"Kok tu nenek nenek bisa gampang banget ya, ngasih kunci rumah mewah ini ke kita?" tanya Natha begitu memasuki pintu utama rumah mewah tersebut. Bermodalkan kunci yang kini ada di tangan Rafa.Mereka baru saja pulang dari rumah Nanny Hannah. Pengasuh Rafa dan Natha dulu. Kata Rafa, Nanny Hannah dulu sering ke rumah ini dan kenal dekat dengan Keluarga yang dulu tinggal disini, sehingga dia tau banyak informasi mengenai Rumah ini.
Benar saja, begitu mereka sampai di sana. Nanny Hannah menyambut kedatangan keempat remaja itu dengan hangat, apalagi Rafa dan Natha yang dulu pernah dia asuh. Wanita itu bercerita tentang masa kecil Rafa dan Natha, padahal sebenarnya bukan cerita itu yang Natha harapan, tapi cerita Rumah Eropa ini.
Mereka tidak dapat banyak informasi, hanya segelintir saja. Itu pun sudah Natha ketahui dari Rafa. Anehnya lagi, setiap Natha bertanya tentang Keluarga pemilik rumah itu Nanny Hannah selalu tercekat, seperti orang yang culture shok. Apalagi setelah Natha menyebutkan Nama Yohan. Wanita itu langsung merubah ekspresi nya dan mengalihkan pembicaraan.
Hal itu tentu membuat Natha heran dilanda kebingungan, tapi dia menampik itu semua dan cukup puas atas effort mereka menemui Nanny Hannah. Akhirnya mereka bisa mendapatkan kunci rumah ini dan di izinkan masuk untuk melihat-lihat.
"Lo gak liat tatapan tu nenek-nenek pas liatin elo dan pas tau kita anaknya Keluarga Gavriel?" balas Rafa memimpin barisan di paling depan. Di belakang nya ada Winda, Natha dan juga Jeno.
"Iya, Bang. Sus banget tatapannya. Takut gue," balas Natha sambil berjalan mengitari ruang tamu rumah tersebut diikuti oleh Jeno.
Bagian dalam rumah ternyata sangatlah mewah. Langit-langit nya yang di buat seperti kubah berbalut emas serta logam mulia. Juga lampu hias yang tergantung di tengah-tengah ruangan. Begitu besar dengan lapisan kristal bening berbalut debu yang membuat nya terlihat usang.
Keempat anak itu terpana memuja betapa aesthetic nya interior rumah tersebut, serta pernak pernik di dalam sana. Ada banyak sekali guci antik, vas bunga, dan lukisan indah. Berbagai pigura berjejer rapi di dalam lemari hias. Terdapat pula beberapa patung berdiri kokoh di beberapa sudut ruangan, tapi ada satu patung yang sangat menarik perhatian.
Patung pria berjubah panjang. Sekilas terlihat seperti seorang pastor, tapi sebenarnya bukan.
"Bukan sus, tapi kayak ngingetin dia sama seseorang gak sih, Nath?" tanya Jeno.
"Bisa jadi," sahut Natha tanpa pikir panjang.
"Tapi siapa?" tanya Winda.
Natha hanya mengendikan bahu nya acuh. Langkah gadis itu membawanya berhenti di hadapan sebuah lukisan paling besar yang terpajang pada dinding ruang tengah.
Lukisan dengan objek seorang pria dewasa. Natha menajamkan mata meneliti Wajah pria di lukisan itu. Seketika Natha merasa Dejavu. Rasanya dia pernah melihat wajah itu, tapi dalam penampilan yang berbeda.
Si pria dalam lukisan tersebut mengenakan jubah putih, dengan rompi hitam berukir benang emas sepanjang jubah nya.
Ada sebuah tulisan di pojok kanan lukisan tersebut. "Hakim Yohan." Natha membaca tulisan itu.
Pupil matanya melebar saat menyadari lukisan yang dia lihat adalah lukisan Hakim agung yang pernah dimiliki negeri ini.
"Ini hakim yang gugur lima belas tahun yang lalu, karena di fitnah melakukan kudeta yudisial." Winda menghampiri Natha yang membeku menatap lukisan tersebut.
Jeno dan Rafa pun turut menghampiri Natha dan Winda, mereka berdiri berjejer memperhatikan lukisan Hakim Yohan.
"Cakep banget anjir," puji Jeno yang terkagum-kagum melihat paras elok dari pria yang di lukisan.
KAMU SEDANG MEMBACA
EPHEMERAL PRINCESS {END} ✓
CasualeEphemeral berlaku bagi semesta ciptaan Tuhan. Begitu juga bagi gadis berjiwa indah itu. Dia hanyalah hujan di tengah musim kemarau yang datang nya di damba, namun hadirnya kerap di anggap tak ada. Nathalie Putri Gavriel. "Jen... gue pengen jadi bint...