Deburan ombak menyahuti cicitan burung yang tak sengaja melintasi tepian pantai pagi itu. Seorang pria dan wanita tampak duduk diatas pasir dengan lutut yang menekuk hingga telapak kaki mereka tenggelam dipasir basah tersebut. Sudah 40 menit mereka duduk disana dan hanya sibuk memainkan jemari kaki mereka yang terendam pasir.
"Kupikir kau tak akan menemuiku lagi" Mulai tak merasa nyaman dengan rasa hening yang ada, akhirnya Peat mengeluarkan pernyataannya terlebih dahulu.
Mata rusa itu masih setia menengadah dengan jemari kaki yang bergerak memainkan pasir. Tangannya yang menumpu dibelakang tubuhnya terasa mulai lelah karena terlalu lama mempertahankan posisi tersebut. Apalagi dengan perut besarnya ia tak bisa melipat tubuhnya dengan baik, hingga akhirnya Peat merubah posisi kakinya menjadi sedikit lurus dengan lutut yang bengkok kearah luar.
"Kenapa kau berpikir seperti itu?" Wanita dengan rambut yang tertiup angin itu pun mulai melirik pasir yang cukup kering disampingnya. Tangannya mulai bergerak membentuk gundukan gundukan kecil dalam ukuran beragam.
"Kau tahu maksudku. Kau bahkan tau saat ini aku tengah mengadu pada Nick jika aku tak menyukai kehadiranmu" Peat menoleh, menatap wajah cantik perempuan disampingnya yang terlihat tak terganggu sama sekali dengan ucapannya.
"Aku kesini karena ingin melihatmu Peat. Aku ingin mengunjungi bayimu dan memberikan berkat pada mereka."
Peat mendengus kecil, sedikit tergelitik dengan ucapan Luna barusan. Seorang Moon Goddes ingin melihatnya? Tak mungkin. Tapi ia harus berterimakasih dengan niat berkat yang diberikan Luna. Siapa yang tak mau anaknya diberkati oleh dewi?
"Aku benar benar ingin melihatmu Peat. Aku- merasa bersalah"
Wajah Peat yang masih menunjukkan ekspresi geli tiba tiba menjadi datar.
Merasa bersalah? Tapi- kenapa?
"Sebelumnya aku ingin menemuimu lebih cepat. Bahkan ketika melihat dirimu tersiksa selama dibalik sel pun aku ingin mengunjungimu. Tapi tentu saja tak semudah itu." Luna memutar kepalanya kearah Peat, menatap omega cantik yang kini menatapnya lekat tanpa berkedip.
"Apa aku boleh bertanya sesuatu?" Awalnya Peat sedikit ragu untuk bertanya, namun hatinya tak lagi bisa membendung rasa penasaran dibenaknya. Menanyakan sesuatu ketetapan pada dewi bukankah terasa lancang? Sekiranya itu yang Peat rasakan.
"Kenapa aku terlahir sebagai seorang omega? Dan kenapa harus aku?" Melihat Luna menganggukkan kepalanya, Peat melanjutkan perkataannya dengan harapan mendapat jawaban yang ia harapkan.
"Aku tak tahu"
"Hah? "
"Aku bukan Tuhan, Peat. Aku hanyalah seorang dewi. Tugasku hanya mengatur kehidupan para wolf"
Omega itu terdiam. Sedikit tertampar dengan jawaban sang dewi. Benar, harusnya ia tak menanyakan hal semacam ini pada seorang dewi.
"Ketika Tuhan memberiku perintah agar memberikanmu gender kedua, maka kulakukan. Dan itupun kulakukan bukan atas kehendakku. Kupertemukan jiwamu dengan seluruh ruh serigala yang ada ditanganku. Dan kubiarkan kalian memilih jalan masing masing" Luna mengalihkan pandangannya dari Peat, ia mulai menatap perut besar Peat dan tersenyum lembut. Perut Peat benar benar besar, padahal janinnya baru berusia 22 minggu.
"Lalu bagaimana dengan darahku?" Mata rusa itu mengiringi pergerakan perempuan disampingnya yang tengah mengelus perutnya. Entah kenapa tapi perutnya terasa sangat nyaman saat ini.
"Berkah. Kau harus berterimakasih pada Tuhan"
Lagi lagi Peat terdiam. Jauh dilubuk hatinya ia tak ingin berterimakasih, ia tak menyukai kelebihan yang ia miliki. Karena darah itu ia harus melewati semua rasa sakit baik secara fisik maupun batin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rare Species - FORTPEAT (END)
FantasyWaktu terus berjalan dan zaman terus bertukar. Evolusi yang tak terelakan membuat sebagian kalangan dengan status istimewa mulai menipis, digantikan dengan jenis manusia yang hanya terdiri dari dua pilihan yakni laki laki dan wanita. Menyisakan seba...