BAB 01

250 43 189
                                    

Terlihat sebuah kamar yang di tempati oleh satu orang itu seperti, bak kapal pecah. Tetapi, tuan nya malah asik bergelut di bawah selimut dengan mata masih terpejam. Padahal, jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Alarm sudah berkali-kali berbunyi tapi, tetap saja alarm di matikan oleh tuan nya. Terdengar suara ketukan pintu dari arah luar dan suara nyaring. Namun, tak membuat pemilik kamar itu bangun.

Drrt Drrt Drrt

Suara getaran ponsel membuat sang pemilik mau tak mau harus membuka matanya. Tangannya mulai meraba untuk mencari keberadaan ponselnya.

"Hm, halo."

"Astaga Mawar, lo belum bangun?!"  Suara teriakan nyaring itu mampu membuat Mawar harus menjauhkan ponselnya itu.

"Berisik! Siapa, sih, ini?"

"Gue Asha—teman lo. Parah gak ngenalin suara teman sendiri. Bangun Maw, upacara bentar lagi mau mulai nih. Lo gak mau kan hari pertama masuk sekolah langsung kena hukum." Dari arah seberang sana terdengar Asha sedang mengomelin dirinya.

"Alasan lo! Baru jam enam juga," ujarnya.

"Mana ada jam enam, yang ada jam setengah tujuh noh."

Dengan terpaksa Mawar harus membuka matanya yang terasa masih berat itu. Ia melihat ke arah jam dinding. Matanya langsung melotot sempurna setelah melihat jam.

"Kenapa lo gak bilang dari tadi?!"  Mawar langsung mematikan sepihak panggilan tersebut. Ia langsung mengambil handuk dan mulai memasuki kamar mandi dengan tergesa-gesa.

Lima menit kemudian. Mawar sudah rapi dengan pakaian sekolahnya, Mawar segera mengambil tas nya dan mulai memasuki buku-bukunya ke dalam tas. Setelah semua dirasa sudah siap, Mawar segera turun dengan langkah yang tergesa-gesa.

"Mama, kenapa gak bangunin aku sih." Mawar menghampiri sang Mama yang terlihat sedang sarapan sendirian dengan tenang.

"Salah kamu sendiri yang di bangunin gak bangun-bangun," jawab Mamanya dengan enteng.

Wajahnya seketika cemberut saat mendengar jawaban enteng dari sang Mama. "Yaudah aku mau pergi sekolah dulu, Ma."

"Gak sarapan dulu?" tawar sang Mama.

Mawar menggelengkan kepalanya "Gak, Ma. Aku udah benar-benar telat."

"Sarapan aja sedikit, entar kamu pingsan loh."

Mawar menganggukkan kepalanya, tangannya mulai mengambil selembar roti yang sudah di olesi dengan selai stroberi itu. "Entar aku makan di perjalanan menuju sekolah." Setelah mengatakan itu, Mawar segera mencium punggung tangan dan mengecup kedua pipi Mamanya itu.

"Aku pergi Ma." Mawar mengambil kunci motor yang ada di atas meja.

"Hati-hati Nak bawa motornya," pesan sang Mama hanya di balas anggukan oleh Mawar.

***

Setelah sampai di depan gerbang SMA Kertanegara, ternyata gerbangnya sudah ditutup. Mawar hanya mendengus kesal, kenapa coba dia tadi malam begadang hanya buat nonton drakor.

Pak Dodi—adalah satpam yang bekerja sudah lama di sekolahnya. Pak Dodi atau yang biasa dipanggil Mawar dengan sebutan Pak Dod, itu sedang bersantai di samping pos satpam, sesekali ia menyesap kopinya itu.

"Pak Dod," panggil Mawar. Sepertinya, Mawar mempunyai ide licik untuk membujuk sang satpam itu, agar membuka gerbang untuknya.

Pak Dodi langsung menoleh ke arah luar gerbang, "Nak, Mawar. Kenapa masih disini? Upacara sudah di mulai dari tadi loh."

Cinta yang Tersembunyi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang