25. Missing Cracks: Threat

4.9K 384 0
                                    

warning dulu yahhh...
bakal ada pendeskripsian adegan sadis dichapter ini, jadi silahkan persiapkan diri dulu ya atau langsung skip aja nda papa, hehe...

---

Ann berjalan dengan riangnya di sebuah lorong gelap. Ia berjalan lurus dengan langkah mantap sambil membawa dan memainkan pisau berdarah yang ada di kedua tangannya. Tak lama, ia berhenti berjalan dan menatap langit-langit lorong.

"Alva—"

"Sttt... Jangan berisik," bisik Reo pelan, Ann yang mendengar itu langsung terdiam menatap malas sambil memalingkan wajahnya kesal.

"Alva di atas," ucap Ann sambil menunjukkan ke langit-langit.

Reo dan Alza diam menatap langit-langit lorong sesaat lalu saling bertatapan, perhatian mereka beralih pada pemuda itu.

"Tau dari mana?" tanya Alza.

Ann diam memandang ke arah lain. "Alva yang manggil~" balasnya dengan senyuman kecil.

Mendengar itu Reo diam sejenak. Ia kembali teringat dengan ucapan Ann pagi tadi, saat pemuda ini berkata bahwa Alva menjemputnya. Tetapi handphone milik Alva tertinggal, jelas mereka tak memiliki alat komunikasi sama sekali saat itu.

"Apa maksudmu kamu dipanggil?" tanya Reo penasaran.

"Mmm... Nggak tau, aku cuman ngerasa Alva ada di sana, liat tuh! Padahal tadi ngusir aku, sekarang minta dijemput, liat aja kalo nggak ngasih aku wine, kugorok leher dia nanti!" gerutu Ann sambil menggenggam erat pisau di tangannya dan merajuk bak anak kecil.

Reo dan Alza bergidik mendengar itu sebab mereka tahu sosok pemuda yang ada di hadapan mereka ini tak sepolos sikap dan kata-katanya.

"Manggil tadi maksudnya ikatan batin?"

"Sepertinya begitu, tetap siaga," balas Reo dan langsung diangguki oleh Alza.

Mereka berjalan pelan mengikuti Ann dengan sangat hati-hati. Lorong panjang ini membuat mereka selalu was-was dengan apa yang akan muncul dari kejauhan itu.

"Btw, ada informasi apa?" tanya Alza dengan suara pelan.

Reo diam sejenak, ia masih menatap lorong gelap di depannya dan juga Ann yang berjalan tenang sambil memainkan pisau di tangannya. Tak lama Reo beralih menatap Alza.

"Amunisinya hilang."

"Hah? Kok bisa?"

"Kemungkinan diambil Alva."

"Lah, buat apa? Dia mau bunuh diri?" tanya Alza bingung.

Hening seketika, Reo diam tak membalas lagi. Tangannya mengerat pada grips senjata. Ada raut geram yang tergambar jelas diwajahnya.

"Dia... Diancam."

Beberapa waktu yang lalu, di vila keluarga, sang Bunda dan Xici tengah duduk di sofa ruang tamu, mereka diam menonton televisi dan memakan popcorn.

"Tumben kakak-kakakmu belum pulang, mau lembur lagi, ya?" ucap sang Bunda dengan wajah cemas saat melihat suasana di luar vila yang sudah gelap.

"Mungkin ada urusan di kantor Bunda. Kak Reo aja tadi malam nggak tidur loh semalaman," balas Xici sambil mengganti saluran televisi.

Sang Bunda diam sejenak, ada raut khawatir yang tergambar jelas di sana. "Perasaan Bunda nggak enak ya, Alva sama Ann tumben banget mau tinggal di vila. Bunda takut kalau Alva pergi kerja, Ann jadi kesepian."

"Tenang Bunda, Kak Alva nggak mungkin mau jauh-jauh dari kakak ipar. Kan Bunda liat sendiri waktu kakak ipar hamil mereka nempel mulu," bisik Xici pada kalimat terakhirnya dengan tawa manis khasnya.

I'm not Enigma [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang