Tak ada yang bisa Navio lakukan selain tertunduk lesu di kaki ranjang kamar penginapannya. Setelah ia meminta waktu pada Zafra——yang berpindah kamar agar dirinya tak kembali bersiteru dengan Aldo——untuk keluar sejenak memberinya ruang mengobrol dengan Chika di seberang sana, dia tak bisa berkutik, ketika kekasihnya membombardir omelan yang membuat kepalanya semakin pening.
Deretan kalimat khawatir dan kemarahan yang Chika lontarkan masih terus berlangsung sampai saat ini. Entah kenapa, baru kali ini ia merasa muak mendengar celotehan Chika. Perseteruan dengan Aldo, belum usai, tapi ia harus mendengar kemarahan Chika sepanjang mereka melakukan video call. Jika tahu hal ini hanya akan membuat dirinya menahan rasa kesal, ia tak akan mengangkat panggilan dari Chika. Ia akan membiarkan ponselnya berdering tanpa suara hingga esok setelah semua keadaan menjadi lebih baik.
Permasalahannya dengan Aldo belum usai. Bahkan, ketika Zafra membawa mereka berdua masuk kamar untuk menjelaskan semua yang telah terjadi, adu jotos tak dapat dihindari. Zafra sebagai penengah, hanya diam di bibir kasur melihat pergulatannya dengan Aldo di atas keramik putih yang tak dingin. Dirinya tersungkur berulang kali. Dia memang payah dalam berkelahi, sangat payah. Tubuh padat Aldo yang menindih perutnya, hampir saja membuat paru-parunya meledak, akibat sesak yang begitu menekan sebelum Zafra akhirnya menarik Aldo saat melihat dirinya yang sudah hampir kehabisan napas.
Dia terbaring lemas dengan napas terengah-engah untuk waktu yang lama. Membiarkan dinginnya lantai mendekap tubuhnya yang sudah tak karu-karuan rasanya. Bahkan, dia hanya sanggup mengangguk dan menggeleng ketika Zafra menanyakan keadaanya.
Entah kebetulan atau Tuhan memang tengah menyelamatkan nasib pendidikan mereka, tiba-tiba redaktur menghubungi Zafra dan mengatakan ada urusan. Bu Dira dan Bang Ical, izin untuk tak kembali malam ini ke penginapan, karena ada hal yang perlu didiskusikan dengan media-media lain terkait demo tadi pagi.
Vio bisa bernapas lega, setidaknya dia bisa memulihkan tenaga tanpa dikejar waktu. Tubuh yang hanya mampu bernapas itu, ia serahkan pada lelap cukup panjang. Tetap pada posisi yang sama, dia memilih tidur. Berharap ia bangun tidak mengalami demam karena tubuhnya bercumbu mesra dengan lantai keramik dan kipas yang dinyalakan Zafra pada kecepatan paling tinggi.
Tidur panjang yang kemudian terusik karena Zafra menepuk pipinya yang lebam cukup keras. Nyeri yang belum hilang, semakin menjalar membuat kepalanya terasa sakit ketika diangkat. Ada umpatan kecemasan yang Zafra berikan padanya. Umpatan yang hanya ia tanggapi dengan senyum simpul sebelum beranjak untuk membersihkan diri dan mengobati luka-luka di wajahnya.
Luka-luka inilah yang membuat Chika uring-uringan sejak pertama kali ia terima panggilan vidio yang Chika lakukan. Dia tak mengatakan dengan jujur penyebab babak belurnya kepada Chika, yang Chika tahu, ini akibat dari liputannya tadi pagi.
"Chika, udah ya, jangan marahin saya terus. Kepala saya sakit," Vio memohon memohon dengan sangat, setelah rasa kesalnya naik ke atas kepala.
Tapi ia tak ingin memarahi Chika. Ini salahnya yang tak mengindahkan Chika untuk menjaga diri. Ini salahnya membuat situasi yang sebenarnya bisa ia kendalikan jika tak tersulut emosi. Hanya saja, ia benar-benar ingin tenang dulu. Ingin mengurai pintalan kekusutan yang ada di rongga kepalanya terlebih dahulu.
Dia muak sebenarnya menjadi objek kemarahan mereka. Dia muak dituding menjadi sumber masalah. Dia muak disalahkan terus-menerus. Tak bisakah mereka melihat dirinya yang menyedihkan ini melalui bola matanya? Vio merasa terpojok, seolah tak ada seorangpun yang membela dirinya. Ashel menyalahkan dirinya karena mengabaikannya. Aldo marah padanya karena membuat Ashel menangis. Chika memarahinya karena tak becus menjaga diri. Arghh, rasa-rasanya Vio ingin mengerang frustasi. Bukankah semua tuduhan itu bukan serta-merta kesalahannya 'kan? Kenapa semua orang mengacungkan jari ke arahnya dan mengatakan dia adalah pihak yang salah? Vio tak paham.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAPASITAS IKAN MIGRASI
Fanfic"Di dunia yang sempit ini, ia akan terus mencintai tanpa batasan untuk satu orang. Hanya bisa cinta satu orang."