Wooyoung membuka matanya, bau obat begitu menyengat. Ia mengedarkan pandangannya, ia berada dirumah sakit dan untuk sesaat ia sadar jika San tak ada.
Ia dengan cepat beranjak dari tidurnya dan berjalan keluar mencari San. Tangisan Wooyoung kembali menjadi saat ia tak juga menemukan San dimanapun.
Wooyoung berjongkok, menenggelamkan wajahnya itu dilipatan tangannya. Ia terus menangis tanpa henti mengingat bagaimana San yang tak sadarkan diri itu.
"San..."
Seorang suster menghampiri Wooyoung yang masih menangis disana. Ia ikut berjongkok dan mencoba menenangkan Wooyoung, ia mengusap punggungnya.
"Apa kamu mencari pasien yang bernama San? aku dapat mengantarkanmu kesana."
Wooyoung mengangkat kepalanya melihat suster yang berada dihadapannya itu disana. Ia hanya mengangguk menjawab apa yang dikatakan suster tersebut.
Wooyoung menatap kedalam ruangan saat mereka sudah sampai dikamar inap San. Hatinya benar-benar terasa sakit melihat San yang berbaring seperti itu disana.
"Dokter disini sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkannya."
"Tapi karena ini hanyalah rumah sakit kecil, alat medis disini kurang memadai."
"Dokter berkata jika dia tak bisa menjamin keselamatan pasien."
Wooyoung hanya mengabaikan apa yang dikatakan suster itu, ia memilih untuk masuk kedalam kamar San dan berjalan mendekat padanya.
Ia mendudukan dirinya dikursi dengan terus menatap San disana. Ia dapat melihat banyaknya perban yang melilit ditubuh San dan lagi ia kembali menangis.
—
Seminggu berlalu, Wooyoung sudah tak memiliki uang lagi untuk membayar tagihan rumah sakit dan itu membuat ia mau tak mau harus membawa San pergi.
Tanpa adanya alat medis yang membantu San, Wooyoung terus memeluk San didalam van mobil itu. Ia terus menangis karena San tak juga sadarkan diri.
Meskipun ia masih bisa merasakan deru nafas San, itu tak membuatnya merasa lega sedikitpun. Ia benar-benar takut jika ia kehilangan San dari hidupnya.
"San, aku mohon buka matamu."
Wooyoung menangkup wajah San yang terlihat sangat pucat itu disana, ia mengusap wajah San saat air matanya terus berjatuhan ke wajahnya San.
Setelah beberapa jam lamanya Wooyoung menangis, ia sadar akan satu hal, San sudah tak bernafas lagi. Itu membuatnya sangat terkejut dan sesak nafas tiba-tiba.
"San, jangan bercanda seperti itu!!"
"Kenapa kamu menahan nafasmu!"
"Tidak! kau tak bisa meninggalkanku San."
Wooyoung terus menepuk-nepuk pipi San disana, tapi San benar-benar tak bernafas kembali dan saat ia memegang tangan San itu sudah terasa sangat dingin.
"Tidak!! hahahaha sial kau pasti sedang bercanda sekarang bukan?"
"Hentikan candaan itu! itu tak lucu san."
Tangisan Wooyoung semakin menjadi karena San tak juga menjawab perkataannya. Dadanya semakin terasa sesak dan nafasnya juga tercekat.
Nafas Wooyoung tak teratur, pandangan buram karena banyaknya air mata yang menggenang di matanya. Ia meremas kuat dada nya yang semakin terasa sesak itu.
Wooyoung mengalihkan pandangannya mencari sesuatu disana. Ia mengambil botol kaca dan memecahkannya. Ia langsung mengambil serpihan belingnya.
"Itu benar, kita akan terus bersama San."
Wooyoung kembali menangkup wajah San dan mulai mengecup bibir San disana, terasa sangat dingin, biasanya akan terasa hangat. Ia terus meneteskan air matanya.
"Bahkan di neraka sekalipun."
Wooyoung mulai menyayat nadi nya dengan beling itu disana. Ia hanya ingin terus bersama San, tapi mengapa tuhan tak memihak padanya, ini terlalu kejam.
"Aku mencintaimu San."
KAMU SEDANG MEMBACA
DJANGO : Sanwoo/Woosan
FanficWooyoung memungut kucing liar yang ia temui dipinggir jalan, ia menjadikannya sebagai petinju lepas untuk dapat menghasilkan uang dan San rela melakukan apapun untuk Wooyoung karena munculnya perasaan pada managernya itu. - San : Dominant Wooyoung :...