Paul menyadari ada seseorang yang tidak asing datang menghampirinya. Bersama dengan teamnya, ia menyelesaikan permainan di babak ke-3 dengan baik. Bermain bola memang sudah menjadi rutinitas mingguannya, selain mengisi waktu luang, bermain bola juga menjadi salah satu olahraga yang Paul senangi.
Olahraga yang lebih sering dilakukan di hari senin malam itu tak jarang berganti hari, sesuai dengan janjinya dengan Nabila, ia akan mengganti jadwal agar tidak bertepatan dengan jadwal seseorang yang tidak Nabila sukai.
Keringat yang bercucuran di dahi menjadi bukti bagaimana aktifnya Paul menggiring bola menuju ke arah gawang lawan. Keahliannya bermain bola memang perlu diacungi jempol.
Paul tidak mungkin salah, perempuan yang kini berjalan ke arahnya itu pasti perempuan yang ia kenal. Namun, ia tidak memperdulikan hal itu, laki-laki yang menggunakan jersey berwarna pink kuning dengan nomor punggung 13 meneguk sekali lagi airnya, dan mengecek ponsel untuk menunggu balasan pesan dari Nabila, pacarnya.
"Nih," ucap perempuan itu lalu memberikan air minum pada Paul. Tentu saja Paul menolak, "Gue udah minum."
Perempuan itu mengangguk,"Oke."
"Gimana tadi mainnya?" tanyanya pada Paul.
"Ngapain lo datang?" tanya Paul dengan ketus tanpa menjawab terlebih dahulu pertanyaan yang diberikan padanya. Kehadirannya tentu saja akan menciptakan hal yang tidak diinginkan jika Nabila tahu.
Tata, perempuan itu dengan percaya diri menghampiri Paul setelah berupaya untuk mengetahui Jadwal Paul bermain bola minggu ini. Melalui usahanya, ia akhirnya berhasil mendapatkan informasi bahwa minggu ini Paul tidak mengganti jadwal sebagaimana biasanya laki-laki itu lakukan.
“Mau liat kamu main bola, tapi kayaknya telat sih,” ucapnya menjawab pertanyaan Paul.
"Kapan-kapan kalau main ajak dong, kangen juga main bola bareng kamu!" pinta Tata pada Paul. Terus terang.
Paul berusaha mengatur kesalnya, ingin sekali rasanya mengusir perempuan berambut merah ini, namun ia juga sadar lapangan ini bukan miliknya.
"Bukannya lo udah main kemarin." Entahlah, Paul tidak begitu yakin, tapi sepertinya Tata bermain dihari minggu. Bukan apa, hanya saja mencari tahu jadwal perempuan itu memang perlu agar mereka tidak ada dilapangan yang sama. Singkatnya, Paul akan mencari jadwal yang berbeda dari Tata. Tidak ingin menambah masalah tentunya.
"Kalau sama kamu tiap hari juga aku siap main, hahaha.”
Paul diam saja, tidak menghiraukan Tata yang selalu mencari topik pembicaraan saat Paul istirahat. Kehadiran Tata cukup menyita waktu tenangnya, harap-harap cemas juga semoga Nabila tidak mengetahui kehadiran Tata, semuanya akan menjadi masalah jika kabar ini sampai pada pacarnya.
Meskipun pada kenyataannya Paul tidak mengharapkan kehadiran Tata, tapi akan menjadi sudut pandang yang berbeda jika Nabila mengetahuinya. Cemburu bisa membutakan mata manusia.
Tata memberikan tissue pada Paul, bergerak mengusap keringat Paul di dahinya. Belum sempat ia lakukan, pergerakannya segera ditepis oleh Paul.
“Lap dulu keringatnya Paul!” ucap Tata segera.
Paul mengambil tissue yang ada di tangan Tata. “Gue bisa sendiri,” ucapnya cepat.
Tata mengalihkan pandangan dari wajah Paul ke arah lapangan, melihat sekeliling, membayangkan bagaimana serunya permainan jika ada Paul. Bagi Tata, bermain bersama Paul meningkatkan semangatnya berpuluhan kali lipat. Bahkan kadang rasa lelah itu tidak sekali ia rasakan.
“Kemarin permainan kurang seru, biasanya kalau sama kamu pasti lebih banyak cetak gol,” terang Tata mengingat bagaimana buruknya permainan bola kemarin, tim nya tidak memiliki strategi sama sekali, berbeda jika ia bermain bersama Paul. Dengan aktifnya laki-laki ini menjelaskan strategi permainan yang akan dilakukan ketika wasit mulai meniupkan peluitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
INFINITY LOVE [OPEN PO]
FanfictionINI FIKSI!!! Cerita ini dihadirkan karena banyaknya permintaan dari pembaca AU saya di tiktok @Bobayellow Ini adalah sebuah cerita fiksi dengan pemeran utama Paul dan Nabila, apabila ada kesamaan pada cerita, mungkin itu manifesting atau beberapa p...