Natha bergerak gelisah di atas tempat tidur dalam keadaan mata terpejam dengan sepasang alis menukik dalam. Nafas gadis itu memburu, dan butir-butir keringat membasahi keningnya. Dari balik kelopak mata tersebut, setetes cairan bening merembes melalui pipi tirus Sang gadis. Hingga mengenai bantal yang dia gunakan untuk berbaring.Mata itu terbuka dengan tiba-tiba memancarkan sorot mata penuh keterkejutan, serta perasaan tidak nyaman dalam hati kala mengingat apa yang baru saja dia lihat.
Natha memegangi dada kirinya dengan tangan kanan merasakan debaran jantung yang kian meronta serta nafas yang tersengal. Untuk menetralkan semua itu Natha memilih menarik nafas panjang, kemudian menghembuskan nya ke udara hingga perasaan nya kembali normal.
Gadis itu beringsut duduk dan melirik jam digital di dinding yang menunjukkan pukul tiga dini hari. Natha menoleh ke arah lemari disisi kanannya menatap pantulan diri sendiri di cermin, sambil mengingat-ingat mimpi mengerikan yang baru saja dia alami.
Dalam mimpi itu Natha melihat sepasang kekasih saling berpegangan tangan sambil berlari dari kejaran sekelompok orang, tapi akhirnya mereka berhasil di kepung dan naasnya mereka berdua ditembak di tempat. Keduanya gugur secara bersamaan tanpa melepaskan tautan tangan mereka.
Natha tidak bisa melihat dengan jelas wajah dua orang itu. Hanya postur tubuh dan pakaian saja yang bisa Natha kenali. Sepasang kekasih itu seperti buronan yang di kejar kejar polisi.
"Ck, Kebanyakan nonton drakor nih gue!" gumam Natha seraya menggelengkan kepala berusaha menepis ingatan semu itu dan menganggapnya hanyalah imajinasi semata.
Sejurus kemudian anak itu bangkit dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi untuk ambil wudhu, bersiap melakukan sholat sepertiga malam. Dia ingat pesan guru agama nya dulu. Jika terbangun di tengah malam, itu artinya Allah sedang rindu. Maka seorang hamba harus segera menemui rabb nya tanpa berlama-lama.
Lima menit kemudian Natha kembali ke kamar dan membentang sajadah menghadap ke arah kiblat. Memakai mukena dengan rapi, kemudian mulai mendirikan sholat tahajud beberapa rakaat.
****
"Demi kesejahteraan bersama, Nath. Makanya gue langsung inisiatif daftarin nama lo." Chika duduk di samping Natha seraya merangkul pundak gadis itu.
Natha hanya menghela nafas panjang melirik sekilas pada sahabatnya itu. "Apa kata elo dah, Chik. Gue mau ngomel juga percuma kan? Nama gue udah terpampang nyata di sono," ucap Natha dengan pasrah.
Pasalnya Chika dan Nando telah mendaftarkan nama nya sebagai partisipan yang akan ikut memeriahkan acara ulangtahun SMA mereka. Tanpa meminta persetujuan dengan Natha, bahkan bertanya pun tidak. Kedua panitia OSIS itu sudah mencantumkan namanya tanpa aba-aba.
Natha sempat terbelalak saat melihat namanya tertera di dalam list partisipan HUT SMA Myleborn, tapi tak lama kemudian gadis itu tersadar ini pasti ulah kedua sahabatnya yang pemegang tahta di atas murid-murid SMA Myleborn.
Natha ingin marah pun percuma, selain karena namanya sudah terdaftar. Kedua anak curut itu adalah sahabat karib Natha, jadi mana bisa Natha marah pada mereka.
"Hehe... jadi setuju ye, Nath?" tanya Nando dengan cengiran tanpa dosa menatap Natha yang fokus pada buku pelajaran.
"Hmmm," respon Natha seadanya.
Nando dan Chika tersenyum senang. Chika memeluk erat leher Natha menyalurkan rasa bahagia. "Makaciii sayang kuu... Nathaku, cintaku. Lope lope ku..." ucap gadis berambut dora itu.
"Akkkk, iyee sama-sama. Btw Jan kenceng-kenceng napa, Chik. Engap gue." Natha menepuk pelan lengan Chika yang melilit lehernya dengan erat.
Haiden yang baru datang bersama Jeno menarik kerah seragam Chika bagian belakang membuat gadis itu tersentak kaget.
KAMU SEDANG MEMBACA
EPHEMERAL PRINCESS {END} ✓
De TodoEphemeral berlaku bagi semesta ciptaan Tuhan. Begitu juga bagi gadis berjiwa indah itu. Dia hanyalah hujan di tengah musim kemarau yang datang nya di damba, namun hadirnya kerap di anggap tak ada. Nathalie Putri Gavriel. "Jen... gue pengen jadi bint...