Hari ini tampak ramai di rumah Johnny. Dimas dan semua om ada disana. Bahkan seluruh anak kecil yang ada pun diundang Johnny untuk menyambut kepulangan Mali dari rumah sakit hari ini. Nono dan Nana tengah duduk bersama di salah satu ayunan di taman belakang sembari mengemut permen kaki. Tak lama kemudian Injun datang sambil memeluk segelas susu penuh. Mungkin karena gelasnya kebesaran, jadi alih-alih menggenggam, Injun malah kerepotan memeluk gelasnya. Gemas sekaliii.
"Aku juga mau duduk." Ujar Injun pada Nana dan Nono yang saat ini menatapnya.
Seolah mengerti, keduanya kemudian bergeser ke arah Nono dan membiarkan Injun duduk di samping Nana.
Injun kemudian meletakkan gelasnya di antara lututnya sebelum kemudian meneguk perlahan.
"Aku juga mau susu ah."ucap Nono setelah melihat segelas susu Injun yang tampak nikmat. Nono beringsut turun dari ayunan. Bergegas menuju dapur, tempat para suster bekerja untuk minta dibuatkan segelas susu.
"Nana mau?" Tawar Injun sembari menyodorkan susu yang tinggal setengah gelas saja. Nana menggeleng, masih fokus memutar-mutar permen kaki yang ada di mulut kecilnya.
"Aku mau main sama dedek Khalisa aja." Nana kemudian ikut turun dari ayunan ketika melihat gadis kecil berumur 5 tahun dikuncir dua lewat dihadapannya.
"Injun juga ah. Tapi habis minum susu." Gumamnya. Dia kemudian meneguk sisa susu di gelasnya dan bergegas menyusul Nana mendekati Khalisa.
.
.
.
Sebuah mobil baru saja terparkir di depan halaman yang luas. Pintu di buka dan keluarlah Johnny yang menggendong Mali dan Hechi yang langsung turun dari kursi belakang.Hechi segera berlari melewati pintu utama saat melihat teman-temannya berkumpul disana. Mengabaikan nenek, kakek dan para om yang sudah menunggu kehadiran mereka di ambang pintu sejak tadi.
"Cucu oma... sini oma gendong sayang." Yuna, nenek Mali langsung bergegas menggendong Mali setelah Johnny sampai di hadapannya.
Menciumi cucu kesayangannya itu berkali-kali. "Cucu oma kurus gini, ya Tuhan. Coba lihat tangannya sayang, sakit nggak bekas infusnya?"
"Enggak, oma. Aa mau main sama nde. Aa mau turun."ujar Mali sambil beringsut dalam gendongan sang oma, ingin diturunkan.
"Jangan capek-capek ya sayaang...."
"Gimana John, Mali udah pulih sepenuhnya?" Tanya Heechul, kakek Mali. Kakeknya ini merupakan keturunan asli Korea, makannya namanya rada aneh dikit.
"Udah pah, alhamdulillah." Johnny menjawab sekenanya. Dia mengambil segelas air yang baru saja di letakkan oleh suster Mali di meja. Meneguknya hingga tandas.
Johnny kembali menatap Mali yang kini tengah berkumpul dengan teman-temannya di ruang tengah sana. Dia membuka kancing lengan kemejanya dan menariknya sebatas sikut.
"Kalo belum pulih sepenuhnya, kita undur aja rencana sunatan Mali." Ujar kakek lagi. Ya benar. Sebelumnya, keluarga Mali merencanakan sunatan untuk Mali, rencananya minggu ini. Kenapa harus sekarang padahal Mali masih kecil? Kata Oma dan kakek umur Mali justru tepat untuk disunat, karena masih kecil jadi pemulihannya lebih cepat, dan banyak pertimbangan lain juga tentunya. Jangan heran, semua cucu Oma memang disunat diumur yang sama.
"Iya John, undur bulan depan aja. Mama gak mau cucu mama itu sakit lagi." Ucap Oma, masih sembari menatap Mali dan anak kecil yang kini berkerumun di ruang utama.
"Iya, mah. Aku juga mikir gitu. Takutnya kalo badan Mali belum stabil, pemulihan pasca sunatnya jadi lebih lama."
"Nanti biar gue yang atur, bang." Dimas menyahuti. Dia membawa sebutir apel yang baru saja diambilnya dari kulkas dan melanjutkan langkahnya menuju kumpulan anak kecil disana.
"Makasih, Mas."
.
.
.
"Bukan gitu maininnya, gini." Hechi, Mali, Nono, Nana dan Injun sedang berkerumun. 5 menit yang lalu, Hechi memamerkan gasing yang baru dibelinya sepulang dari rumah sakit. Memamerkan pada Injun, Nono dan Nana. Semuanya kini menatap takjub pada gasing yang berputar-putar karena di tarik Hechi."Aku juga bisa, sini." Ucap Injun. Dia menarik tarikan gasing dari genggaman Hechi, membuat Hechi beringsut mundur karena dorongan kecilnya.
Injun menarik gasingnya dan berputar. "Tuh, aku bisa kan." Ucapnya bangga.
"Siapa mau apel?" Dimas datang membawa sebuah apel yang sudah dia potong menjadi 5 bagian.
Nono tiba-tiba bergegas mendekati Dimas. Mengambil 2 potong apel dari tangan Dimas. Digigitnya sepotong, dan ia berikan satu pada Nana yang masih menatap putaran gasing dengan tenang disamping Hechi.
Woaw. Jika dilihat, Nono ini sepertinya diajarkan act of service sejak dini oleh orangtuanya. Calon suami idaman. Santai tante-tante, Nono masih bocil.
"Aa mau?" Tanya Dimas, tangannya mengulurkan sepotong apel dihadapan Mali. Mali meraih potongan apel itu tanpa mengalihkan tatapannya dari gasing yang berputar.
"Nde nggak mau?" Tawar Dimas lagi pada Hechi. Hechi mendorong Dimas pelan agar tidak menghalangi pandangannya.
"Enggak Om. Om pergi dulu. Nde lagi bertarung lawan Injun, Nde lagi serius."
Dimas terbengong dibuatnya. Serius dia bilang? Bertarung? Ya Tuhan, darimana dia belajar semua kata itu?
Dimas kemudian duduk diantara mereka. Memilih untuk ikut bergabung menikmati putaran gasing dalam hening yang ramai.
Hari ini Dimas bersyukur. Bersyukur Mali sudah sembuh, bersyukur bisa melihat dan mendengarkan Hechi yang menyebalkan lagi. Dia mengusap sudut matanya. Tidak, sepertinya dia terlalu merindukan bocil-bocilnya ini.
Tidak peduli Hechi akan marah, Dimas menarik kelima bocil itu dalam pelukannya. Membuat kelimanya memerotes dan meronta-ronta minta dilepaskan.
"Kalian harus sehat terus ya. Om Dimas sayang kalian semua."
.
.
.
Akhirnya...
Silahkan tinggalkan like dan komen.
Aku kangen banget sama bocil-bocil ini.
Kalian kangen gak sih?????
.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAPA & BOYS (Johnny, Mark, Haechan NCT)
FanfictionCeritanya kek ciki. Ringan, tapi bikin candu. Tapi jangan ngeremehin ciki. Manisnya bisa bikin kamu nagih tapi pedesnya bisa bikin kamu nangis. Udahlah baca aja.