Service

496 46 13
                                    

Baru saja ia menarik ponsel pintarnya dari saku kemeja, namun sudah kembali ia masukkan lagi tanpa melakukan apa-apa saat melihat ojek online masuk pekarangan kantor magangnya.

Dia memperhatikan Ashel yang baru saja turun dan memberikan helm pada sang pengemudi dan mengucapkan terima kasih sebelum mengayunkan tungkainya ke dalam kantor.

Sepertinya Ashel sadar ia perhatikan dari parkiran, perempuan itu berhenti, untuk membalas tatapnya. Di sana, ia bisa melihat Ashel tersenyum pada dirinya. Senyum yang kemudian ia balas dengan senyum canggung, sebab sedikit terkejut dilempari senyum itu. Senyum yang dulu pernah menjadi kesukaannya. Dulu. Sekarang, tak ada lagi yang spesial dari lengkung bibir tipis itu lagi.

"Enggak masuk?" tanya Ashel kemudian.

Ditanya seperti itu, ia langsung turun dari motornya dan berjalan di belakang Ashel.

"Aldo telat, air di kosannya mati," kata Ashel saat mereka sampai di meja masing-masing.

Vio yang masih berdiri, menatap Ashel yang ada di seberang mejanya. Sejak perseteruannya dengan Ashel, interaksi dirinya dan teman perempuannya itu, benar-benar canggung. Mungkin ini hanya terjadi pada dirinya, sedang Ashel, gadis itu, sudah bisa bersikap biasa saja di hadapannya. Sudah mulai kembali menyapa, bertanya, berbicara seperti tak terjadi apa-apa, meski masih ada percikan-percikan keraguan yang Ashel perlihatkan melalui mata atau tindakannya.

Bungkamnya ia saat itu, tak inginnya ia berbicara dengan Ashel barang sekata dua kata, adalah penyebab utama renggangnya komunikasi mereka berdua. Sehingga itu yang menciptakan ketakutan pada diri Ashel untuk bercakap-cakap dengannya. Namun, setelah malam pentas minggu lalu, Ashel terlihat terus mencoba berbicara pada dirinya. Terlihat terus mencoba mengikis kembali ruang renggang yang tercipta di antara mereka berdua.

Vio tak mungkin mengabaikan rekannya. Ia hanya akan membatasi diri untuk berinteraksi. Katakanlah terlalu percaya diri, Vio takut Ashel masih menginginkan dirinya. Masih ingin mencoba mengambil hatinya. Sedang dia harus menjaga diri demi Chika. Demi perempuan yang sudah menghargai rasanya.

Kini ia telah duduk di balik komputernya, menarik ponsel yang tadi urung ia lakukan di parkiran.
Sudut-sudut bibirnya langsung ia tarik saat ia melihat notifikasi pesan dari Chika. Beberapa baris pertanyaan yang mampu membuat hatinya berbunga.

Sampai seminggu lebih berlalu pun, ia masih heran, mengapa rasanya begitu membahagiakan. Bahkan, kemarahan Chika kemarin pun masih masuk dalam kategori menyenangkan. Dia menikmati semua itu.

Seperti orang bodoh memang, tapi bukankah jatuh cinta itu membuat banyak orang seperti kehilangan akal? Terlena dalam rasa bahagia, hingga sering lupa tentang rasionalitas yang ada.

Yessica ☺

ka, udah sampai?
kok lama?
kamu baik-baik aja, 'kan?
ka vio?

Baru mau kabari.
Baik-baik aja, kok 😁

ihh, aku takut km knp2 tau, ka

Baik-baik aja Chika. Kan udah dapat doa semoga selamat sampai tujuan dari kamu 😄

haha apaan ih
lgsg berangkat liputan?

Nunggu arahan dulu.

semangat! 🤗🤗

Dia mengembangkan senyum lebih lebar membaca baris pesan terakhir yang Chika kirim. Kata semangat yang perempuan itu ketik kemudian kirim kepada dirinya, mampu membangkitkan letupan-letupan kebahagiaan lebih kencang dari dalam dada sana. Kebahagiaan yang kemudian mampu membakar semangat dalam dirinya.

KAPASITAS IKAN MIGRASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang