18. Anak Haram

18 3 0
                                    


"Si Kavin ke mana, sih? Ini kita udah lama banget nungguin tuh bocah!"

Segerombolan anak sekolah yang siap untuk melanjutkan pendidikan baru mereka berdiri di dekat gerbang, menunggu kedatangan temannya yang paling populer di kalangan para gadis. Entahlah jika sekarang, masih mempertahankan "boyfriend material" atau posisinya akan tergeserkan.

"Eh, itu boss kita dateng!" salah satu dari mereka berseru lantang, sebut saja Juan.

Kavindra terlihat ogah-ogahan menghampiri mereka. SMAN Adiwangsa, sekolah yang paling diminati setiap tahunnya. Tetapi, beda hal dengannya yang malas jika harus menginjak tanah yang sudah sering di tapaki oleh Kakak-kakaknya, rasanya muak kalau membayangkan mereka semua satu kelulusan. Dari sekolah dasar sampai sekarang Mama selalu memasukkan mereka ke sekolah yang sama.

"Lu ke mana aja tuan muda?" tanya seorang anak lelaki berambut kecokelatan dengan gaya ala oppa Korea sambil bersungut-sungut.

Sean terlihat tidak bersahabat sejak masuk gerbang, apalagi menunggu kehadiran ketua geng membuatnya frustasi. Sedangkan sang tuan muda menatapnya tanpa ekspresi, Sean juga tak mau kalah dia unjuk diri dengan melotot balik ke arahnya, Kavin mendelik kemudian pergi dari sana.

"Gue nggak ngerti deh, dia kenapa bisa masuk sekolah di sini? Mana katanya waktu itu ada urusan pake baju minjem lagi punya kakel. Urusan penting apa coba--eh, tunggu! Pacarnya orang sini, kan ya? Jangan-jangan waktu itu dia ke sini buat...." perkataan Sean menggantung.

"Bacod banget deh lo, dia cuman mau ke Kakaknya" sahut Jay yang sedari tadi diam menyimak. Kesal juga lama-lama meladeni Sean yang lain di muka lain cara bicara. Wajahnya manis, omongannya julid abisss!

Sementara Juan sebagai kembaran Sean yang biasanya paling anti diam tiba-tiba merasa gelisah. Meskipun perseteruan dengan Kavin sering terjadi, bahkan hampir setiap hari. Kali ini sepertinya ada sesuatu yang tidak beres. Anak itu tak akan tinggal diam, kalau disudutkan pasti akan membalasnya dengan perkataan skakmat.

"Cok, kayaknya dia lagi ada masalah, coba aja kalian liat tuh mukanya udah kayak gorengan tutung" (gosong) katanya menyuarakan pendapat.

Baik Juan maupun Jay menoleh, lalu saling pandang satu sama lain seolah pikiran keduanya terhubung. Kemudian, mereka menghembuskan napas panjang dan melanjutkan langkah menyusul ketuanya.

Sorot mata Kavin terus menatap lurus ke depan sembari terus menatap sesuatu yang menarik perhatian, ia berhenti di tengah jalan hanya untuk memandangi seorang gadis berseragam sekolah menengah pertama dan sialnya satu almamater. Padahal, dia berharap tidak ada satu orang pun yang satu alumni. Gadis itu terlihat asyik mengobrol bersama wanita paruh baya menggunakan bahasa tangan. Kavin terdiam cukup lama, terpana akan tawa lepas yang seolah tak pernah lelah. Dia benci melihatnya.

"Woy! Dipanggil dari tadi malah bengong lu!! Maafin gue, soalnya tadi kebawa emosi" eksistensinya teralihkan sebentar, lantas mendelik kesal karena gadis itu sudah menghilang. Bukankah harusnya dia lega? Tapi, kenapa hatinya malah menentang bahwa dia masih ingin melihatnya lebih lama.

"Sial!" umpatan tersebut meluncur samar.

Ia melangkahkan kaki menuju lapangan untuk berkumpul, teman-temannya yang ditinggal melongo tak percaya. Apa Kavin baru saja mengumpati mereka? Kesalahan pahaman pun tak terhindarkan.

ʚᰔᰔᰔɞ

Sepulang dari acara hari ini yang dimulai upacara penyambutan siswa baru, persiapan tetek bengek yang harus dibawa besok, dan hal-hal lain yang bersangkutan dengan masa pengenalan lingkungan sekolah atau 'MPLS' dari hari pertama sampai akhir; Kavin berserta kawan-kawannya tidak langsung pulang ke rumah. Mereka mampir sebentar di sebuah coffee shop langganan, terlihat mewah pun harganya bervariasi. Namun, yang dipesan Kavin tak pernah muluk-muluk, dia hanya memesan es americano dan kentang goreng. Selalu begitu.

Lirih [Park Jisung] || NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang