Hari demi hari Mingi tak memiliki kesempatan sekalipun untuk mendekati San karena Wooyoung selalu saja berada disamping San, mau dimanapun itu.
Tentu saja itu membuat Mingi semakin merasa jengkel karena melihat kedekatan mereka berdua dan jika terus seperti ini ia tak akan pernah mendapatkan Wooyoung.
Sampai saat dimana San mendapatkan panggilan telepon dari ponsel Wooyoung karena Wooyoung yang tertidur akibat terlalu lelah jadi San lah yang menjawab.
Itu panggilan telepon dari nomor tak dikenal karena tak ada nama disana, tapi San tetap menjawabnya mengingat Wooyoung sempat memesan makanan.
San mengira jika panggilan telepon itu dari pengantar makanan. Tapi nyatanya tidak, ia tertipu, sekarang ia berhadapan dengan Mingi yang ada didepan sana.
"Akhirnya aku bisa berduaan denganmu tikus kecil. Apa kau tak merindukanku?"
San menghela nafasnya pelan, ia sudah meninggalkan Wooyoung sendirian sekarang, ia takut jika nanti sesuatu hal buruk terjadi pada Wooyoung.
Tapi jikapun ia pergi sekarang, Mingi tak mungkin membiarkannya pergi dengan mudah dan sepertinya dia lah orang yang waktu lalu berada di gang kecil itu.
"Sepertinya kau masih menginginkan Wooyoung."
"Tentu saja, sejak awal dia milikku."
"Omong kosong, kau bahkan hanya terobsesi padanya."
"Apa kau memiliki masalah untuk itu?'"
"Sedikit, itu lah alasan mengapa Wooyoung membencimu. Kau seperti orang gila."
Mingi menggepalkan tangannya mencoba untuk menahan amarahnya karena apa yang dikatakan San itu padanya. Ini bukan seperti apa yang ia harapkan.
Karena ia selalu berhasil membuat semua kucing liar yang Wooyoung pungut itu merasa ketakutan dan pergi meninggalkan Wooyoung. Tapi San, dia berbeda.
"Kau berniat membunuhku dengan pisau itu? sungguh konyol, kau sadar jika kau tak bisa mengalahkanku, itu lah mengapa kau membawa benda tajam sekarang."
Mingi sudah tak bisa menahan rasa kesalnya sekarang, ia melemparkan pisau yang sedari tadi ia pegang. Ia akui San memang lawan yang seimbang untuknya.
San tersenyum tipis melihat Mingi yang merasa kesal disana, meskipun ia tetap bisa melawan Mingi yang memegang pisau itu, tapi itu akan sedikit menghambatnya.
"Karena aku harus cepat kembali pada Wooyoung."
—
Wooyoung sedikit meregangkan badannya dan membuka matanya, hal pertama yang ia sadari adalah ia tak melihat San disini. Itu cukup membuatnya terkejut.
Karena San tak biasanya pergi sendirian tanpa dirinya. Ia mencoba untuk keluar dari van tapi tubuhnya benar-benar mati rasa karena perbuatan San sebelumnya.
"Sial!!"
Wooyoung mengambil ponselnya berniat untuk menelpon San tapi ia sadar jika San tak memiliki ponsel karena dia selalu menolak tak ingin menggunakan ponsel.
Ia sedikit mengerutkan dahinya melihat ada panggilan masuk beberapa menit yang lalu dan ia tau betul nomor siapa itu, ia menghapusnya tapi tak memblokirnya.
"Apa San pergi karena panggilan telepon ini?"
"Mingi bajingan sialan!"
Wooyoung mengalihkan pandangannya saat mendengar suara pintu van yang terbuka, ia mengira jika itu adalah San, tapi ternyata bukan, ia tak mengenalinya.
Pria itu menodongkan pisau padanya, itu cukup membuatnya gemetar karena takut. Ia tak bisa melarikan diri, ia tak bisa menggerakkan tubuhnya karena takut.
"San..."
Wooyoung meremas kuat bajunya karena merasa takut, ia sedikit melirik mencari sesuatu yang keras dan sekiranya bisa ia lempar pada orang tak dikenal itu disana.
Wooyoung mengambil botol berisikan bensin itu, dengan cepat ia membuka botolnya dan menyiramkan isi bensin tersebut pada wajah pria tak dikenal itu.
Ia langsung berlari keluar dari van mobil mengabaikan rasa sakit pada selangkangannya dengan sesekali ia menatap kebelakang melihat orang itu.
"Sial! padahal aku sudah menyiramkan bensin pada wajahnya."
"Tapi kenapa dia masih bisa mengejarku."
Wooyoung terus berlari sampai ia melihat ada gang sempit diujung sana. Ia berlari kearah gang sempit itu, tapi langkahnya terhenti saat ia melihat ada San disana.
"SAN!!"
San yang sedang bertarung dengan Mingi langsung mengalihkan pandangannya saat ia mendengar suara Wooyoung dari belakang dan benar saja itu Wooyoung.
Wooyoung mulai berlari kearah San dan langsung memeluknya erat, entah ini sebuah kebetulan atau apa tapi ia merasa aman jika sudah bertemu dengan San.
"San, aku tak–"
Wooyoung tersentak saat San tiba-tiba membalikkan posisi mereka dan ia terkejut karena melihat pria tak dikenal itu sudah ada dibelakang San sekarang.
Karena Mingi yang diabaikan, ia mencuri kesempatan mengambil pisaunya kembali untuk menusuk San dari belakang bertepatan dengan datangnya orang itu.
Tapi karena pergerakan San yang tiba-tiba, Mingi yang berniat menusuk punggung San itu gagal dan malah mengenai punggung Wooyoung disana.
Mingi dan orang asing itu sama-sama terkejut karena mereka salah sasaran, orang asing itu langsung kabur begitu saja, sedangkan Mingi masih diam terkejut.
Berbeda dengan Wooyoung, ia sudah menangis kencang karena melihat adanya darah ditelapak tangannya akibat dari tusukan pisau dipunggung San barusan.
"TI-TIDAK! SAN!!"
"San... San!! bangunlah San!!"
Wooyoung menatap tangan San yang juga berdarah disana, sebuah pisau terlepas dari genggaman tangan San. San menahan pisau dari Mingi yang akan menusuknya.
Tangisan Wooyoung semakin menjadi melihat San yang menutupkan matanya itu disana. Wooyoung memeluk kepala San dengan erat, hatinya terasa sangat sakit.
"San aku mohon buka matamu..."
"Kau tak bisa meninggalkanku San."
"Kau mencintaiku bukan?"
Wooyoung merasa sesak nafas dan tak bisa menghentikan tangisannya merasakan darah dari punggung San terus mengalir keluar. Sampai akhirnya ia pingsan.
"San..."
KAMU SEDANG MEMBACA
DJANGO : Sanwoo/Woosan
Fiksi PenggemarWooyoung memungut kucing liar yang ia temui dipinggir jalan, ia menjadikannya sebagai petinju lepas untuk dapat menghasilkan uang dan San rela melakukan apapun untuk Wooyoung karena munculnya perasaan pada managernya itu. - San : Dominant Wooyoung :...