BAB 25

8 4 1
                                    

Pengendara bermotor sedang menjalankan motornya secara ugal-ugalan. Seorang pengendara itu memegang setang motornya dengan kuat, melampiaskan amarahnya. Tujuannya saat ini adalah menuju danau.

Dimas menambah kecepatan lagi agar dia segera sampai ke tempat tujuannya.

Setelah sampai, Dimas langsung membuka helmnya dan turun dari motor.

"Arghh!" jeritnya.

Dimas menatap air danau yang tenang. "Bodoh! Seharusnya lo gak usah emosi!"

"Bodoh, bodoh, bodoh!" Dimas terus mengatakan kata bodoh pada dirinya.

"Nyadar juga lo, kalau sebenarnya lo itu bodoh karena cinta." Dimas menoleh ke arah belakang. Terdapat seseorang dengan seragam olahraga berbeda darinya tengah menatap lurus ke depan.

"Lo? Sejak kapan lo di sini?"

Seseorang itu beralih menatap Dimas. "Sejak lo menyatakan kalau diri lo itu bodoh."

"Menurut gue, lo itu gak usah emosian. Kendalikan emosi lo."

"Mantan manggil sahabat lo aja udah panas, cemen lo," lanjutnya.

Dimas melebarkan matanya. "Lo itu sebenarnya siapa sih?"

Seseorang itu menunjukkan dirinya, sebelum dia terkekeh. "Gue? Gue manusia lah. Gak lihat lo kalau gue berwujud manusia gini?"

Dimas memutar bola matanya. "Maksud gue, kok lo tahu sih semua tentang gue?"

"Jelas tahu lah. Gue 'kan cenayang," celetuknya.

"Gue serius!"

"Mau banget lo diseriusin gue," kekehnya.

Dimas malas menanggapi nya lagi. Dia mulai menduduki diri di bawah pohon. "Jangan bilang kalau lo mau ngikutin gue." Dimas menunjuk ke arahnya.

"Sembarangan lo! Orang gue cuma mau duduk sama ngadem. Suuzan lo."

Tak ada lagi yang bicara di antara mereka berdua. Keduanya saling larut dalam pikiran masing-masing.

Dimas menolehkan kepalanya menghadap ke orang itu.  Ia melihat penampilan orang itu dari atas sampai bawah. Pakaiannya cukup rapi dibanding dia.

Keknya gue kenal deh sama pakaian olahraga ini. Dimas mulai mengamatinya lagi.

Orang itu menoleh pada Dimas, alisnya ia angkat sebelah. "Kenapa lo? Natap gue segitunya, mana diamati pula. Ada yang salah sama penampilan gue?"

"Gue tahu!"

Orang itu mengerutkan keningnya bingung. "Tahu apa lo?"

"Lo anak SMA Angkasa 'kan?"

"Iya," jawabnya.

"Pantesan lo tahu semua tentang gue." Dimas beralih menatap ke arah danau.

"Gak semuanya gue tahu tentang lo."

Dimas hanya diam menunggu kata yang keluar selanjutnya. "Yang gue tahu lo sama sahabat lo berantem gegara satu cewek."

"Gue sama Varen gak berantem. Cuman gue yang orangnya emosian," ujarnya.

"Mangkanya emosi itu harus dikendalikan. Lo tahu gak sih?"

Dimas menggelengkan kepalanya dengan enteng. "Gak."

"Gue belum selesai ngomong," gerutunya.

"Yaudah lanjutin aja." Dimas kembali diam.

"Gue pernah punya sahabat kayak lo. Dia itu satu frekuensi sama gue, malahan udah gue anggap saudara. Dulu gue sama dia berantem gegara satu cewek, sama kek lo."

Cinta yang Tersembunyi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang