CHAPTER 24 : FILOSOFI BULAN BINTANG

45 6 0
                                    


Malam ini Natha harus menghabiskan waktu di rumah sakit sebab dokter belum mengizinkannya pulang. Sebenarnya tidak masalah, mengingat besok masih weekend. Jadi Natha tidak khawatir absennya akan bertambah.

Seharusnya anak itu tenang kan sekarang? tapi entah kenapa sejak tadi malah termenung menatap jendela kamar rawat sambil menerawang langit malam yang kelam. Seolah sedang memikirkan sesuatu yang pelik dan menanggung beban berat.

Rafa menyadari kemurungan di wajah adiknya pun mendekat lalu duduk disisi tempat tidur Natha, sehingga menimbulkan pergerakan pada bangsal besi itu membuat Natha menoleh dengan sepasang mata membulat.

"Kenapa?" tanya gadis itu.

Rafa menghela nafas singkat menatap sang adik dalam. "Harusnya gue yang nanya gitu. Elo kenapa? Ada masalah, atau ada yang sakit?"

Natha menggeleng pelan dan kembali melemparkan pandangan nya ke jendela. Rafa tersenyum tipis seolah dapat menebak apa yang di pikiran Natha, kemudian mencolek pipi adiknya itu membuat Natha mendelik pada Sang Abang.

"Apa, sih?" tanya Natha ketus.

"Gue tau kok. Kalo gini nih... roman-roman nya lagi galau merindukan kekasih, iyakan?" goda Rafa sambil menarik turun kan alisnya membuat Natha mendengus kasar.

"Sotoy banget!" tampik gadis itu.

"Tenang aja, Nath. Bentar lagi Jeno nyampe kok." Rafa merangkul pundak Natha untuk meyakinkan adiknya.

Natha menautkan sepasang alisnya bingung. "Maksudnya? Gimana bisa Lo bilang gitu?"

"Gue udah kabarin dia dan dia langsung otw ke sini," sahut Rafa.

"Biar apa lu begitu?" tanya Natha seraya melemparkan tatapan jengkel pada abangnya itu.

Natha tidak berniat memberitahu kondisi nya saat ini pada siapapun termasuk Geng beban keluarga itu, agar mereka tidak Khawatir dan repot-repot menjenguk Natha ke rumah sakit.

Apalagi memberitahu Jeno. Bukannya  mau merahasiakan, tapi Natha hanya tidak ingin merepotkan. Natha tidak suka membuat orang lain khawatir dan menaruh iba padanya. Natha tidak suka di kasihani.

"Biar Adek gue bisa mesra-mesraan sama pacarnya," jawab Rafa dengan senyuman lebar sambil mengacak rambut Natha.

Sang Adik hanya menggeleng kecil sambil mengulum senyuman tipis membuat Abang nya gemas lantas mencium pipi Natha.

Natha tentu saja tak terima atas tindakan Rafa yang membuatnya seperti bayi umur sebulan. "Ck, Bang ih! Jigong lo bau terasi."

Rafa hanya tertawa sambil terus mengacak rambut Natha. Tak lama kemudian melemparkan pandangan nya ke arah pintu. Senyuman di wajah Rafa semakin lebar kala melihat seorang anak muda berdiri disana.

Anak laki-laki tampan dengan balutan hoodie putih tersebut tersenyum pada kakak-beradik yang sedang bermesra ria itu.

"Nah, tuh dia! Pangeran Lo dateng, Nath." Rafa bangkit dari bangsal Natha kemudian menghampiri Jeno.

Mereka melakukan salam ala-ala anak laki-laki, kemudian Jeno memberikan satu paper bag pada Rafa.

"Thank you, Bro. Waktu Lo satu jam dimulai dari sekarang," kata Rafa sambil menerima sesembahan dari Jeno.

Pemuda bermata sipit itu terkekeh kecil seraya mengangguk. Setelah Rafa keluar dia berjalan menghampiri bangsal Natha.

"Apa tuh? Sogokan?" tanya Natha penasaran.

"Iya," jawab Jeno dengan jujur sembari mendudukkan dirinya di sisi kanan bangsal Natha.

Dia duduk menyamping dengan wajah yang menghadap pada Sang gadis. Natha pun ingin mengikuti gaya duduk Jeno, dia menurunkan kan kakinya ke bawah dan menghadap pada jendela sepenuhnya.

EPHEMERAL PRINCESS {END} ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang