Ustadz Saifullah Zain, Lc hafidzahullah pernah berkata, "Ilmu adalah ruhnya hijrah."
Ilmu adalah ruh dari perubahan itu sendiri, karena proses perubahan dan terus bertahan di atas perubahan itu saat banyak tantangan yang datang, membutuhkan alasan yang kuat, dan alasan yang kuat tersebut diperoleh melalui ilmu.
Orang yang memilih berubah ke arah yang lebih baik atau bergerak move on meninggalkan hal buruk di masa lalu, tidak hanya berubah secara penampilan atau berubah secara tindakan yang didasarkan pada pemikiran pribadi, tapi semuanya membutuhkan landasan ilmu.
Bagaimana cara menyikapi diri saat jatuh cinta?
Bagaimana Islam memandang cinta?
Bagaimana cara move on?
Bagaimana cara merealisasikan cinta dengan baik dalam Islam?
Bagaimana cara hidup ideal sebagai seorang muslim?
Bagaimana memanfaatkan usia atau masa mudamu dengan sebaik-baiknya? dan lainnya.
Semuanya membutuhkan ilmu.
Bagaimana kamu bisa mendapatkan ilmu untuk menjadi landasan dari perubahanmu? Tentu, hadir di majelis ilmu atau kajian-kajian ilmu syari atau ilmu agama.
Karena sekali lagi aku katakan, memilih untuk berubah itu mudah, tapi bertahan di atas perubahan itu yang membutuhkan perjuangan keras. Cara mempermudah perjuangan itu adalah senantiasa mengecas semangat melalui majelis-majelis ilmu. Sehingga perubahan tidak hanya bersifat sementara, tapi bersifat konsisten bahkan mengalami kemajuan terus menerus. Bukan justru sebaliknya.
Ilmu itu adalah sesuatu yang mulia. Saking mulianya ilmu, semua yang berkaitan dengannya menjadi mulia. Baik pada majelis ilmu, orang yang mengajarkan ilmu, dan orang yang menuntut ilmu itu sendiri. Sehingga dalam Islam, menuntut ilmu adalah suatu kewajiban.
"Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim." (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan Ibnu Majah no. 224)
Ilmu yang dimaksud dalam hadits ini adalah ilmu agama. Ilmu yang bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah menurut pemahaman para sahabat Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam, yang disampaikan oleh orang-orang yang berkompeten dalam keilmuan agama.
Mungkin kamu merasa ini akan menjadi beban tersendiri, tapi percayalah, kamu tidak harus mengetahui semua hal dalam ilmu agama, karena ilmu itu luas. Ada perkataan, jika kita berikan seluruh usia kita untuk menuntut ilmu, maka ilmu hanya akan memberi setengah dari dirinya. Maka, minimal sebagai muslim, kita harus mengetahui ilmu-ilmu terkait hal-hal wajib, seperti tata cara shalat, berwudhu, hal-hal yang membatalkan wudhu, puasa, zakat, dll. Dan, mengetahui ilmu-ilmu yang berkaitan dengan urusan pribadi, seperti yang menyangkut masalah-masalah pada diri kita. Contohnya saja, hukum pacaran, bagaimana Islam memandang jatuh cinta, cara move on, bagaimana menjalani hidup ini, dll. Sehingga semua ucapan dan tindakan kita di atas ilmu, bukan pemikiran pribadi atau bahkan hawa nafsu.
Imam Bukhari rahimahullah mengatakan, "Ilmu sebelum berkata dan beramal."
Berangkat dari perkataan Imam Bukhari rahimahullah tersebut, maka sudah tidak dapat lagi kamu mengatakan, pengajian itu untuk orang tua berusia 50 tahun ke atas. Karena sebagai manusia, berapapun usia kita, muda maupun tua, sama-sama membutuhkan ilmu dalam menjalani kehidupan di dunia ini.
Lagipula sekarang banyak sekali kajian-kajian anak muda. Konsep pengajian yang dulunya identik dengan ibu-ibu dan bapak-bapak, telah bergeser dan mengalami perubahan yang signifikan.
Zaman semakin maju, banyak pemikiran-pemikiran baru muncul di sekitar, baik yang benar maupun yang menyimpang, perubahan terjadi begitu cepat, maka ketenangan diri dan ilmu adalah suatu hal yang wajib dimiliki oleh aku dan kamu untuk melalui hidup ini dengan sebaik-baiknya dalam pandangan-Nya.
"Tapi, aku enggak punya waktu untuk ke majelis ilmu." Keluhan yang sama yang mayoritas selalu terdengar dari diri. Seakan-akan yang hadir di pengajian adalah orang-orang pengangguran, padahal berapa sih waktu yang dihabiskan di majelis ilmu? Satu sampai dua jam saja. Paling lama dua jam lebih.
Bayangkan kita punya 168 jam dalam satu pekan, masa tidak bisa meluangkan 1-2 jam di majelis ilmu? Minimal satu kali per pekan. Satu kali saja. Masa tidak ada waktu?
Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri hafidzahullah berkata, "Nabi shallallahu alaihi wasallam saja, beliau itu Rasul, umatnya banyak, kepala negara, pemegang kunci baitul maal atau menteri keuangan, panglima perang, itu masih sempat belajar dengan Malaikat Jibril alaihissalam."
Karena ilmu sepenting itu. Jika kita tidak memakai kaca mata Al-Quran dan As-Sunnah sebagai pengatur dari seluruh lini kehidupan, lantas aturan siapa yang dipakai sementara kita mengaku sebagai muslim?
So, datangilah majelis ilmu. Isilah perubahanmu, move on-mu dengan ilmu.
"Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid) membaca Kitabullah dan saling mempelajarinya, melainkan akan turun kepada mereka sakinah (ketenangan), mereka akan dinaungi rahmat, mereka akan dilingkupi para malaikat dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di sisi para makhluk yang dimuliakan di sisi-Nya." (HR. Muslim no. 2699)
Selama ini mungkin kamu mencari ketenangan melalui wisata kuliner, liburan sampai keluar negeri, menerjang maksiat sana-sini hanya untuk melupakan si dia, tapi tidak juga mendapatkan ketenangan. Satu saja kekeliruanmu, kamu tidak mencari ketenangan itu di majelis ilmu. Sehingga caramu masuk ke sebuah permasalahan melalui jalur hawa nafsu, bukan jalur ilmu dan iman.
Mari rubah haluannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
100% Move On (TAMAT)
Espiritual📖Non-Fiksi Part Lengkap Telah merelakan si dia tapi rindu masih membayangi. Telah menerima keadaan bahwa tak bersama lagi tapi masih ada tangis. Telah memutuskan untuk tak saling peduli tapi masih sibuk stalking. Telah mengingat jutaan keburukanny...