Di sebuah rooftop gedung, Alza berdiri memandangi kota di malam hari yang terlihat ramai dengan cahaya lampu dari kendaraan. Hawa dingin malam itu tak membuatnya bergetar. Ia justru menikmati hawa yang menusuk tulang itu.
"Kamu sudah tahu harus memihak siapa, kan? Kak Sofiee...." ucap Alza dengan sebuah senyuman kecil yang terbingkai di sudut bibirnya.
Seorang gadis muncul dari kegelapan, mendekati Alza dan ikut menatap kota malam itu. Ia terdiam sambil menghirup udara malam, netranya beralih menatap bulan yang ada di atas, terlihat sangat terang dan indah.
"Jangan panggil aku 'kakak'."
"Oh ayolahh... Masa aku nggak diakuin adek," balas Alza cemberut. sedangkan Sofiee terus diam tak berniat membalas dan hanya menatap dingin pada pria yang ada di sampingnya.
"Kamu tidak berniat menghabisi mereka?" tanya Sofiee datar. Alza menatap kakak tirinya sesaat lalu beralih pada keramaian jalan di bawah sana.
"Aku nggak sebodoh itu, untuk sekarang aku cuman bisa pake sistem senggol bacok aja," balas Alza dengan senyuman kecil.
"Yahhh... Peringatan sambil olahraga lah, ya," sambung Alza lagi lalu berbalik pergi.
Sofiee hanya diam mendengar itu. Ia masih menikmati pemandangan indah yang berada jauh di bawah sana. "Anak muda itu... Tolong jaga dia baik-baik. Aku akan jadi bayangan malammu."
Alza menoleh seketika. Punggung gadis itu sudah menghilang dari tempatnya, menyisakan rooftop yang sepi dan senyap. Ujung bibir Alza melengkung tersenyum kecil lalu kembali berjalan sambil memakan permen karet yang ia simpan di sakunya.
"As you wish..."
---
Cafe terasa sangat ramai pagi itu, akhir pekan membuat beberapa orang memutuskan untuk datang ke kafe dan menghabiskan harinya bertemu sahabat, meeting, dan juga bersantai menikmati hari libur. Tapi tidak dengan 3 barista yang ada di dalamnya, mereka sangat sibuk hari itu.
"Ann ini ada tambahan 3 Kitten Cappucino sama 4 Puppy Cappucino, ya," ucap Via sembari menempelkan kertas list di dinding meja.
Ann hanya mengangguk dan segera menyelesaikan beberapa pesanan. Ia juga sama sibuknya terlebih hampir semua yang datang memesan cappucino buatannya.
Ann hanya bisa menghela napas pasrah melihat keramaian ini. Ia juga sedikit kelelahan berkat Alva yang tak membiarkannya tidur semalaman. Beberapa kali ia duduk ketika pinggangnya terasa nyeri.
Diam-diam Via menyadari perilaku rekannya yang sering duduk dan terlihat lesu. "Ann, ada apa?"
"Nggak," balas Ann singkat. Tak lama lengannya disenggol.
"Kamu keliatan pucet, lagi sakit, ya?" tanya Via sambil menyentuh kening Ann. Sontak ia menghindar dan menepis tangan gadis itu pelan.
"Nggak papa, cuma lemes aja."
"Serius? Kalau nggak enak badan istirahat dulu, jangan dipaksain," balas Via lagi dengan wajah khawatir.
Via sadar Ann lebih pendiam hari ini. Meskipun pemuda itu jarang bicara yang tidak perlu, tentu ia tahu bagaimana kebiasaan rekan kerjanya.
"Aku kelarin ini dulu," balas Ann kembali fokus membuat pesanan. Via hanya menghela napas pasrah melihat rekan kerjanya yang cukup keras kepala.
"Okelah, nanti langsung kebelakang aja ya, kalau ada apa-apa bilang aja," balas Via lalu kembali ke meja kasir, melayani beberapa pelanggan yang datang.
Sampai malam tiba, kafe tetap ramai dan padat. Ann yang tidak sempat beristirahat langsung meletakkan kepalanya di meja setelah menyelesaikan pesanan terakhir. Helaan napas panjang terdengar membuat Via kembali menatap pemuda itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm not Enigma [TERBIT]
Lãng mạnAnn, seorang pembunuh bayaran yang beralih profesi menjadi barista, tetapi diam diam ia bekerja lagi dengan seorang Enigma berbahaya bernama Alva Edison, kerjasama yang dibangun secara sepihak ini membuatnya harus memutar otak untuk menolak setiap m...