11. Boma

23 3 2
                                    

Tiga hari di rumah sakit membuat Elvan rindu pada Boma--kucingnya yang belum sempat ia jenguk setelah sekian lama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tiga hari di rumah sakit membuat Elvan rindu pada Boma--kucingnya yang belum sempat ia jenguk setelah sekian lama. Kenapa namanya harus Boma, sih? Agak unik. Tapi, lucu juga seperti yang punya. Sebelumnya, Elvan memang memiliki kucing warisan Ayah. Karena tidak ada yang mau merawat, anak itu menitipkannya di sebuah petshop terdekat dan sesekali ia jenguk. Menabung serta menyisihkan uang jajannya untuk biaya penitipan, tarif yang dikenakan cukup menguras uangnya. Tak masalah, demi Boma ia rela. Kucing berwarna putih corak abu-abu dengan harga yang cukup fantastis kala itu menjadi kebanggaan Ayah, namun ada satu kucing yang mati bersamaan dengan pesawat jatuh yang Ayah tumpangi untuk perjalanan bisnis. Namanya Momo, dia kucing biasa atau orang sering menyebutnya kucing kampung. Hanya saja warnanya langka.

"Halo, Kakak! Mau lihat Boma ya?" sapa pekerja di sana begitu dirinya masuk.

Elvan mengangguk seraya tersenyum, lalu berjongkok melihat hewan peliharaannya. Boma langsung mengeong keras, bukan suara pada musuh lebih seperti kerinduan yang amat sangat. Buktinya kucing itu langsung menggosokkan bulu pada kaki Elvan. Pelayan wanita tadi membukakan pintu kandangnya lalu ia melompat ke arah Elvan. Sang empu terkekeh geli sekaligus kaget dengan reaksi berlebihan tersebut.

Kamu kangen aku yaa ahahaha, lucunyaaa!

Satu sisi, wanita di belakang Elvan memandang kagum disertai gemas. Anak laki-laki yang hebat, sepulang kerja dia selalu melihatnya di jalan. Entah itu pakai sepeda ontel seperti sekarang, naik angkutan umum, ataupun berjalan kaki. Ia jadi teringat anaknya yang ada di pondok pesantren, jauh darinya dan lebih sering menghabiskan waktu di pondok.

"Nak, " akhirnya, dia memanggil Elvan untuk pertama kali. Setelah sekian lama mereka sering bertemu, pasalnya anak laki-laki itu terlihat pendiam. Jadi, ia takut salah mengambil tindakan sok kenal.

Elvan tersenyum menanggapi, lalu mendekat ke arah wanita yang berkisar kepala tiga itu.

"Saya sering liat kamu jalan kaki sama naik sepeda, apa kamu nunggu Ayah atau sodara di kafe hello yang baru buka? Maaf, saya beberapa kali lihat kamu berdiri di sana" katanya.

Elvan menganggukkan kepala sopan, namun tak sedetikpun mengeluarkan suara. Membuat wanita di depannya kebingungan, apa memang se-pemalu itu dia?

"Jangan malu, apapun pekerjaannya selagi halal tidak jadi masalah" ia mengira kalau Elvan adalah anak pemalu. Menyimpulkan dari caranya menatap, berjalan sambil menunduk, serta beberapa kebiasaan anak introvert lain yang kentara pada diri Elvan.

"Kamu nungguin Ayah kamu di kafe itu, kan? Tidak apa-apa, pekerjaannya halal kok. Saya juga bekerja di sini sudah lama, kamu mengingatkan saya pada anak saya" Elvan kembali tersenyum. Membiarkan wanita yang berkisar tiga puluh lima ke atas--bicara sampai selesai tanpa menyela.

"Kamu beneran pemalu sekali yaa, Nak" agaknya dia tak ingin menyerah agar Elvan bisa mengeluarkan setidaknya sepatah kata 'iya'.

Elvan tak tinggal diam lagi, kali ini dia mengeluarkan ponselnya dan mulai mengetik sesuatu di sana. Lalu, menyodorkannya dengan sopan pada wanita tersebut.

Lirih [Park Jisung] || NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang