Seperti halnya kupu-kupu yang terbang di saat langit sedang meluapkan emosinya. Meskipun terkoyak tak terarah, ia tetap berjuang untuk terbang tanpa batas, menunjukkan pada dunia bahwa semuanya belum berakhir. Mengabarkan pada awan bahwa sejatinya, makhluk yang hidup tetap harus bertahan sampai akhir. Bukan mengakhiri hidupnya, melainkan menjalani semua keadaan sebagaimana mestinya. Tetapi, apa benar jika kupu-kupu yang punya sayap indah itu bertahan di tengah hujan?Suasana terasa canggung di ruang tamu yang cukup besar, rasa kagetnya pada sosok yang baru saja memberikan salam tak membuat Elvan tertekan. Tapi, kemungkinan gadis itulah yang sangat gelisah. Ia melirik gadis yang tadi sempat menyapa padanya dengan sekadarnya. Tapi, tidak lama Elvan teringat sesuatu-bukannya gadis itu adalah orang yang dia selamatkan sampai membuat Anya salah paham?
"Kenapa nggak telpon Mama? Kan Mama selalu bilang, kalau saat pulang kamu harus telpon minimal kasih pesan atau miscall biar Mama nggak khawatir. Di jalan nggak kenapa-kenapa kan sayang?" suara Tante Somin melembutkan suasana.
"Maaf, aku lupa dan tidak terjadi apapun kok! Karena tadi temanku mengantarkan sampai sini"
"Siapa teman Kakak? Perasaan aku tidak pernah melihat Kakak bertemu dengan teman manapun"
Celetukan sang Adik membuat Tania kesal, tapi dia tak bisa menunjukkannya. Alhasil ekspresi lucu yang dia buat timbul di permukaan wajahnya. Elvan terkekeh melihat adegan lucu antara Adik dan Kakak itu, andai saja dia juga bisa seperti itu dengan para saudaranya.
"Oh, Kakak dia Kak Elvan yang sering aku ceritain itu lohh! Kakak ingat nggak?"
Tania pura-pura berpikir, kemudian mengusap kepala Adiknya gemas. Tentunya dia amat tahu siapa Elvan, dirinya pun sempat diselamatkan oleh laki-laki itu, dan dia sangat berterima kasih.
"Kakak tau kenapa kamu sering bercerita tentang dia, soalnya dia sangat baik, ramah, dan tampan"
"Kak!!"
"Sayang sekali, dia sudah punya pacar" sahutnya mengelus pundak Sofia.
Sementara Ibu mereka hanya tertawa melihat percakapan antara kedua anaknya. Tidak ada yang spesial dari keseharian keluarga, justru komunikasilah yang dapat mengantarkan kenyamanan selelah apapun kita. Elvan terdiam, ruang keluarga yang sangat besar itu terasa hangat dan damai, selagi mereka berbincang-bincang di sana, tak ada pertengkaran, tak ada perang dingin, semuanya cocok disebut kebahagiaan sederhana. Itulah mengapa Elvan tidak membutuhkan banyak uang untuk meraih kesenangan dunia semata. Sebab punya harta berlimpah belum tentu puas, benar kata Ayah, jika suatu hari kamu merasa tidak puas dengan apa yang kamu dapatkan itu artinya tak ada rasa syukur di hatinya. Nuraninya berkata, mungkin memang benar dia tak pernah bersyukur setelah apa yang terjadi sampai detik ini. Tetapi, salahkan dirinya yang ingin merebut kasih sayang Mama dari siapapun, terutama Kavindra. Ia juga manusia biasa, ada kalanya ia merasa marah pada orang-orang yang berusaha menghalangi jalannya untuk meraih tujuan.
"Elvan? Nak Elvan? Ada apa? Kok kayak lagi banyak pikiran"
Seruan suara Tante Somin benar-benar membawa kembali kesadarannya. Dia tersenyum dan menggelengkan kepala, lantas bertanya perihal sesuatu yang memang perlu disampaikan olehnya.
"Jika Bapak Wawan sudah bersedia menerima pekerjaan dari Anda, saya akan sangat berterima kasih"
"Ahaha, beliau sudah terima kok sejak kemarin. Saya langsung menemuinya melalui alamat yang dikirim oleh kamu. Oh iya, apa kamu pernah bertemu Tania sebelumnya? Kalian tadi kayak kaget banget pas ketemu" wanita elegan itu terkekeh.
Elvan tetap menjaga senyumnya, namun tatapan mata yang menyoroti dirinya sangat mengganggu dan membuat dia mau tak mau berpaling pada si pelaku. Tania langsung memalingkan wajahnya, tidak, dia tidak malu atau tersipu saat melihat Elvan. Hanya saja seperti ada yang tersangkut di tenggorokan yang membuatnya seolah-olah kesulitan untuk menyampaikan hal tersebut pada Elvan. Ia tak menyangkal bahwa jauh di dalam nuraninya, ia terkejut setengah mati begitu melihat dua gadis yang pernah dibantu olehnya, apalagi mereka satu Ibu. Wanita itu memiliki putri-putri yang cantik dan sopan. Somin Naraya, wanita berkisar kepala empat itu terus menerus memberikan tawaran menggiurkan padanya. Namun, semuanya ditolak. Sebaik-baiknya Elvan, bukan berarti ia percaya pada orang lain di jumpa pertama, anak itu hanya teringat pesan sang Kakak bahwa memperlakukan manusia seperti manusia sangatlah berharga. Jadi, saat ini dia hanya menerima imbalan yang cukup tanpa meninggalkan hutang budi. Sama seperti kupu-kupu, ia akan terbang ke manapun tanpa tahu itu adalah keadaan bahaya. Kupu-kupu yang menggambarkan senang dengan interaksi sosial, bersikap ramah, mudah berkenalan dengan orang baru, bersosialisasi secara aktif sehingga dianggap sosok karismatik karena terlalu baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lirih [Park Jisung] || NCT Dream
Fiksi RemajaPlagiat dilarang keras!! ❌ [ON GOING AGAIN TONIGHT URI ZONYAA ^^] Dalam hidup kita belajar arti sebuah perjalanan, mengais sesuatu yang mungkin tak pernah kita dapat. Begitupun dengan seorang anak yang terlahir tidak utuh, ia tak sempurna. Berusaha...