Entah perasaan apa yang sedang memenuhi dadanya sekarang. Bahagianya tak pernah sepenuh ini. Rasanya, seolah di balik tulang rusuk sana, ada yang akan meletup, bak popcorn dalam mesin pemanas.
Dia tak bisa mengendalikan rasa bahagia yang kini sedang membungkus batinnya.
Berulang kali dia mencoba biasa agar tenang dalam tidur malamnya, nyatanya ini bukan hal yang bisa dianggap biasa-biasa saja. Bahkan, ini bisa dikategorikan sebagai salah satu pencapaian luar biasa hidupnya.
Vio benar-benar tak pernah sebahagia ini dalam hal kisah cinta. Kisahnya terdahulu selalu menemui jalan buntu. Kisahnya terdahulu hanya sanggup menoreh pilu. Sampai-sampai, dia merasa bahwa dirinya tak layak dicinta.Kali ini, saat rasa sayangnya pada seseorang mendapat respon yang sangat baik, rasanya begitu melegakan, begitu membahagiakan. Jika ingin berlebihan, dia bisa makan semangkuk nasi hanya dengan lauk senyum perempuan yang ia sayangi.
Memang menggelikan, dia sempat bergidik saat kalimat itu terangkai dalam kepalanya. Namun, bukankah ketika jatuh cinta, syaraf kewarasan seseorang akan terganggu? Sehingga tidak heran jika ada orang yang begitu tolol ketika sedang kasmaran. Pun dirinya sekarang, seperti orang bodoh yang selalu membentuk kalimat-kalimat pujian menggelikan yang kerap ia tulis dalam note ponselnya. Akan tetapi, apakah mencintai seseorang secara berlebihan itu adalah tindakan konyol? Agaknya wajar. Ketika menyayangi seseorang, rasa-rasanya tidak ada kata berlebihan. Setidaknya itu yang tertanam dalam pikirannya.
Dia masih berbaring di tempat tidurnya. Menatap langit-langit kamar dengan senyum terkembang. Hati yang diliputi kebahagiaan, membuat tidurnya nyenyak dan terasa sangat damai, hingga dia mampu bangun dengan perasaan sebahagia ini.
Duduk berdua di tengah keramaian tanah lapang depan hotel bintang lima yang Chika inginkan semalam, menjadi malam tersingkat yang pernah ia rasa. Ketika ia menikmati waktu, perputaran jarum jam, terasa lebih cepat dari biasanya. Dia terlalu nyaman dengan hal-hal yang ia lakukan bersama Chika. Obrolan ringan, tawa, canda yang mereka lakukan berdua, benar-benar terasa sangat menyenangkan. Terlebih, hari ini, ia akan kembali menemui gadis itu, dan menghabiskan malam bersama. Meski mungkin tak akan banyak bertukar cerita sebab mereka menonton drama, setidaknya hari ini, ia akan bersama Chika.
Pagi ini pun, dia akan menjemput dan mengantar gadis itu bekerja. Artinya, ia masih akan banyak menerima hal bahagia. Ia harap, esok dan seterusnya akan seperti.
Tanpa melakukan apa-apa lagi, dia langsung turun dari tempat pembaringannya. Menyambar handuk yang ia gantungkan di depan kamar mandi, lantas langsung membersihkan dirinya agar bisa dengan segera rapi dan menuju kos Chika.
**
"Chika, saya udah—" Belum juga menyelesaikan kalimatnya, Chika sudah muncul dari balik pagar seraya menempelkan ponselnya di telinga.
Ia, pun Chika tak lagi sanggup menyembunyikan senyumnya. Mereka saling melempar senyum rekah setelah benar-benar berhadapan satu sama lain.
"Aku enggak mau Kak Vio nunggu lama." Ucap Chika kemudian.
"Enggak mau saya nunggu lama atau mau buru-buru ketemu saya?" Goda Vio.
"Mau buru-buru ketemu kakak."
Jawaban itu berhasil membuat Vio tertegun untuk sejenak. Setelahnya, ada rasa panas yang wajahnya rasakan. Dadanya bergejolak tak karuan. Dia yang melempar candaan, dia yang merasa dipermalukan.
"Makasih, ya kak."
"Eh—hmm i—iya." Jawabnya sambil tersenyum kikuk.
Tanpa menunggu lama, Vio segera memakaikan helm ke kepala Chika dan menurunkan foot step motornya, mempersilakan Chika untuk segera mengikutinya duduk di atas jok motor maticnya.
Tubuhnya tiba-tiba menegang saat kedua tangan Chika melingkar di perutnya tanpa aba-aba. Butuh beberapa saat untuk mengolah semua yang terjadi barusan. Butuh beberapa saat untuk kembali rilex dari ketegangan yang Chika berikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAPASITAS IKAN MIGRASI
Fanfiction"Di dunia yang sempit ini, ia akan terus mencintai tanpa batasan untuk satu orang. Hanya bisa cinta satu orang."