Aku berjanji pada diriku sendiri untuk bertahan hingga akhir, hingga titik darah penghabisan. Aku juga berjanji untuk melindungimu dengan membawa perubahan baru bagi kaum omega. Tapi bagaimana ini James? Kurasa aku tak punya alasan lagi untuk bertahan disini-"

"Peat.." Monolog yang Peat ucapkan terputus saat suara berat mengeinterupsinya.

Dapat Peat rasakan sepasang tangan mengguncang lengannya, seolah meminta Peat untuk menatap pria besar yang kini sudah berlutut dihadapannya.

Rare Species - FORTPEAT (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang