10. Takut

21 3 0
                                    

_____________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


_____________________________________

Dia hanya ingin tersenyum tanpa rasa sakit.
-lirih
———

"Van, ayo bangun subuhan" suara Reyhan sambil mengetuk pintu kamar Adiknya.

Beruntung, Mama menempatkan ketiga anaknya di lantai yang sama. Jadi, dia bisa mengawasi Elvan dari dekat saat di rumah. Merasa tak ada jawaban, Reyhan kembali mengetuk pintu. Namun, tetap tidak ada suara apapun di dalam sana. Rasa curiga mulai mengintai hatinya, karena tak seperti biasanya Elvan tidak menyahut, minimal anak itu akan krasak-krusuk atau kembali mengetuk pintu dari dalam sebagai tanda dirinya sudah bangun. Elvan pasti langsung bersiap-siap setelah berseka, bahkan kadang lebih awal bangun dan menunggunya di depan pintu kamar.

"Abang masuk ya?" perlahan ia membuka pintu, kakinya menendang beberapa barang yang tidak ia ketahui apa itu. Pencahayaan di kamar yang minim membuatnya tak bisa melihat dengan jelas. Tetapi, setelah lampu dinyalakan, ia terkejut setengah mati.

Tubuhnya kaku, melihat bagaimana kondisi Elvan yang tak sadarkan diri. Ia tergopoh-gopoh mendekati sang Adik, setelah diteliti lebih baik ternyata banyak gumpalan tisu penuh darah yang berserakan di lantai. Darah itu mengotori sprai putih yang ia duga mengalir dari hidung Elvan, belum lagi tubuhnya mulai terasa dingin. Tanpa pikir panjang, Reyhan segera menelepon seseorang yang bisa dihubungi.

"Raf, tolong bawa ambulan ke sini!"

"Masih subuh, siapa yang--"

"Nggak usah bacot, buruan sekarang!!" setelahnya, Reyhan mencoba membangunkan Elvan, memberikan kehangatan dari tubuhnya untuk Adik tersayang.

"Abang minta maaf, Abang nggak tau kamu kayak gini...."

Lagi, lagi, ia menyalahkan diri sendiri atas kejadian yang menimpa Elvan. Rasanya, hal-hal menyedihkan yang berhubungan dengan Adiknya selalu jadi kepedihan hati baginya. Reyhan terus mendekap tubuh anak itu, mengusap pun sesekali menciumi pucuk kepalanya, berharap Elvan masih mau bertahan sembari menunggu Rafael dan ambulan datang.


ʚᰔᰔᰔɞ

Suara derap langkah di selasar rumah sakit memenuhi pendengaran, seorang gadis bersama pria ber-jas berlarian tanpa memedulikan tatapan orang-orang sekitar. Mata bening gadis itu tampak merah, penglihatannya juga mulai buram karena air mata yang dibendung namun tak sanggup turun.

"Di mana Elvan?!" sentaknya pada laki-laki yang tengah berdiri di depan ruang unit gawat darurat.

"Dia di dalem" jawab Reyhan lemas, "Kondisinya gimana Nak Rey?" tanya Jamal berusaha menenangkan putrinya.

"Saya belum tahu Om, soalnya dokter Soya masih di dalem juga" lanjutnya.

Setelahnya hening, tidak ada yang bersuara selain deru napas Anya yang mulai tak beraturan. Entah marah, sedih hati, takut, atau apa sebab ia perasaannya sukar ditebak. Berkecamuk dengan rasa khawatir berlebihan, baru sekarang ini Anya begitu bingung dengan perasaan sendiri. Untuk pertama kalinya ia merasa gelisah tak keruan.

Lirih [Park Jisung] || NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang