Hari pertandingan basket antara SMA Kertanegara lawan SMA Angkasa telah tiba. Biasanya orang-orang akan menonton pertandingan ini, sampai-sampai kursi penonton tak cukup buat mereka yang datang lumayan banyak. Apalagi hari ini adalah hari sabtu, bahkan orang luar akan menonton pertandingan ini.
Pagi ini, Mawar bangun lebih awal dari biasanya. Entah kenapa dirinya terlalu bersemangat buat bangun awal, biasanya saat hari weekend dia selalu bangun terakhir.
Mawar mulai membuka gorden kamarnya, terlihat matahari mulai muncul dari arah timur.
Senyuman Mawar menghiasi wajah khas bangun tidurnya.
"Selamat pagi dunia tipu-tipu." Mawar melihat sekitaran perumahannya dari arah jendela kamar.
Setelah dirasa sudah cukup melihat-lihat sekitaran perumahannya, Mawar segera turun ke lantai bawah. Dia hanya ingin membantu sang Mama membuat sarapan, itu pun kalau belum selesai.
"Pagi Mama." Mawar menyapa sang Mama sembari mengambil segelas air.
Sang Mama menoleh ke arahnya. "Loh Mawar? Tumben kamu jam segini sudah bangun? Biasanya juga kamu bangun terakhir."
Mawar meletakkan gelas yang sudah kosong ke meja. "Karena hari ini aku mau pergi Ma," jawabnya.
Mamanya menatap Mawar dengan wajah bingungnya. "Pergi ke mana? Ini 'kan hari libur, biasanya juga kamu santai-santai di rumah."
"Aku mau pergi ke pertandingan basket Ma. Hari ini Darel tanding, jadi aku sama Asha disuruh dia buat nonton pertandingannya."
"Pergi sama Asha?"
Mawar menggelengkan kepalanya. "Gak Ma."
Sang Mama mengangguk paham, tangannya tak berhenti sedari tadi memotong sayuran.
"Mau aku bantuin gak Ma?"
"Gak usah. Kamu bukannya bantuin tapi malah bikin kacau." Mamanya menggeleng cepat.
"Janji yang ini gak Ma."
Mamanya tetap menggelengkan kepalanya. "Gak usah Maw. Kamu gak ingat waktu kamu belum masuk sekolah, kamu bantuin Mama motong sayuran, bukannya sayuran yang kamu potong malah kamu potong kecil-kecil."
"Yang penting Mawar potong sayurannya. Potongan kecil besar sama aja Ma, yang penting tetap dimakan."
"Beda! Ukurannya aja beda, rasanya juga beda!"
Mawar menghela napasnya lelah. Mawar tahu kok kalau ukurannya beda, tetapi apakah ukuran bisa jadi membuat rasa beda? Dia makannya sama aja kok, gak ada yang beda. Semenjak saat itu, Mawar tak diperbolehkan lagi untuk memotong sayuran.
Mawar hanya duduk santai di kursi meja makan sembari melihat Mamanya.
"Loh Mawar?"
Mawar menoleh. "Papa? Kok belum berangkat kerja?"
Papanya menarik kursi meja makan tepat hadapan dengan Mawar. "Papa cuti sayang."
"Tumben kamu udah bangun?"
"Emang Mawar salah ya kalau bangun cepat?" Bukannya menjawab, justru Mawar bertanya balik.
Papanya tersenyum menanggapi. "Gak kok. Malahan bagus dong kalau kamu bangun pagi, kamu bisa bantuin Mama kamu."
"Bantuin apaan? Orang dia bisanya cuma kacau," sahut Mamanya.
Mata Papanya menatap ke arah Mawar. "Maw, kamu harus belajar masak dari sekarang, belajar sama Mama. Nanti kalau Mama sama Papa gak ada kamu bisa masak sendiri, jangan beli mulu."
Mawar mengangguk patuh. "Siap Pa." Dirinya mengangkat tangannya hormat.
"Ohh ya, kamu kenapa bangun pagi? Pasti ada alasannya 'kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta yang Tersembunyi
Dla nastolatków"Gue yang terluka, kalian yang bahagia." -Cinta yang Tersembunyi Tak mempunyai perasaan terhadap teman sendiri itu tidaklah mudah, apalagi mereka telah berteman sejak pertama kali menginjak masa putih abu. Dirinya selalu menepis pikirannya jika ia m...