BAB 06

25 8 2
                                    

Ternyata benar pirasat Asha mengenai Darel yang akan datang ke kelasnya. Lihat saja sekarang, Darel berserta tiga temannya hanya datang untuk mabar game dengan murid lelaki kelas ini. Mawar dan Asha hanya acuh, toh mereka gak ada yang mau dibicarakan.

"Woy, bantuin gue napa, gue hampir mati." Varen—teman Darel itu sibuk mengomel saja dari tadi.

"Elah, lo mah bisanya ngomel doang. Gue juga hampir mau mati, tapi gue diam aja tuh," timpal Zivan.

"Bacot."

"Udahlah jalani aja. Kalau kita kalah salahi Varen yang dari tadi ngomel mulu. Bantuin kagak, ngomel iya!" lerai Darel.

"Mampus! Defeat kan jadinya. Gara-gara lo sih, sibuk ngebacot mulu." Zivan memberi tatapan tajam kepada Varen.

Varen jengah dengan temannya itu, selalu saja salahi dia. "Udahlah terima aja kekalahan dengan ikhlas, lapang dada, dan dengan kepala dingin, sedingin Davanka."

Davanka merasa namanya terpanggil menoleh ke arah Varen, dan memberikan tatapan dingin. Varen yang ditatap seperti itu menggaruk tengkuknya, tak lupa dengan wajah cengar-cengir itu.

"Gaje banget omongan lo sumpah," timpal Zivan.

"Iya! Gak jelas, kayak hubungan kita," jawabnya, langsung dihadiahkan tatapan muak dari temannya.

Varen lantas memberengut kesal, "Kapan sih gu–"

"Arghh. Pacar gue ganteng banget!" Perkataan Varen langsung terpotong, ketika mendengar seruan dari bangku belakang itu.

Sontak para murid itu menoleh ke arah bangku belakang. Terdapat Mawar dan Asha sedang menutup mulutnya karena malu dilihatin satu kelas. Sepertinya mereka sedang menonton drakor, berdua saja.

Ponsel di letakkan di atas meja, dengan tumpuan sebuah buku. Lalu di taruh tengah-tengah. Darel beserta temannya itu langsung berjalan ke arah bangku belakang, kecuali Davanka yang sedang bermain handphone tanpa peduli di sekitarnya.

"Lo berdua kenapa teriak dah?" mata Varen langsung mengintip layar ponsel itu, "Ohh kalian lagi nonton drakor."

"Iya, kenapa? Gak boleh?" tanya Asha dengan wajah garangnya.

"Bukannya gak boleh nih, lo berdua kok mau sih sama orang korea? Apa sih hebatnya orang korea tuh? Perasaan sama aja dah, sama-sama manusia. Daripada lo suka sama orang korea, mending suka sama gue. Di jamin lo akan gue sayang," jawabnya.

Sontak Mawar dan Asha memasang wajah ingin muntah. "Kenapa sih  pada pasang wajah jijik gitu? Dikira gue kotoran kali ya."

"Emang, lo itu kotoran anjing. Najis!" ketus Dimas yang berada disampingnya.

Varen sontak memasang wajah kesal, "Nyambung-nyambung lo kek tiang listrik."

"Serah gue dong."

"Lo ada masalah? Cerita dong sama gue," ujarnya sembari merangkul pundak Dimas itu.

Dimas langsung melirik Varen dengan tajam. "Apasih lo ngerangkul pundak gue. Banyak kuman tangan lo tuh," ketusnya. Tangannya mulai melepas rangkulan itu.

"Sensian amat lo kek cewek. Pms lo?" tanya Varen dengan cengengesan.

Dimas hanya menanggapi dengan acuh. Varen merasa Dimas berbeda hari ini. Biasanya cowok itu seperti dirinya, sedikit receh. Tapi mengapa hari ini Dimas terasa berbeda.

Varen ingin mengatakan tentang Dimas pada Davanka, tetapi ia teringat bahwa Davanka itu dingin dan irit bicara. Dia jadi ragu buat mengatakan tentang Dimas, pasti hanya ditanggapi dengan ucapan singkat, di tambah wajah datarnya. Kepalanya menoleh ke belakang, terlihat Davanka sedang memainkan ponselnya dengan wajah datarnya itu.

Cinta yang Tersembunyi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang