Darel keluar dari toilet sehabis berganti baju. Kini ia memakai baju jersey nya itu. Dengan nomor punggung satu itu, ia berjalan tegap ke arah depan. Tujuannya hanya satu, lapangan basket.
"Dimas mana?" tanya Darel saat melihat seluruh anggota nya.
Davanka dengan wajah datarnya itu mulai mengangkat bahunya. "Gak tahu."
Darel menghembuskan napasnya dengan kasar. Tangannya merogo saku kantong celananya, mengambil ponselnya itu. Ia mulai membuka ponselnya, lalu mencari nama kontak seseorang.
Setelah telepon nya di angkat, ia mulai berbicara kepada Dimas
"Halo, Dim." Darel mendengar kalau Dimas menjawab sapaannya melalu deheman.
"Lo latihan kan hari ini?"
"Gue izin," jawabnya dengan singkat.
"Dim, hari ini coach datang. Lo mau kalau kita kena hukuman lagi?" Darel berusaha membujuk Dimas pendiam itu. Entahlah dari kemarin dia mendadak jadi pendiam, begitu pun sama Varen. Mungkin keduanya lagi ada masalah, makanya mendadak menjadi pendiam.
"Otw." Setelah mengatakan tiga kata itu, Dimas langsung memutuskan telepon dengan sepihak.
Udahlah, gakpapa. Yang penting dia ikut latihan.
Mata Darel mulai menatap sekelilingnya. Tatapannya kini berhenti tepat pada Varen yang terlihat duduk menyendiri sambil melamun itu. Darel segera menghampiri sahabatnya itu.
"Varen." Panggilnya sembari menepuk pundak Varen itu.
Sontak Varen langsung sadar dari lamunannya. Matanya kini menatap ke arah depan, tepat pada posisi Darel saat ini. "Kenapa Rel?"
"Lo kenapa?" Darel bertanya balik kepada Varen.
Varen tersenyum tipis, sangat tipis. "G—gue gakpapa kok."
"Masalah lo sama Dimas sebesar apa sih? Sampai-sampai kalian berdua jadi pendiam."
Varen menunjuk dirinya sendiri dengan jari telunjuknya itu, "Gue? Gue kenapa emangnya? Perasaan gue gak jadi pendiam deh. Masalah gue sama Dimas hanya masalah sepele," jawabnya. Dia memasang wajahnya dengan gembira, berusaha membuat Darel itu percaya kepada omongannya.
Darel menelisik wajah Varen itu. "Oke, gue percaya sama omongan lo. Kalau masalah lo sama Dimas sebesar ini, lo bisa cerita ke gue. Kita cari jalan keluarnya," ujarnya sembari memberikan senyuman.
"Yaudah yuk kita kesana, kumpul sama yang lain. Bentar lagi coach datang," sambungnya.
Varen mengangguk, lalu mengikuti langkah kaki Darel itu.
***
Semuanya telah berkumpul di lapangan basket ini. Matahari yang sangat terik, membuat keringat mereka keluar dengan peluh. Tim cheers di ketuai oleh Rinda pun kini sudah berkumpul di lapangan basket, mereka siap untuk latihan pada hari ini.
"Selamat siang semuanya," sapa coach.
"Siang coach," sahut para anak basket itu.
"Bapak hari ini membawakan berita sangat penting pada hari ini. Semuanya masuk latihan semua kan?" tanya coach itu. Semuanya mengangguk sebagai tanda jawaban.
"Baiklah, bapak akan mengumumkan bahwa kalian akan tanding lawan SMA Angkasa minggu depan, tepat pada saat hari sabtu," kata coach itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta yang Tersembunyi
Teen Fiction"Gue yang terluka, kalian yang bahagia." -Cinta yang Tersembunyi Tak mempunyai perasaan terhadap teman sendiri itu tidaklah mudah, apalagi mereka telah berteman sejak pertama kali menginjak masa putih abu. Dirinya selalu menepis pikirannya jika ia m...