Varen menatap sendu ke arah papan poin. Varen sangat berharap bahwa timnya akan menang, tapi itu hanya sebuah harapan yang tak bisa terkabul. Telinga Varen mendengar seorang murid sekolahnya meremehkan Dimas.
"Orang kek Dimas gitu diajak tanding tim basket. Mana mainnya gak benar pula."
"Mending si Dimas keluar dari tim basket. Gak pantas dia ikut tim basket Darel yang udah kompak dan bagus."
"Gimana kalau kita demo ke coach buat ngeluarin si Dimas?"
"Boleh juga tuh."
Rahang Varen mengeras mendengar kata demi kata terucap dari mulut mereka.
Mereka gak boleh demo ke coach.
Varen melangkahkan kakinya menuju sekelompok murid tadi.
"Maksud lo apa bilang tadi?" tanya Varen.
Mereka lantas menoleh ke arahnya. Satu dari mereka maju menghadap Varen dengan dagu diangkat tinggi.
"Jadi lo dengar perkataan kami tadi? Mau bilang lo sama sahabat lo? Sahabat lo itu memang gak becus main basket!" Murid itu menatap Varen dengan tatapan ejeknya.
"Gak—"
Bug
Varen baru saja ingin membalas perkataan murid tadi, tetapi perkataannya langsung terpotong saat ia mendapatkan bogem mentah dari arah belakang. Tubuhnya langsung terduduk.
"Varen!" Sontak para murid menjerit keras melihat Varen yang dipukul.
"Pengkhianat lo." Dimas tak berhenti memukul Varen.
"Dim, udah." Darel beserta yang lain berusaha memisahkan antara Dimas dan Varen.
"Lepasin gue! Teman kek gini patut gue kasih pelajaran."
Bug
Bug
"Dasar pengkhianat lo!" Dimas memberi bogem mentah secara bertubi-tubi.
Davanka hanya diam memperhatikan dan mendengarkan apa yang diucapkan Dimas.
"Dimas, udah! Malu dilihatin sekolah lain!" Guru beserta Coach mereka ikut turun tangan memisahkan keduanya.
"Lepasin gue! Jangan halangi gue buat bogem pengkhianat kek dia!" Dimas menunjuk ke arah Varen yang sudah lemas tak berdaya.
Dimas memberontak berusaha melepaskan cekalan tangan mereka masing-masing.
"Pengkhianat lo!"
Davanka tak tahan dengan kelakuan Dimas yang sudah keterlaluan. Dia berdiri di tengah-tengah keduanya.
"Stop!"
Davanka menatap Dimas dengan tatapan tajamnya.
"Kenapa lo? Kumat?" tanya Davanka.
"Minggir lo Davanka! Gak usah halangi jalan gue!"
Davanka menatap Dimas dengan nada meremehkan. "Kalau ada masalah selesain baik-baik, bukan kek gini. Jatuhnya lo kek anak kecil yang suka berantem kalau ada masalah sepele," ucapnya.
Para murid lain menatap cengo ke arah Davanka. Baru kali ini mereka mendengar Davanka berbicara sepanjang ini.
"Masalah cewek? Kek gitu aja di permasalahkan. Banyak cewek di luar sana yang mau sama lo bukan Kanya aja." Setelah mengatakan itu Davanka langsung pergi dari sana.
Semua murid langsung menatap Kanya. Tatapan mereka sangat sulit diartikan. Entahlah mereka menanggapi ini seperti apa? Apa mereka harus menatap benci kepada Kanya? Sepertinya itu mustahil. Mereka pasti tidak akan pernah membenci Kanya, karena Kanya itu termasuk most wanted di sekolah ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta yang Tersembunyi
Novela Juvenil"Gue yang terluka, kalian yang bahagia." -Cinta yang Tersembunyi Tak mempunyai perasaan terhadap teman sendiri itu tidaklah mudah, apalagi mereka telah berteman sejak pertama kali menginjak masa putih abu. Dirinya selalu menepis pikirannya jika ia m...