BAB 26

15 4 0
                                    

Sehabis pulang dari supermarket hanya untuk membeli bahan membuat kue, kini Mawar dan Asha langsung bergegas menuju dapur. Asha tak berhenti menanyakan soal bikin kue kepada Mawar.

"Lo yakin bisa buat kue?"

"Lo ragu sama kemampuan gue?" Bukannya menjawab, Mawar malah bertanya balik.

"Bukannya gitu. Gue hanya takut kuenya kagak jadi," jawabnya.

Mawar tersenyum remeh. "Halah, buat kue itu mudah."

"Benar nih ya? Mawar mengangguk.

"Yaudah tunjukkan kemampuanmu lo," ujar Asha.

"Oke, fine. Gue akan tunjukkan kemampuan sebenarnya dari seorang Mawar." Ia segera mengambil satu bungkus tepung, lalu ia buka.

Asha mulai mengambil wadah yang akan ia isi dengan tepung.

Mawar menghentikan aktivitasnya sejenak. "Apalagi nih yang mau dimasukin?"

"Mana gue tahu." Asha mengangkat bahunya sembari menatap Mawar yang terlihat kebingungan.

"Air! Ambil air Sha!" suruhnya.

"Lo, yakin gak salah?"

"Udah, ambil aja. Gue yakin kok," jawabnya.

Asha segera mengambil air matang, lalu ia tuangkan ke dalam tepung tadi.

"Habis itu apa ya?" Mawar mengetuk kepalanya seolah-olah tengah berpikir.

Mawar menoleh menatap Asha. "Sha, gue gak ingat."

Asha memutar bola matanya malas. "Lo gak ingat atau gak bisa?"

"Dua-duanya," jawabnya sembari menyengir tak berdosa.

"Pantesan gue dari awal udah curiga sama lo, kalau lo pelupa. Emang dasarnya ingatan lo pendek." Asha menatap tajam pada Mawar.

"Maaf lah."

"Terus ini kek gimana dong tepungnya? Seingat gue, gak pernah tuh tuang air duluan," ujarnya.

"Kalau lo ingat, kenapa lo tuangkan?!"

"Gue 'kan ngikutin perintah lo!" ketusnya.

"Mending lihat cari tutorial di ponsel." Asha mengeluarkan ponselnya.

"Dari tadi kek," ucap Mawar.

Asha mengalihkan pandanganya ke arah Mawar. "Enak banget lo ngomong," sindirnya.

***

Sehabis pertengkaran antara Dimas dan Varen, Darel langsung dipanggil oleh coach beserta kepala sekolah. Sesampainya di sana, Darel langsung dimarahin habis-habisan oleh kepala sekolah. Darel hanya diam ketika dimarahin, toh melawan juga percuma.

Saat ini, Darel baru saja pulang dari sekolah. Padahal hari sudah hampir gelap. Dia segera menuju ke kamarnya dan membersihkan tubuhnya. Setelah mandi, Darel segera memakai pakaiannya.

"Capek banget hari ini." Darel merebahkan tubuhnya di atas kasur.

Darel menatap ke arah atas. Perkataan kepala sekolahnya tadi terus terngiang-ngiang pada pikirannya.

"Bagaimana bisa tim kalian kalah?! Kalian itu sudah berlatih setiap hari, kenapa bisa kalah?!" Kepala sekolah mereka tak henti mengoceh pada Darel.

"Percuma kalian berlatih setiap hari, kalau pada akhirnya kalian tetap kalah!"

"Kamu! Kamu sebagai ketua basket seharusnya memimpin mereka dengan baik agar menuju kemenangan! Bukan seperti ini!"

Cinta yang Tersembunyi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang