"Voorh, liat nih," ucap Raven dengan senyuman kecil. Pria itu masuk ke ruang yang penuh dengan alat-alat lab dan berkas, dr. Voorh menoleh pelan saat ada yang memanggilnya.
"Resepnya udah dapet. Mau kamu coba, hm?" ucap Raven sambil memainkan sebuah map ditangan, dr. Voorh tersenyum kecil melihat pria itu masuk.
"Sudah selesai?"
"Iyup, harusnya dia begini dari tadi. Bikin lama aja," desis Raven malas sambil menyerahkan map itu.
Tapi belum sempat dr. Voorh mengambilnya, map itu ditarik lagi. Terlihat ada maksud lain di wajah Raven saat hendak menyerahkan map itu.
"Mau sesuatu?" tanya dr. Voorh.
"Tentu saja, aku mau mengambil orang tua itu dan jangan ikut campur urusanku dengannya," ucap Raven dengan senyuman kecil.
Dr. Voorh diam sejenak. Tak lama ia mengangguk pelan. "Terserah kamu, lagipula aku sudah tidak punya urusan lagi dengannya."
"Oke deal, nih," balas Raven tersenyum puas sambil menyerahkan map itu.
Dr. Voorh langsung menerimanya dan membuka map itu. Ada lekukan kecil yang terlukis di wajahnya.
Raven yang melihat itu ikut tersenyum singkat lalu keluar setelah mengambil kunci mobil di meja dan pergi dari ruangan itu, meninggalkan dr. Voorh bersama isi map yang tertulis sebuah resep pembuatan anti-Enigma.
Dr. Voorh membuka dan menatap tulisan di sana. Tak lama ia meletakkan map itu dan melirik pada sisi meja yang terdapat beberapa permen kecil di sana. Senyuman terulas saat ia menatap permen permen kecil itu.
Tak lama ia mengambil beberapa permen kecil itu lalu memasukkannya ke dalam sakunya. Ia keluar dari ruangan itu dan masuk ke ruangan lain. Jejeran meja-meja dan peralatan laboratorium berserakan dengan beberapa amunisi anti-Enigma yang sudah terbongkar.
Dr. Voorh berhenti di sebuah meja kosong dan membuka lacinya lalu mengambil sebuah benda dari dalam sana dan memasukkannya ke dalam saku.
"Sudah waktunya menyingkirkan pion yang tersisa."
---
Hawa dingin, langit gelap dan malam yang sudah sangat larut, sinar bulan terlihat begitu cerah dan menerangi jalan raya malam itu. Sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi melalui jalan-jalan sepi sampai mobil itu berhenti mendadak dengan suara decitan rem yang nyaring.
Bekas goresan yang cukup panjang terlihat di jalan yang sepi itu. Mobil Alza berhenti dengan sosoknya yang ada di dalam sana. Pria itu ia menangis sambil menyandarkan kepalanya pada steering wheel.
Alza menutup matanya berusaha menenangkan diri. Ia mengusap hidungnya yang mengalirkan darah. Bekas tamparan kakaknya masih terasa nyeri. Ia hanya bisa terdiam mengingat bagaimana ia dihajar hanya karena beristirahat sejenak. Ia bahkan tidak pernah tahu hal ini akan terjadi.
Alza menghela napas pelan sambil terus menutup matanya. Kesunyian malam itu membuat pikirannya kosong. Sampai tiba-tiba ia tersentak kaget saat sadar ada yang mengetuk jendela mobilnya dari luar. Ada sosok yang ia kenali di luar sana, buru-buru ia keluar dari mobilnya menghampiri orang tersebut.
"Pak Voorh?"
"Alza, aku minta maaf," ucap dr. Voorh sambil memeluk. Tentu Alza bingung kenapa tiba-tiba dokter ini memeluknya dan berkata seperti itu.
"Pak Voorh? Ada apa ini?" tanya Alza bingung. Tapi dr. Voorh hanya terdiam sambil mengusap wajahnya. Tentu ia langsung meringis sakit saat bekas tamparan itu diusap dan semakin terasa perih.
"Ini kenapa, Nak?"
"Eh, nggak Pak, nggak papa," balas Alza pelan sambil memalingkan wajahnya dan menutupi bekas kemerahan itu dengan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm not Enigma [TERBIT]
RomanceAnn, seorang pembunuh bayaran yang beralih profesi menjadi barista, tetapi diam diam ia bekerja lagi dengan seorang Enigma berbahaya bernama Alva Edison, kerjasama yang dibangun secara sepihak ini membuatnya harus memutar otak untuk menolak setiap m...