Sehabis sepulang sekolah, seseorang segera mengunjungi sebuah tempat yang sering dikunjungi oleh dia. Dia segera membuka helmnya, lalu turun dari motornya.
Kaki beralas sepatu hitam itu melangkah mendekati sebuah danau. Tidak, dia bukan mau bunuh diri, dia hanya duduk pada tepian danau itu.
Matanya memejam menikmati angin semilir yang menerpa wajah serta rambutnya. Perlahan matanya membuka, lalu menatap matahari yang hampir tenggelam. Kepalanya menoleh ke arah kanan dan kiri.
Syukurlah, kalau orang itu tidak datang lagi batinnya.
Kalian tahu siapa dia? Iya, dia Dimas.
Dimas berharap bahwa ketenangan dia di sini tidak diganggu, seperti hari itu. Dimas tak masalah jika dia datang kembali, tetapi dia hanya satu, jangan ganggu waktu ketenangan nya.
Pikiran Dimas sangat ini sedang kacau.
"Apa gue harus baikan sama Varen?"
"Tapi gue gak bisa."
"Arghh." Dimas mengambil bebatuan kerikil kecil, lalu ia lempar pada ke dalam air danau, meluapkan emosinya.
Dimas menetralkan napasnya. "Besok udah mau tanding, masa gue masih marahan sama Varen?"
Pikirannya terngiang-ngiang pada memori tahun lalu waktu tim dia tanding dan memenangkan pertandingannya. Saat itu, Varen bersorak senang hingga ia memeluk Dimas secara erat.
"Selamat kepada SMA Kertanegara memenangkan pertandingan basket kali ini." Suara mikrofon itu terdengar nyaring pada lapangan.
Tim mereka bersorak senang hingga mereka ada yang sampai bersujud saking senangnya.
Varen bersujud mencium tanah, dia sangat senang pada hari ini. Varen segera berdiri, matanya langsung mencari keberadaan Dimas. Setelah menemukannya, Varen segera memeluk Dimas dengan erat.
"Dim, tim kita menang." Varen bersorak gembira sembari memeluk erat tubuh Dimas, tak lupa ia menggoyangkan tubuh Dimas.
"Iya gue tahu, tapi jangan goyangkan tubuh gue." Varen segera melepas pelukan serta goyangannya.
"Gue mau tepati janji gue Dim," ujarnya.
"Janji?"
Varen mengangguk. "Iya. Gue udah janji sama diri gue sendiri, kalau misalnya tim kita menang, gue akan traktir lo sepuasnya."
Mulut Dimas ternganga menatap tak percaya. "Lo serius? Entar lo rugi."
"Dua rius. Sebenarnya sih gue mau traktir tim kita juga, tapi coach udah traktir, jadi gue traktir lo aja" jawabnya.
"Asyik, makan gratis nih gue. Pokoknya gue harus mesan yang banyak makanannya." Dimas tak berhenti tersenyum bahagia.
"Serah lo deh. Ohh iya, setelah pertandingan ini kita naik kelas 'kan? Otomatis kita tanding lagi pas kelas XI. Mau buat janji gak?"
Dimas mengangguk. "Boleh, janji apa emang?"
Varen menjentikkan jarinya pada kepala, seperti orang tengah berpikir. "Gimana kalau kita menang tanding selanjutnya kita pergi ke danau, tempat yang lo sukai?"
"Gue belum pernah ke sana, jadi gue buat janji kita akan pergi ke sana. Gimana?"
Dimas mengangguk semangat. "Siap! Entar kita ke danau tempat favorit gue."
Dimas tersenyum saat mengingat perjanjian mereka berdua. Senyumnya langsung luntur mengingat bahwa mereka masih marahan dan masalah mereka belum diselesaikan. Apa bisa mereka berdua akan menepati janji itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta yang Tersembunyi
Teen Fiction"Gue yang terluka, kalian yang bahagia." -Cinta yang Tersembunyi Tak mempunyai perasaan terhadap teman sendiri itu tidaklah mudah, apalagi mereka telah berteman sejak pertama kali menginjak masa putih abu. Dirinya selalu menepis pikirannya jika ia m...