BAB 19

7 4 0
                                    

Ruangan sepi yang gelap tadi tergantikan menjadi ruangan yang ramai. Mawar tak berhenti memeluk kedua orang tuanya. Rasanya ia ingin memeluk mereka seterusnya, mungkin efek terlalu lama mereka tak bertemu, padahal baru tiga hari.

"Udah Maw peluknya, Mama gak bisa gerak nih." Mamanya berusaha melepas pelukan dari sang anak.

"Masih kangen Ma," ujarnya.

"Maw." Mawar segera melepaskan pelukannya saat diberi peringatan oleh Papanya.

Mawar hanya menyengir.

"Sumpah Maw gue tadi mau ngakak karena lo nangis tadi." Asha tertawa ringan mengingat kejadian di mana Mawar menangis tersedu, di depan ruangan mayat pula.

"Diam deh lo," sengitnya.

Asha memberhentikan tawanya. "Gue jadi kepikiran deh Maw, kok lo gak takut ya nangis di depan ruangan mayat? Sendirian pula."

"Jelas las. Gue 'kan pemberani orangnya," bangganya.

"Jelas lo pemberani lah, orang lo nangis kek kuntilanak," kekehnya.

Senyumnya kian memudar saat mendengarkan kekehan Asha. "Papa, lihat Asha." Jarinya menunjuk ke arah Asha yang sedang tertawa.

Papanya bukan memarahi Asha malah ikut tertawa bersama Mamanya.

"Kok kalian pada tertawa sih," kesalnya.

"Kek anak kecil kamu Maw," kekeh Mamanya.

Mawar semakin memasang wajah cemberutnya. "Gak usah masang wajah kek gitu Maw," ujar Asha.

"Ohh ya! Gimana kejadian tadi saat kecelakaan Ma, Pa?" tanya Mawar.

"Tadi Mama sama Papa sedang perjalanan pulang, di depan mobil kita, ada sebuah mobil melaju lumayan cepat. Waktu ada tikungan, mobilnya masih melaju cepat, perkiraan Papa rem dia blong. Dan akhirnya mobil itu oleng dan nabrak pohon, sampai-sampai pohon itu tumbang menimpa mobil itu."

"Papa hampir saja menabrak mobil itu, untung saja Papa rem tadi. Jarak mobil Papa sama dia hampir dekat, jadi mobil Papa terkena sedikit ledakan tersebut. Untung saja kami langsung keluar dari dalam mobil," jelasnya.

"Tapi kenapa Mama sama Papa bertemu sama Asha?"

"Itu sih salah lo! Ngilang secara tiba-tiba, mana keadaan rumah sakit sepi pula, untung saja gue ketemu sama Mama Papa lo," sahut Asha.

Mawar menggaruk pipinya. "Lagian lo sih nanya ke suster lama."

"Gue nanya juga buat pastiin, gak sabaran banget lo." Asha menatap tajam ke arah Mawar.

"Maaf lah."

"Udah dong debatnya, lanjutin besok aja. Mending kita tidur aja, udah makan juga," lerai Mamanya.

Keduanya langsung mengangguk.

"Tan, besok pagi aku udah mau pulang," kata Asha.

"Loh kenapa gak tunggu orang tua kamu pulang Sha?"

"Aku gak enak Tan, udah tiga hari juga aku nginep di sini. Dua hari lagi orang tuaku pulang Tan," jawabnya.

"Yasudah kalau itu kemauan kamu, tapi kalau kamu mau nginep di sini lagi, kamu datang aja."

"Iya, Tan."

"Sekarang kalian berdua langsung ke kamar buat tidur. Jangan begadang nonton drakor," perintah Papanya.

"Siap!" serentak keduanya.

Mawar dan Asha langsung menaiki anak tangga satu persatu, tanpa bantahan apapun.

Cinta yang Tersembunyi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang