Sampai di area laboratorium, Alva langsung memarkirkan mobilnya dan bergegas masuk. Ia berjalan setengah berlari melewati lorong yang terasa lebih panjang dari biasanya. Sampai di belokan terakhir, ia melihat Alza berjongkok di sisi lorong. "Alza, Ann kenapa?"
Sontak Alza berdiri, mendekat cepat dan memukul dengan sangat kasar. "Berengsek, kamu meniduri Ann tanpa pengaman, hah?"
Alva terdiam seketika. Wajahnya memerah mendengar Alza mengatakan hal vulgar dan kasar seperti itu. "A-aku pakai pengaman ... kemarin."
"Kemaren?! Sudah ada sejak lama tapi kamu baru memakainya kemarin? Goblok!" bentak Alza kesal sambil menendang kaki Alva.
Jelas Alva mengaduh sakit, ia juga terperanjat ketika melihat Alza hampir memukulnya lagi. Alza terlihat sangat geram, ia menggenggam kedua tangannya yang ingin meremas wajah polos saudara kembarnya itu.
"Astaga, aku pikir kamu hanya polos tapi ternyata goblok juga."
Alva menelan salivanya kasar, jujur ia takut melihat Alza kesal, baru kali ini ia melihat saudaranya seperti ini. "A-ada apa? Ann kenapa?"
Decakan Alza kembali membuat Alva terkejut. Ia langsung mundur menjauh, tak lama Alza bersuara. "Sialan, sana tanya sendiri sama Ayah! Aku tidak mau tahu lagi!" kesalnya lalu pergi begitu saja.
Alva menelan salivanya kasar. Ia sedikit ragu untuk masuk dan menanyakan apa yang terjadi pada sang Ayah. Setelah mempersiapkan diri, ia membuka pintu laboratorium. Sang Ayah sedang berdiri menatap beberapa lembar kertas, dan Ann sedang duduk sambil memainkan handphone di atas brankar medis. Menyadari Alva sudah datang, sang Ayah langsung mendekat sambil menarik putranya keluar ruangan.
"Alva," panggil sang Ayah pelan.
Yang dipanggil diam menatap tegang. Ia bingung dengan apa yang sudah terjadi di laboratorium. "Ayah, ada apa?"
"Apa kamu benar-benar serius dengan Ann?" tanya sang Ayah.
Alva diam sesaat. Ia merasa pertanyaan semacam itu terus menghantuinya akhir-akhir ini. Meskipun ia tahu semua ini hanyalah kontrak, tapi selalu ada hal lain yang membuatnya ingin terus mempertahankan kontrak ini.
Setelah memikirkan dengan baik, akhirnya Alva mengangguk pelan. Ia berniat untuk mencoba mempertahankan kontrak ini selama yang ia bisa. "I-iya, aku serius. Tapi ada apa dengan Ann, apa dia baik-baik saja?" tanya Alva balik. Ia masih penasaran dengan perihal yang membuat Ann datang ke laboratorium.
Sang Ayah menghela napas lega dan kembali menatapnya. "Syukurlah, Ayah harap kamu bisa menjaganya baik-baik ya, Ayah ikut senang mengetahui hal ini," ucap sang Ayah tersenyum kecil lalu masuk ke dalam laboratorium. Tak lama, sang Ayah keluar lagi mengantar Ann keluar. Belum sempat Alva bertanya, Ann sudah menariknya lengannya.
"Ayo pulang."
Beberapa waktu berlalu, kini mobil Alva sudah memasuki jalan kota.
"Mau ke mana?" tanya Alva. Yang ditanya diam sejenak, Ann menoleh keluar kaca mobil dan menunjuk sebuah supermarket.
"Ke sana, sehabis dari sana langsung ke apartemenku."
Alva mengiyakan, mereka langsung menuju supermarket itu. Sampai disana, Ann langsung berjalan membawa keranjang belanjanya sendiri dan Alva tetap mengambil troli untuk membeli kebutuhan di vila pribadinya. Akan lebih aman menyimpan lebih banyak bahan karena sekarang mereka sering tinggal di sana.
Alva berjalan terpisah dengan Ann. Pemuda itu sudah lari duluan bahkan sebelum masuk ke supermarket. Ia membiarkan Ann berkeliling mencari apa yang diinginkannya. Setelah berjalan cukup lama akhirnya Alva menemukan bayangan pemuda itu. Buru-buru ia mendekat agar tidak kehilangan lagi. Ternyata Ann terpaku pada sebuah pita kecil berwarna pink.

KAMU SEDANG MEMBACA
I'm not Enigma [TERBIT-edisi revisi]
RomanceAnn, seorang pembunuh bayaran yang beralih profesi menjadi barista, tetapi diam diam ia bekerja lagi dengan seorang Enigma berbahaya bernama Alva Edison, kerjasama yang dibangun secara sepihak ini membuatnya harus memutar otak untuk menolak setiap m...