35. Look at Me

28 2 0
                                    

Sore pamit beberapa menit yang lalu, kini dunia disapa oleh petang yang sejak tadi menunggu gilirannya untuk muncul

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sore pamit beberapa menit yang lalu, kini dunia disapa oleh petang yang sejak tadi menunggu gilirannya untuk muncul. Suasana kerlap-kerlip lampu jalan, kendaraan lewat, dan pedangang kaki lima yang mulai digandrungi para pecintanya membuat Reyhan terhanyut. Ia mengikuti Elvan sejak tadi, berniat membuat kejutan kecil atas kepulangannya dari kota sebelah. Tapi, kisah yang dibagi Hendra kepada dirinya tentang Elvan sangat membuat dia marah dan benci terhadap diri sendiri, seharusnya saat itu dia menghubungi Adiknya walaupun hanya sekali. Bertukar kabar dan cerita. Niat hati melupakan semua yang dia dengar, tetapi melihat dengan kedua matanya bahwa ternyata Elvan tak baik-baik saja. Itu seperti sebuah tamparan keras baginya. Yang berhasil menghibur dan mengeluarkan seluruh gundah gulana, kesedihan, dan segala kegelisahannya adalah Anya. Gadis yang begitu dia sayangi dan dia cinta, Reyhan juga menyalahkan teman-teman Elvan karena dia baru tahu kemarin tragedi pencemaran nama baik serta fitnah yang dilakukan oleh tetangganya pada sang Adik.

"Hah... Maafin Abang Van, Abang emang nggak baik buat kamu... " katanya mengusap air mata yang tak sengaja mengalir bebas. "Aduh, gue nggak boleh begini!" dia menampar pipinya sebanyak dua kali guna menyadarkan diri dari segala rasa sesal.

Sudah lebih dari dua jam ia mengikuti anak itu dengan kekasih hatinya, sampai-sampai setelah mengantar Anya pulang dengan sepeda onthel miliknya pun, Reyhan masih terus membuntuti. Anehnya, Elvan tidak merasa terganggu atau sedikit lebih peka dari biasanya. Tak seperti Elvan yang selalu dia temui setiap hari, yang terbiasa menjadi lebih lebih peka guna bertahan hidup. Sebab orang-orang di luar sana sungguh mengerikan dan Elvan tahu itu, jadi dia selalu waspada meskipun dalam keadaan dirinya sakit parah.

"Elvan!" dia berteriak riang gembira.

Menyeringai lebar begitu Adiknya yang sedang sibuk bicara dengan anak kecil penjual kacang goreng di seberang itu menoleh ke belakang, lalu seperdetik kemudian ia mengembangkan senyumannya. Membiarkan diri hanyut dalam keterkejutan dan kesenangan secara bersamaan, Abang pulang. Hanya kata tersebut sudah dapat membuat Elvan merasa kebahagiaannya bertambah dua kali lipat.

"Ya Allah! Adik gue kangen banget Abang sama kamu Van, apa kabar?" basa-basi yang sebenarnya tidak perlu dia tanyakan, karena sudah tahu pasti Elvan sedang tidak baik-baik saja.

Padahal, ia telah melihat semuanya. Anak itu rapuh, sakit, dan tidak kuat menahan segalanya sendirian. Jadi, apa yang perlu ditanyakan? Tidak ada. Meskipun disembunyikan dengan begitu rapi sekali sampai kini dirinya baru sadar. Elvan tak akan pernah bicara padanya, jika bukan dia yang memancing seperti ini. Itu sebabnya ia bertanya hanya untuk basa-basi.

"Kakak siapa?"

"Oh halo, Dek. Nama Kakak Reyhan, Abangnya Kak Elvan" katanya menjawab dengan bangga.

Percakapan serius mereka berdua harus ditunda lebih dulu, malam itu menghabiskan waktu dengan anak kecil penjual kacang yang pantang menyerah persis seperti Adiknya yang lebih lembut dari sehelai kapas. Bahkan saking lembutnya, dia terbilang lemah dalam menghadapi apapun; terutama saat berhadapan dengan Mama dan Anya. Satu jam berlalu, adzan isya yang berkumandang syahdu sudah berlalu sejak satu jam lalu, mereka pergi ke masjid terdekat.

Lirih [Park Jisung] || NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang