___________________________________
Semua hanya mimpi dan angan-angan tak pasti.
-lirih
--------Anya menatap keluar jendela tanpa berkedip, ia menghitung berapa jumlah daun linden yang jatuh hari itu. Saking bosannya, gadis itu menggambar sketsa wajah Elvan-laki-laki yang ia rindukan kehadirannya-dengan asal tapi tetap sukses dan terselesaikan. Anya memang pandai serta berbakat, pantas jika disandingkan dengan kata "anak Jung Jamal sang penulis lagu" gadis itu sangat berharga.
"El lagi apa ya...?" sejujurnya, Anya tidak benar-benar membenci Elvan. Dia hanya ingin laki-laki itu jujur apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Tetapi, ketika mereka saling tatap satu sama lain saat itu Elvan hanya geming tanpa menjelaskan. Dia mencoba menangkis pukulan-pukulannya yang tak seberapa. Masih kesal dengan kejadian tersebut, Anya mengomel sendiri sampai Papa Jamal mengetuk pintu. Memangnya sesusah itukah dia jujur padanya? Atau jangan-jangan berita tersebut benar adanya? Kepala Anya diisi dengan haluan yang buruk semenjak kejadian Agustusan kemarin. Bulan yang harusnya dipenuhi canda tawa, mohon dimengerti karena dalam hidupnya Anya selalu senang.
"Sayang, makan dulu yuk" ajaknya.
Jamal masuk setelah mengetuk pintu, kemudian dia menarik kursi lain di ujung ruangan dan duduk di sebelah putrinya. Mengusap kepala gadis itu yang akhir-akhir selalu mengurung diri di kamar. Ia tahu, bahwa mengetahui tentang "hal" itu bagi seorang pasangan cukup mengguncangkan jiwa. Apalagi sang anak masih di bawah umur, dia belum cukup tahu apa yang harus dilakukan ketika berada di posisi tersebut.
"Kamu mau sampai kapan nggak makan? Kalau Elvan tau dia bisa ngomel-ngomel karena kamu bandel kalau dibilangin"
"Papa berisik" katanya menyahut. Kemudian Jamal terkekeh, dan menyodorkan nampan berisi nasi berserta lauk pauknya juga segelas air.
Sementara itu, Elvan diam-diam mencari tahu siapa sebenarnya pelaku dari seks bebas yang terjadi pada Rima bersama Hendra. Anak itu satu-satunya yang tidak menghakimi Elvan secara sepihak saat tahu. Dia tidak berpikir bahwa Elvan benar pelakunya hanya karena dulu Rima menyukai sang sahabat, Hendra juga tahu siapa itu Rima. Dia kenal betul bagaimana watak perempuan itu dan Ibunya yang tak tahu malu.
"Hari ini hujan, besok aja kita ketemuan di alamat yang udah gue kirim" suara Hendra memecahkan keheningan.
Sepertinya dia sedang bermain game, karena asyik menatap monitor daripada menunjukkan wajah pada Elvan. Untuk hari ini pencarian pelaku berhenti sejenak, sebab katanya Hendra mau istirahat dulu. Ya, agaknya menjadi detektif dadakan harus memiliki kesabaran dan energi yang cukup.
Elvan memberi intruksi karena ingin mengobrol lebih lanjut, Hendra menoleh sambil mengunyah seblak yang masih tersisa di mulutnya.
"Hm? Apa?" tanyanya.
"Sebenarnya apa yang kamu selidiki?" Elvan bertanya balik.
Hendra terdiam sesaat, setelah menelan seblak sepenuhnya. Sang sahabat sedang bertanya apa yang selama ini dia lakukan, atau mungkin pertanyaannya mengapa dia melakukan hal tersebut untuk dirinya yang sudah di cap hina. Tetapi, Hendra langsung tersenyum begitu tahu seperti apa menjelaskannya pada Elvan.
"Gue cuman terus mantau perkembangan hacker gue, lo tau sendiri kalau dia itu kerjanya perlahan-lahan tapi pasti."
Jawaban Hendra justru memunculkan emosi Elvan keluar dari dasarnya.
"Apa yang kamu lakukan?! Hacker?!! Kamu tahu, kan menyewa mereka atau mendekati mereka sejengkal pun sangat berbahaya Hendra! Kenapa kamu sampai seperti itu hanya untuk aku yang bisa melakukannya dengan cek CCTV rumah dan CCTV rumah Rima. Hendra, hentikan kerjasamamu bersama hacker tersebut cepat!! Kalau tidak, aku tidak akan mau bertemu denganmu besok!!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lirih [Park Jisung] || NCT Dream
Teen FictionPlagiat dilarang keras!! ❌ [ON GOING AGAIN TONIGHT URI ZONYAA ^^] Dalam hidup kita belajar arti sebuah perjalanan, mengais sesuatu yang mungkin tak pernah kita dapat. Begitupun dengan seorang anak yang terlahir tidak utuh, ia tak sempurna. Berusaha...