30. Waktunya

16 1 0
                                    


"Antara hati dan pilihan"
-Lirih

Tidak peduli jika dia harus tenggelam dalam cinta, apalagi terperangkap di sana selamanya. Karena baginya, Elvan sudah seperti jiwa dan raga. Terserah apa kata dunia saat mereka mengetahui hal seperti ini dari anak ingusan semacam dirinya. Anya tak peduli.

"Yuhuuu! Papa di manakah dirimu?" katanya sambil bersenandung senang.

Sepulang teman-temannya tadi, Anya jadi tahu kalau ternyata anak perempuan yang dibonceng Elvan hanya seseorang yang diselamatkan, dan dia ingin mengajak Elvan dan Janu makan siang untuk balas budi. Meskipun begitu, Anya membiarkan ketiganya pergi ke toko buku dengan catatan dia juga harus ikut, haha.

"Kisah kasih di sekolah dengan si dia~~!"

Gadis cantik itu mulai bernyanyi, menyuarakan isi hatinya yang senang bukan kepalang saat mendengar pernyataan romantis dari Elvan. Seperti biasa, laki-laki yang berhasil membuatnya lupa akan kenangan masa lalunya bersama orang yang dia sayang. Dulu, sebelum Elvan datang.

"Tiada masa paling indah masa-masa di sekolah, tiada masa paling indah masa-masa di sekolah~~ yuhuu Papaku tercinta Anya datang!" teriaknya kegirangan.

Para asisten yang tak sengaja berpapasan atau mendengar suaranya hanya tersenyum maklum. Masa di sekolah memang sangat seru dan menantang. Maka mungkin cinta anak majikannya itu juga akan sama, begitu yang mereka pikirkan.

"Apa sayang, Papa di ruang kerja!" sahutan dari ruangan yang luas di bawah anak tangga, berdampingan dengan ruangan musik miliknya.

Brakk!

"Astagfirullahalazim! Pelan-pelan dong sayang, Papa kaget nih!!" seruan yang terdengar natural. Kagetnya itu loh, sangat tampak dan tidak sedang dibuat-buat.

Sementara itu, sang putri tampak senyam-senyum seperti melihat sesuatu yang menyenangkan-rona wajah Elvan saat mengatakan kalau dia mencintainya memang mempesona, ditambah suasana yang mendukung untuk adegan romantis-itu masuk dan langsung menciumi tangan Papanya.

"Ehehe, aku lagi seneng banget soalnya Pa. Maafin ya, ngomong-ngomong kenapa Papa nggak nyamperin Anya dulu ke kamar atau Papa udah pulang? Biasanya juga begitu" omelan tuan putri sekarang seperti menuduh padanya.

Jamal meringis, lantas melepaskan headphone yang dia pasang asal-asalan itu, berdiri untuk menatap putrinya tercinta. Seperti biasa, Jamal membelai kepala putrinya dengan penuh cinta dan sayang. Dia tersenyum sambil menutupi hal yang tak seharusnya ia tutupi. Pria itu tahu kalau hati anaknya belum siap untuk menerima, ia sendiri tak jua bersiap diri, lantas bagaimana jika saat ini adalah hari yang tepat untuk mengungkapkannya?

"Udah makan sayang?"

"Belum, Papa juga kan belum makan nanti pundung lagi kalau aku makan sendiri" sahutnya.

Anya menebak bahwa yang membuat sang Papa berdiam diri di ruang kerjanya adalah segudang tulisan yang belum selesai untuk dijadikan musik baru. Katakanlah, dia merupakan produser terkenal yang bukan hanya visualnya saja, tapi Papa pun bakatnya bukan sembarang bakat. Lagu-lagunya selalu berhasil naik daun, membuat anak muda, bahkan sampai orang tua terharu. Papa yang paling membanggakan.

"Papa udah kenyang" jawabnya tersenyum.

"Tuh kan Papa aneh akhir-akhir ini, apa, sih yang lagi Papa sembunyiin dari aku? Padahal tadinya aku mau cerita tentang tadi pagi ke Papa. Eh, ternyata Papa main rahasia-rahasiaan sama aku ya" tuduhannya tepat sasaran.

Memang selama ini, Jamal lumayan sibuk setelah memikirkan hubungannya dengan Soya yang berniat untuk memasuki jenjang serius. Karena hal seperti itu, Jamal jadi mengesampingkan anaknya. Padahal, sebelumnya dia masih bisa menjadikan Anya sebagai prioritas yang layak dicintai dan diberikan. Helaan napas panjang terdengar membentur lantai ruang studio yang penuh dengan alat-alat rekaman. Jamal rasa dia butuh istirahat.

Lirih [Park Jisung] || NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang