Mengenai ajakan tersebut, ajakan agar Nabila bersedia menemaninya bermain Bola, akhirnya disetujui juga. Perlu beberapa hari untuk mengode Nabila akan hal ini, tapi pacarnya itu tak kunjung peka, jadi mengajaknya secara langsung memang pilihan satu-satunya yang Paul miliki.
"Tapi izin Abi dulu."
"Tziap bozt." Paul menjawab dengan gaya khas Nabila.
"Jangan PD gitu."
Paul terkekeh sebentar, emang kapan Paul gak percaya diri?
"Gapapa Nabila, apapun hasilnya yang penting percaya diri aja dulu."
"Good luck Puyol, semoga berhasil."
"Yaudah, callnya aku matiin. Makan buburnya terus lanjut kegiatan kamu di rumah. Kalau diizinin Abi aku kabari secepatnya."
"Kalau gak diizinin?"
"Pasti diizinin."
"Ya tapi kalau engga?"
"Aku culik kamu."
"Gak boleh, dosa."
Sesering apapun Paul melihat tingkah polos Nabila, tapi ia tetap saja terheran. Lagian siapa juga yang mau nyulik dia. Dekat dengan Nabila saja dirinya izin dulu pada kedua orang tua Nabila, apalagi jika mengajak Nabila keluar, sudah pasti itu semua atas persetujuan orang tua Nabila.
"Hahaha, engga sayang. Pasti diizinin, tenang aja."
"Hitungan ketiga callnya aku matiin ya. Satu, dua, tiga." Panggilan berakhir. Seperti itulah cara dua orang ini mengakhiri panggilan. Paul selalu memberikan aba-aba ketika panggilan akan diakhiri, katanya si biar romantis. Padahal tidak tahu bagian romantisnya dimana, hanya mereka yang paham.
Namanya saja orang lagi jatuh cinta, mereka akan meromantiskan semua hal.
Usai mengakhiri panggilan dari Nabila, Paul segera menghubungi bang Rudy, manajernya. Tidak menunggu lama kemudian panggilan terjawab.
"Bang, beli martabak manis sama martabak asin, kirim ke rumah Nabila atas nama Paul."
"Sekarang yang bang."
Bang Rudy yang mendapatkan ucapan beruntun itu tentu saja terkejud. Mana gak pake salam, permisi atau apa kek. "Pelan-pelan pak supir."
"Ada yang bisa dibanting?" tanya bang Rudy basa basi, sebenarnya ia tahu jelas permintaan atasannya itu. Martabak manis dan martabak asin kan? Alamatnya ke Nabila, atas nama Paul tapi yang repot beliau.
"Martabak bang, asin sama manis kirim ke Nabila atas nama Paul," ulangnya.
"Duh, mana ada martabak jam segini Paul."
"Gak mau tau, sekarang ya bang."
"Ya masak harus aku harus ke rumah kang martabak?"
"Gaji naik kalau tuntas." Nah, ini baru.
"Siap laksanakan," jawab bang Rudy tegas. Kalau masalah uang, semua yang tidak mungkin pasti akan menjadi mungkin.
Paul menunggu kabar dari bang Rudy mengenai pesanannya. Ia juga tengah menyiapkan kata-kata yang akan ia sampaikan pada Abinya Nabila, sebisa mungkin ia akan membuat perizinan ini mulus tanpa adanya hambatan. Semoga semesta membantunya.
Tanpa menunggu lama, bang Rudy mengabari bahwa pesananya baru saja sampai, tanpa membalas pesan bang Rudy ia langsung mengirim pesan pada Abi.
Abi
Assalamualaikum Abi, Paul ada kirim sesuatu udah sampai belum?
KAMU SEDANG MEMBACA
INFINITY LOVE [OPEN PO]
FanfictionINI FIKSI!!! Cerita ini dihadirkan karena banyaknya permintaan dari pembaca AU saya di tiktok @Bobayellow Ini adalah sebuah cerita fiksi dengan pemeran utama Paul dan Nabila, apabila ada kesamaan pada cerita, mungkin itu manifesting atau beberapa p...