22. Ayah, ada rindu untukmu.

22 2 0
                                    


Agustus, 2019.

Tanggal 15 Agustus 2019, panitia di sekitar komplek Anya sibuk dengan persiapan Agustusan, untuk memperingati hari kemerdekaan yang begitu dibanggakan. Anya pun ikut serta ke dalamnya, dia menjadi bagian yang menempelkan selembaran pengumuman di setiap gang. Hiruk-pikuk dunia malam di sekitar rumahnya menjadi cukup berisik, kegiatan yang sebenarnya tak begitu menyenangkan hari itu terasa indah bagi Anya. Karena teman-temannya juga ikut serta dalam menyelenggarakan Agustusan.

"Woy, jamet buruan sini malah bengong!" teriak Bisma yang entah dari mana tiba-tiba muncul antara anak-anak yang akan tampil memeriahkan acara.

"Iya, sabar apa!!" kesalnya sambil berjalan menghampiri mereka.

Saat sampai di sana, Anya diberi tugas untuk melayani Ibu-ibu yang mengantre yang mendaftar untuk jadi penyanyi dangdut abal-abal. Meskipun pusing, tapi sebenarnya asyik dan menarik. Belum lagi banyak hal yang bisa menjadi pembelajaran dari lingkungan masyarakat.

"Huh, beres juga" katanya menyeka keringat yang tidak terlihat sama sekali.

Sepertinya Anya tertular virus Bisma si "lebay" pangkat kakap itu. Anggap saja simulasi menjadi pemimpin di masyarakat, siapa tahu di masa depan ternyata dia jadi sosok yang dikenal, semisal presiden. Anya terkekeh sendiri membayangkannya, bagaimana dia menjadi presiden dan kacaunya negara jika hal tersebut kejadian.

"Gila nih pasti" suara Bisma seenak jidat masuk ke telinganya tanpa permisi.

"Gobloknya, gue kira makhluk goib tadi Bis" ketus Anya karena kesal sekaligus lelah.

"Anyink lu beb"

Anya menggedik bahu tak peduli, kemudian duduk di depan tenda panitia yang mereka buat beberapa minggu lalu. Kalau dilihat dengan seksama, ternyata panitia lomba estafet kelereng lebih banyak daripada orang yang daftar lombanya.

"Lucu juga, mereka cuma lima orang, sedangkan kita sepuluh" Bisma mau tak mau ikut tertawa. Perempuan itu harus dihargai, kalau kamu tak mau cari mati. Begitu prinsipnya dalam hidup. Ya, terserah si rambut gondrong itu.

"Ngomongin lucu, si anak kucing ke mana? Dia nggak nempelin lu atau sebaliknya? Lagi marahan ya kalian" tebak Bisma.

Anya yang masih berusaha menghentikan tawanya, langsung memasang wajah serius.

"Anak ucing saha?" (anak kucing siapa?) tanyanya mengulang dengan bahasa Sunda.

"Eta nu sok ngingintil maneh" (itu yang suka ngikutin kamu) jawab Bisma yang kebetulan sekarang sedang suka bahasa Sunda. Omong-omong, anak itu bukan asli Bandung, dia asal Jakarta.

"Perasaan gue nggak punya anak kucing deh" katanya heran.

Notif di layar ponselnya mengalihkan pandangan, wallpaper Anya pun sama halnya menyorot ke kedua mata Bisma. Dia menilik dengan seksama, matanya yang sipit melebar begitu menyadari sesuatu. Anya, Elvan, dan seekor kucing gembul berwarna abu-abu dengan mata amber yang indah membuat Bisma salah fokus alias salfok.

"Oh, bukan anak kucing, tapi bapaknya kucing toh...." gumamnya.

Anya masih sibuk mengetik untuk membalas pesan dari Elvan yang membludak ketika ia buka. Wajar, sih Elvan khawatir karena tadi dia bilang sedang tidak enak badan tapi memaksakan diri untuk ikut kepanitiaan. Bukan hanya pesan, sejak tadi anak itu juga menelepon yang mana ponselnya sedang dalam model senyap. Lama-lama Elvan jadi mirip Papa, sikapnya yang selalu gerak cepat dalam menangani dirinya. Meskipun begitu masih ada sedikit perbedaan, seperti dari cara mereka marah dan hobi. Papa kalau marah seram, tapi Elvan kalau marah lucu seperti anak kecil yang merajuk. Papa suka sekali dengan lagu rock jadul, sedangkan Elvan tembang kenangan milik Indonesia yang sangat populer pada masanya. Namun, tetap ia nikmati di bawah hujan sembari menulis puisi untuknya. Mengingat hal tersebut, Anya tersenyum. Ah, romantis sekali Elvan ini.

Lirih [Park Jisung] || NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang