Tanya

417 65 47
                                    

“Lo tiap hari, antar jemput ke sini, Vi?” Pertanyaan Aldo barusan, membuat dirinya yang sedang membalas pesan Chika, mendongak sekilas dan mengangguk.

Mereka memang telah berencana berangkat bersama-sama. Selain hanya Chika yang tahu persis letak gedung pertunjukan tempat Marsha pentas, menonton pertunjukan panggung memang lebih seru jika bersama-sama. Mereka ——kecuali pacar Zafra—— memang memiliki perhatian khusus terhadap pentas-pentas semacam ini. Sehingga tidak jarang, akan ada pembasan tipis-tipis yang kerap mereka diskusikan. Terutama Aldo yang memang tertarik pada seni peran.

Sudah sejak lima belas menit yang lalu mereka duduk di kursi depan kos Chika, menunggu Chika yang sedang berkemas di dalam kamar kosnya. Tidak ada keluhan dari masing-masing bibir. Mereka menunggu dengan tenang. Bahkan, Mutia ——pacar Zafra—— yang kerap menaruh curiga pada Ashel karena pernah beberapa kali membonceng Zafra, terlihat tenang duduk di kursi paling ujung.

“Kak Ma—af,” suara Chika memelan setelah melihat di depan gerbang kosnya cukup ramai.

Perempuan itu terkejut, ternyata bukan hanya Vio yang menunggu di sini, namun juga teman-teman yang wajahnya mungkin tidak terlalu asing bagi Chika, sebab beberapa kali Vio pernah ke kedai bersama teman-temannya.

“Hai!” Sapa Vio kemudian. Ia berusaha memecah keterkejutan Chika.

Perempuan itu hanya tersenyum kikuk, seperti ada rasa tidak enak yang tergambar dari mimik wajahnya.

“Kenapa enggak ngomong kalau sama teman kakak? Aku jadi enggak enak. Maaf ya, kakak-kakak nunggunya lama.”

“Memang lama. Hampir 20 menit. Lagian Cuma nonton drama ini, lama banget dandannya.” Protes salah satu dari mereka dengan nada yang tidak bersahabat.

Mendengar itu, Vio langsung menoleh dan menatap kurang suka. Tidak hanya Vio, hampir semua terkejut atas ucapan Ashel barusan.

“Apa? Benerkan, lama?” Balas Ashel setelah ditatap tak enak oleh semuanya.

“Iya, kak, sekali lagi maaf.” Ucap Chika lirih.

Vio yang berdiri di samping Chika, langsung menggenggam jemari perempuan itu erat, mencegah Chika untuk membungkuk sebagai tanda permintaan maaf.

“Gue juga minta maaf udah bikin kalian nunggu, aturan tadi kalian berangkat duluan aja, Aldo tahu fakultasnya.”

“Yee… santai kali, Vi. Gue tahu, tapi kagak tahu gedung sama ruangannya.”

Tau! Lagian, lo lebih lama kali, Shel,” balas Zafra. “Berapa lama sayang, tadi?” Tanyanya menoleh ke arah Mutia.

“Lupa, pokoknya, hampir dua episode anime yang kamu tonton tadi, Ay. Berapa menit, tuh!” Jawab Mutia.

Jawaban yang membuat Zafra menjentikkan jarinya, karena dianggap mampu memperkuat ucapannya tadi.

“Udah, hei! Nanti telat kalau debat terus.” Lerai Aldo.

Laki-laki itu terlihat tidak ingin Ashel dipojokan.

Vio hanya mengangguk. Kemudian, menarik pelan Chika menuju motornya. Di sana, seperti biasa dia akan memakaikan helm untuk Chika. Namun, kali ini, ia tak langsung memakaikanya. Dia rapikan terlebih dahulu rambut Chika yang perempuan itu kuncir setengah. Dia singkirkan beberapa helai rambut yang lolos dari ikatan.

Ada senyum yang ia lempar. Ada senyum yang ia berikan kepada Chika. Senyum yang ia harap mampu mengubah mimik sendu muka Chika menjadi lebih berseri.

Jari telunjuk dan ibu jarinya, ia sentuhkan ke dagu Chika, agar mata gadis itu, mampu menindih tatap mata hitamnya di sana dengan saksama.

KAPASITAS IKAN MIGRASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang