Aku apa adanya, seperti apa yang kau lihat sayangku.
-lirihJika bukan dirinya, memang siapa lagi yang bisa meyakinkan hati sang pujaan hati? Tentang seberapa besar perjuangannya dan sebesar apa ia mencintai dirinya sendiri. Hilir mudik silih berganti, mobil, motor, angkutan kota, dan beberapa kendaraan roda dua melewati mereka tanpa permisi. Menggerus ketenangan jalan raya dan menimbulkan kebisingan yang khas. Namun, di sekitar ia dan Anya hanya terdengar deru napas yang saling bersahut-sahutan.
"Kamu tuh keras kepalanya na'udzubillah ya, aku udah bilang sama kamu jangan bohong ke aku! Sekarang jujur, kamu pasti capek 'kan sama semuanya?"
Pertanyaan itu memang cukup untuk membuatnya jujur. Namun, Elvan bukanlah manusia yang mudah tergoda untuk mengungkapkan isi hati, hanya karena dia adalah sang kekasih hatinya. Ia tidak seperti itu dan mungkin Anya perlu membujuknya lebih kuat. Sesaat, pikirannya memang begitu, tetapi tak berselang lama pernyataan yang serupa bujukan membuat imannya terkoyak. Seiring berjalannya waktu, apa-apa yang dilakukan dan dinyatakan oleh Anya terasa benar baginya.
"Ingat El, aku nggak akan tahan kamu di samping aku. Tapi, aku juga nggak suka kalau kamu sama cewek lain, aku tau Karina lagi deket sama kamu"
Baru saja ia ingin mengeluarkan pendapat, gadis itu lebih dulu menahannya dengan sebuah pernyataan yang lagi-lagi membuat Elvan tak kuasa menahan diri.
"Kamu tau, arti dari kalung yang kamu pake sama gelang yang kamu kasih? Kita bisa bertukar pikiran, perasaan, dan saling jujur satu sama lain. Dengan kata lain, aku sama kamu itu udah bukan lagi orang asing El. Kita sama-sama saling merasa, saling sayang, lantas apa lagi yang kamu tunggu buat jujur barang setitik aja ke aku?"
Entah kenapa Anya tiba-tiba saja jadi pujangga yang menyukai keindahan kata-kata. Menurutnya, jika ingin membuat anak seperti Elvan mengerti, bukan dengan cara kekerasan atau fisik; hal sederhana dan kalimat indah yang dapat membuatnya jujur. Menjadi diri sendiri itu mudah, tapi tidak semua orang bisa melakukannya.
"Jadi diri kamu sendiri, setidaknya saat bareng aku El, aku mohon...." ini baru pertama kalinya bagi Elvan. Mendengar seseorang memohon kepadanya seperti orang yang takut kehilangan.
Kepalanya yang menunduk, ia tegakkan kembali dan mengusap kepala gadisnya.
"Aku berusaha kuat," katanya, "Aku tau kamu kuat, tapi kamu boleh kok lemah di depan Tuhan dan para manusia yang sayang ke kamu" sahut Anya tak ingin kalah.
"Bukannya, justru karena kita sayang pada mereka. Kita jadi tidak ingin menyakiti atau bahkan sampai membuat mereka khawatir?"
Anya tertawa di sela-sela air matanya yang siap untuk jatuh bebas. Sedangkan lelaki di sampingnya hanya terdiam sembari memperhatikan siluet indah milik Anya terpancar jelas. Langit jingga hari ini tampak tak berarti apa-apa baginya, kupu-kupu yang terbang, atau suara knalpot yang sesekali terdengar melewati jalan. Anya justru lebih mengagumkan daripada itu semua.
"Coba liat aku" Anya menggenggam kedua tangan anak laki-laki itu dengan lembut. "Kamu hidup seburuk apa El sampai-sampai menganggap semua manusia itu sama...?" Elvan terdiam cukup lama, dan akhirnya Anya berhasil membuatnya tak bisa membalas.
"Coba kamu liat, kemarin aku sama Papa udah baikan lagi itu karena nasehat dari kamu, dan aku pikir nggak baik juga aku musuhin Papa sendiri cuman gara-gara dia jatuh cinta lagi 'kan? Coba deh sekali aja kamu pikirin diri kamu sendiri. "
Elvan terlihat menggelengkan kepala pelan, ia tidak memutuskan kontak mata dengan Anya. Namun, karena hal tersebutlah hati mereka terhubung satu sama lain. Seakan mengerti tanpa perlu berucap.
"Aku sudah pernah mencobanya Anya, tapi gagal... Aku sadar tidak bisa egois jika bukan hal yang penting"
"Justru itu, aku mau mulai sekarang kamu bisa sedikit lebih egois lagi meskipun itu bukan hal yang terlalu penting buat kamu. Menurut kamu perasaan dan tubuh kamu bukan hal penting El? Karena bagi aku itu sangat penting dan harus kamu jaga! Jadi, ayo coba jangan bikin orang lain gregetan!" seruan Anya diakhir benar-benar seperti orang yang sudah tak tahan lagi dengan tingkahnya.
"Kamu kuat, kita semua sebenarnya manusia yang kuat. Tapi, nggak harus sempurna El untuk dicintai sama orang lain, kamu nggak perlu memanjakan mereka hanya karena mereka keluarga kamu. Berperilaku sebisanya, seadanya, dan jangan berlebihan itu nggak baik! Coba deh tanggapin aja kayak mereka nanggepin diri kamu, nanti juga mereka sadar diri!! Aku kesel liat kamu yang over baik dan spek malaikat begini El!!!"
"Aku mau kamu jadi MANUSIA BIASA AJA! Bisa nggak? Tolong...!" tangisannya pecah saat lengkingan terakhir dalam jeritannya.
Kebisuan yang dibuat oleh Elvan, dan tatapannya yang dalam, serta sentuhan jemari panjang membuat suasana hati Anya semakin tak keruan. Tak seperti biasanya, kini rasanya semua itu seolah-olah sumber dari rasa sakit hati yang ia derita. Setelah sekian lama, akhirnya Anya memutuskan untuk memeluk Elvan, menangisi kehidupannya yang tak sempurna, perjalanannya yang tak mulus dan mudah; perjuangannya yang selalu disia-siakan bahkan oleh dirinya sendiri. Ia meminta maaf berulang kali pada Elvan karena terlambat menyadari perasaannya, terlambat berlari ke dalam pelukannya, terlambat menyentuh cintanya. Tapi, yang dia dapatkan malah cinta sederhana yang mungkin tak seberapa dengan cinta laki-laki itu padanya.
"Aku mau kamu lupain segala sesuatu yang bikin kamu hancur"
Tak lama, tubuh Elvan bergetar. Air matanya perlahan jatuh terkuras, melihat bagaimana Anya memperlakukan dirinya dengan begitu lembut dan diselingi omelan-omelan untuk mendukungnya. Dia terharu, perasaannya tak bisa digambarkan secara langsung. Emosinya tercampur sudah karena sang puan pandai mengguncang hati Elvan. Perlahan tapi pasti, isak tangis Elvan terdengar jelas di telinga Anya. Kehancuran di dalam sana kian melebur bersama kekecewaan yang ada. Semesta lucu karena telah mempermainkan takdir, tetapi apa yang sekarang mereka berdua hadapi tampaknya membawa kesan positif bagi kehidupan yang akan mereka jalani ke depannya.
"Nah, iya kayak gitu nangis aja. Jangan ditahan, isak tangis kamu bukan sebuah masalah"
Sore itu, kedua insan menyalurkan segala rasa dalam satu tujuan. Berdoa dan berusaha agar nanti mendapatkan ganti atau hadiah yang lebih besar serta menarik dari Tuhan.
"El, janji sama aku dalam keadaan apapun kamu, sesulit apapun kamu, jangan pernah lupain kesehatan kamu karena itu yang paling penting buat kamu"
Paling penting?
Seakan-akan pikiran mereka saling terhubung, Anya berkata sebagai penutup.
"Aku mau bukan cuma aku yang penting di hidupmu, tapi kesehatan kamu juga nggak kalah pentingnya dari aku. Aku nggak janji, tapi aku bisa berusaha untuk tetap setia sama kamu selagi kamu nggak menduakan cinta aku. Jadi, jauhin Karina denger nggak?!" dia mendorong tubuh Elvan yang masih menangis.
"Aduhh, kasian banget pokoknya jangan selingkuh ya! Meskipun kita nggak pacaran, tapi hati kita satu tujuan ngerti? Jawab dulu coba!" Elvan mengangguk sebagai respon.
"Nah, bagus. Maafin aku, ayo nangis lagi"
Sungguh luar biasa, setelah itu keduanya melanjutkan tangisan sampai tiga puluh menit kemudian. Beberapa orang yang lewat cukup dibuat heran dan geleng-geleng kepala.
Halo, apa kabar?? Semoga selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Segalanya. Lopyuu 𓆩😇𓆪 💙
KAMU SEDANG MEMBACA
Lirih [Park Jisung] || NCT Dream
Fiksi RemajaPlagiat dilarang keras!! ❌ [ON GOING AGAIN TONIGHT URI ZONYAA ^^] Dalam hidup kita belajar arti sebuah perjalanan, mengais sesuatu yang mungkin tak pernah kita dapat. Begitupun dengan seorang anak yang terlahir tidak utuh, ia tak sempurna. Berusaha...