26. Titik terang (?)

16 2 0
                                    

✒-----------
Bulan baru, kawan baru.

"Anya mau ketemu sama lo" keheningan malam membuat suara Rafael terdengar begitu jelas dan tajam di telinga, bahkan Elvan sendiri tak tahu apa yang membuatnya merasa girang.

"Bilangin sama tuh bocah, gue nggak akan sudi kasih Elvan ke dia!" alih-alih Elvan, justru yang heboh dan terlihat berapi-api adalah Hendra.

"Katakan sama gue, kalau lo nggak bakal setuju sama hal itu" ucapan Hendra terdengar seperti ancaman, tapi selebihnya dia tahu bahwa anak itu hanya menyimpan kekhawatiran berlebihan.

"Bukan saatnya.... "

"Ya?" tanya Hendra dan Rafael secara bersamaan. Karena sang pujangga sedang tertunduk saat ini, sulit mengenali bagaimana perasaannya.

"Saat ini bukan waktu yang tepat untukku bertemu Anya, tapi jika dia sudah tenang, InsyaAllah, aku akan menemuinya. "

"Oh, jadi kamu mau aku nunggu lama?" mereka semua kaget bukan main, ketika bias suara tersebut terdengar dari radius dua meter di posisi mereka berdiri.

"Astagfirullah, untung gue nggak mengumpat lagi!" kesal Hendra sambil mengusap dadanya.

Anya datang dengan pembawaan tegas, Papa Jamal yang berdiri tak jauh di belakang sang putri hanya bisa menggelengkan kepala. Keduanya sangat serasi seperti Ayah dan anak dalam sebuah film, ditambah hoodie yang menutupi tubuh Anya tentu saja membuat dia terlihat lebih mungil. Papa Jamal tidak bisa mencekal putrinya yang ngotot ingin keluar malam, pergi menemui serta menyelesaikan segala bentuk permasalahan.

"Aku mau ngomong berdua sama kamu" begitu Anya menyeret lengan Elvan untuk menjauh, ada Hendra yang sedang meraung-raung sambil ditahan oleh Rafael.

"Halo Om, selamat malam" sapa Rafael saat Papanya Anya mendekat.

"Ya, selamat malam, tapi bisa-bisanya kalian keluar malam saat hujan begini nggak pakai jaket, apa nggak dingin?" katanya basa-basi.

Rafael tersenyum kikuk, sementara Hendra masih sibuk dengan pikirannya yang sejak tadi tidak tenang memikirkan ke mana dua manusia tadi pergi.

"Soal anak itu, maksud saya Elvan. Saya ingin menanyakan beberapa hal pada kalian, jika berkenan silakan dijawab dengan jujur" malam bulan sabit dengan gerimis yang tertinggal hari itu, jadi sebuah rahasia dan terbongkarnya kebohongan.

ʚෆෆෆɞ

Elvan berdiri saling berhadapan dengan Mika, seorang gadis yang keberadaannya selalu tersingkirkan oleh yang lebih cantik atau si paling pintar. Namun, Elvan tidak pernah melupakan kehadiran perempuan itu meskipun mereka tak pernah berjumpa secara gamblang. Sebab ia tahu bagaimana rasanya dilupakan, dicampakkan dan dibuang. Tapi, kini ia harus meladeninya karena gadis itu seperti ingin menyampaikan sesuatu. Mereka sama-sama diam karena bingung harus memulai dari mana.

"Apa yang mengganggu kamu sampai harus memanggilku ke sini?"

Pada akhirnya, dialah yang memulai percakapan. Elvan cukup risi dengan tatapan orang-orang yang melihat mereka seperti pasangan yang tengah perang dingin. Tentunya, ia menuliskan kalimat tersebut melalui media ponsel. Mika tidak paham bahasa isyarat.

"Ekhem, sebenarnya aku ke sini mau ngasih tau kamu" katanya.

"Kamu ngerti, kan aku ngomong apa?" Mika terkejut dengan jawaban dari anak laki-laki yang kehilangan arah itu.

"Aku bisu, bukan tuli"

Seketika gadis di depannya terdiam, sebelum akhirnya kembali bersuara. Dia sakit hati bukan karena ucapan pedas Elvan yang terdengar menyindir, melainkan bagaimana dia mendengar hal tersebut dari yang bersangkutan; padahal saat masih sekolah ia sering menjumpai kalimat tersebut ketika para murid bergosip. Kendati demikian, mendengar secara langsung dari orangnya bukanlah sesuatu yang melegakan. Justru mengganjal di hati Mika. Rasanya sesak.

Lirih [Park Jisung] || NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang