BAB 07

21 8 1
                                    

Dimas melangkahkan kakinya menuju kelasnya, kedua tangannya ia masuki ke dalam saku celana. Tatapannya menatap serius ke depan. Sepertinya dia tak ingin diganggu saat ini.

"Dimas!"

Langkahnya terhenti saat seseorang memanggil namanya. Dimas masih berdiam di tempat, tanpa menoleh sedikit ke arah belakang.

"Dim, gue mau bicara sama lo." Tangan Varen menepuk pundak kanan Dimas itu.

"Gue sibuk," jawabnya.

Varen berdecak pelan. "Sibuk apaan lo? Biasanya setiap hari lo bilang bosan mulu."

"Ayolah Dim, lima menit aja deh, keburu bel nanti," lanjutnya.

Dimas berdehem tanda ia setuju.

Varen mengembangkan senyumnya, akhirnya Dimas mau diajak bicara. Tangannya menarik lengan kanan Dimas, kaki jenjangnya berjalan mendahului Dimas. Dia mengajak Dimas ke lorong yang lumayan sepi, agar tak ada mendengar ucapan mereka.

Dimas melepaskan tautan tangan Varen pada lengannya. "Sorry gue narik lengan lo ke lorong sepi." Varen memberi alasan mengapa dirinya menarik lengan Dimas.

"Mau bicara apa lo?" tanya Dimas tanpa basa-basi.

"Lo ada masalah?"

Dimas menggelengkan kepalanya. "Gak ada."

"Terus, kenapa lo mendadak jadi diam gini? Tadi juga lo ketus sama gue." Matanya menatap manik mata Dimas itu.

Dimas memutar bola matanya malas. "Gak usah pura-pura gak tau deh lo."

Pernyataan Dimas sukses membuat Varen menaikkan alis sebelahnya. "Maksud lo apaan?" Varen benar-benar tak mengerti apa maksud Dimas.

"Gue putus."

"Pu-putus? Putus sama Kanya?" Varen menutup mulutnya menggunakan telapak tangannya.

"Dan itu gara-gara lo!" bentaknya. Napasnya memburu menahan amarah.

Varen semakin tak mengerti pernyataan Dimas itu. Apa hubungannya dia putus sama Kanya yang notabene teman Rinda sekaligus tim cheers. "Terus hubungan sama gue apa?"

"Karena lo playboy." Tiga kata keluar dari mulut Dimas itu mampu membuat otak Varen berpikir.

"Gue tau, kalau gue playboy. Masalahnya itu apa? Lo masalah kalau gue playboy? Terus gue merasa kalau gue gak pernah deketin pacar lo itu, ralat mantan lo."

Dimas semakin mengeraskan rahangnya kuat, berusaha menahan amarahnya. "KANYA ITU SUKA SAMA LO!" bentaknya dengan nada tinggi. Untung saja mereka bicara ini di lorong yang sepi, jadi tak ada yang mendengar bentakan Dimas.

"Lo selalu emang gak pernah deketin Kanya, tapi lo pernah baperin dia. Kanya itu orangnya baperan ditambah lo yang selalu tebar pesona." Dimas memejamkan matanya, menahan agar dia tak menonjok wajah Varen itu.

"Dasar PHO!" Setelah mengatakan itu Dimas langsung pergi dari hadapan Varen, tanpa meninggalkan sepatah kata.

Otaknya masih mencerna perkataan Dimas tadi. Suka? Kanya suka sama dirinya? Hanya di baperin gitu aja langsung suka? dirinya mengakui bahwa ia pernah baperin Kanya lewat gombalan, tapi kan dia hanya bercanda. Kenapa Kanya menganggapnya sangat serius.

Varen masih mematung di tempat, dirinya masih tak percaya dengan kejadian ini. Kakinya mulai melangkah dengan lunglai meninggalkan lorong sepi ini.

***

Bel pulang sekolah telah berbunyi. Darel mengambil tasnya yang ada di atas meja. Matanya melihat Dimas bersiap untuk pulang. Perkataan Varen soal Dimas terngiang di otak Darel. Darel melihat keduanya saling berdiam-diaman, padahal posisi mereka saat ini berdekatan.

Cinta yang Tersembunyi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang