BAB 02

89 24 110
                                    

Mawar harus terpaksa bolos pada jam pelajaran pertama. Kini Mawar sudah berada di dalam kelasnya dengan keadaan kelas yang rusuh, saat ini kelasnya sedang jamkos. Jamkos adalah hal yang disukai oleh para murid. Lihat saja kini kelas sudah seperti kandang kambing, sangat berantakan. Kursi sudah tak tau di mana tempatnya lagi, meja sudah tak tersusun lagi dan telapak meja guru dijadikan sebagai mainan oleh para lelaki kelas ini.

Mawar membenamkan wajahnya dengan tumpuan tangannya, wajahnya sangat lelah. Ia ingin tidur sebentar saja tetapi, kerusuhan dan kebisingan di kelasnya membuat Mawar mengurungkan niatnya untuk tidur. Kepalanya menoleh ke arah samping, tidak ada orang. Kemana pergi temannya itu? Mawar mulai bertanya kepada teman, yang duduk di sebelahnya itu.

"Kalian lihat Asha gak?" tanya Mawar.

Salah satu dari mereka menyahut pertanyaan Mawar tadi, "Asha pergi keluar, gak tau kemana," katanya sambil mengangkat bahunya itu.

Mawar beranjak dari duduknya dan berjalan menuju pintu kelasnya itu, dengan kaki yang sedikit pincang. Sesekali dia meringis pelan saat kakinya terasa sakit.

Sial, hari ini gue benar-benar sial, batinnya menggerutu dalam hati dengan perasaan dongkol.

Langkah kaki Mawar langsung terhenti, ketika lelaki di kelasnya ini sedang menertawakan dirinya. "Neng Mawar, kenapa jalannya pincang?" Zivan—sang ketua kelas bertanya dengan mulut yang masih tertawa.

"Aduh Neng, kalau sakit itu ke uks. Jangan di sini atuh, entar tambah sakit loh," sambungnya.

"Maw, mau di bantuin gak? Entar aku angkat kamu ala bridal style seperti di drakor-drakor itu loh." Teman Zivan yang satu itu tengah menggoda dirinya, dengan alis di naik-turunkan.

Mawar menatap sinis ke arah kawanan lelaki itu. Kakinya itu sedang sakit, bukannya di tolong malah dijadikan sebagai bahan candaan. "Diam deh lo semua!" bentaknya.

Zivan yang mendengar bentakan dari Mawar bukannya malah diam, malah menertawakan dirinya semakin kencang. "Sakit perut gue ketawa mulu." Zivan memegangi perutnya yang terasa sakit itu, air matanya kini sudah keluar sedikit.

Mawar semakin melihat Zivan dengan tajam, seolah-olah dia tengah membenci ketua kelasnya itu. Mawar tidak suka dengan Zivan dijadikan ketua kelasnya, ia sempat heran kenapa wali kelasnya memilih Zivan sebagai ketua kelas yang jelas-jelas biang kerok di kelasnya.

"Udah ges, udah. Entar Neng Mawar nangis loh." Zivan mulai meredakan tawanya ketika melihat tatapan tajam Mawar itu.

Mawar tak menghiraukan ucapan ketua kelasnya itu, ia melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. Mawar berpapasan dengan Asha yang hendak ingin masuk ke kelas.

"Mawar kaki lo kenapa?" tanya Asha dengan wajah syok nya itu.

"Kaki gue keseleo."

Asha langsung melotot sempurna ketika mendengar jawaban Mawar. "Serius?! Kenapa gak bilang lo tadi. Ck, ini sih salah gue yang gak merhatiin jalan lo tadi pas masuk kelas."

Mawar memutar bola matanya malas, apakah harus dirinya bilang ke Asha kalau dia tadi jatuh? Dia tidak lebay kali, walaupun kakinya sakit tapi dia tak mau menyusahkan orang lain kecuali orang tuanya. "Apasih lo, kek gini aja gue harus bilang."

"Harus! Lo harus bilang kalau sedang sakit, pokoknya gue akan obati kaki lo yang keseleo itu."

"Gak, gue gak mau," bantahnya.

Asha tetap kekeh ingin membawa Mawar ke uks, ia semakin membujuk Mawar dengan rayuan nya itu. "Ayolah Maw. Gue janji bakal traktir lo es krim yang banyak. Lagian nih ya Maw lo juga untung kalau ke uks, kaki lo gak memar kalau di kompres. Nah, gue tadi lihat kaki satunya bentol-bentol merah tuh, yaudah sekalian kita obati."

Cinta yang Tersembunyi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang