29

836 97 15
                                    

Aku udah baca semua komen mentemen di bab "mau cerita".
Aku mau bilang, makasih banyak. Buaaaaanyaaak banget. Berkat komen kalian aku tau dan lebih memahami lagi sebenernya cerita seperti apa yang aku buat, dan bagaimana dari perspektif kalian.
Jadi, aku sudah memutuskan apa yang harus aku lakukan.
Kedepannya aku harap, kalian bakal selalu ada disana. Gak cuma buat dukung aa dan nde, atau papa John aja. Tapi juga selalu dukung aku disemua cerita yang aku buat. Aku juga berharap aku bisa kasih kalian bacaan yang gak cuma menghibur, tapi juga bermanfaat.
Makasih banyak untuk semuanya. Untuk waktu berharga kalian. Untuk vote kalian. Komentar sederhana kalian yang mungkin kalian sendiri gak sadar itu sangat berarti banget buat aku ehe.
Maaf kepanjangan ehe.

Selamat membaca.
.
.
.
"Ooom... mau ya om. Mau?" Kali ini dua bocah itu sedang bersama dengan Jamal. Mali diam-diam menelpon Jamal dengan hp sang ayah, karena ada urusan penting yang harus dibicarakan katanya.

Jamal sih percaya saja ketika mereka berbicara lewat telpon kemarin lalu mengatakan,
"Ini penting om. Tapi jangan kasih tau papa."
"Om Jamal kan ganteng."

Dan disinilah akhirnya Jamal. Dia duduk di sofa rumah Johnny, sedang menimang permintaan dari dua ponakan tersayangnya.

"Tapi kalo papa tau, nanti om Jamal dimarahin. Kita ajak papa aja gimana?"

"Gak bisa om. Kalo papa ikut nanti kita gak punya qyueliti taim." Jawab Mali sok inggris. Dia tuh tau banyak hal darimana ya? Tau quality time segala elah.

"Ck!" Jamal berdecak. Sebetulnya dia agak ragu kalo belum dapat ijin Johnny. Meski mereka sering main bersama, mereka tidak pernah pergi tanpa sepengetahuannya. Tapi melihat tampang melas mereka yang seperti kucing kelaparan, ya sudahlah. Jamal bisa bilang diam-diam nanti pada Johnny.

"Ya udah ayok!"

"Yeay!"
.
.
.
"Lihat kebunku. Penuh dengan bunga."

"Ada yang melah dan ada yang putih." Jamal, Mali dan Hechi ada di mobil saat ini. Menuju tempat yang mereka mau, dengan Jamal sebagai supirnya. Dan dalam sekejap, mobil yang biasanya sepi itu kini ramai dengan nyanyian lucu dari dua ponakannya. Tidak ingin menikmati melodi mereka saja, Jamal pun ikut bernyanyi dengan suara baritonnya yang dibuat seperti anak kecil.

"Setiap hari ku siram semua."

"Mawal melati, semuanya indah. Yeay!" Mereka bertepuk tangan meriah saat lagunya selesai. Jamal pun ikut bahagia melihatnya. Dia ketawa ganteng ala bapak-bapak sembari melihat Mali dan Haechi yang duduk di jok belakang dari pantulan kaca dashboard.

"Om yang kenceng om!" Hechi tiba-tiba berseru. Meminta Jamal melajukan mobilnya lebih kencang lagi.

Melihat kondisi jalanan yang sepi, Jamal pun menyetujui. Dia melajukan mobilnya lebih kencang lagi.

"Yuhuuu!" Keduanya bersorak riang ketika Jamal menginjak gas nya.

"Bentar lagi kita ketemu mama nde. Bentar lagi ketemu mama."

"Iya a, bental lagi ketemu mama. Yeaaay!" Ya benar. Kedua anak itu minta ditemani bertemu sang mama di pemakaman. Katanya aa sama nde kangen banget, terus pengen kirim do'a tapi sambil tabur bunga.

Saat menemui belokan yang cukup tajam, mobil Jamal masih melaju dengan kencang. Tubuh mereka yang terikat dengan seatbelt sampai oleng dibuatnya.

"Pelan-pelan pak supil! Pelan-pelan!" Dua bocah itu masih menikmati ketegangannya dengan ceria. Mereka bahkan saling bersorak sembari melambaikan tangan.

Setelah membiarkan mobil yang dikendarainya stabil. Jamal kembali menginjak gasnya di jalanan lurus itu. Lagi-lagi Mali dan Hechi berseru senang. Sayangnya seruan itu berubah menjadi jeritan saat di depan sana mobil mereka menemui persimpangan yang tidak pernah Jamal perkirakan. Ada sebuah truk merah besar yang sama-sama melaju dengan kecepatan tinggi.

"Pegangan aa, nde!" Jamal berteriak, sebelum kembali menekan gasnya lebih kencang dan berbelok untuk menghindari hantaman truk itu.

Berhasil! Dia bernapas lega. Truk itupun aman, kembali melaju di jalanan. Namun ketenangan itu tak berlangsung lama ketika mobilnya berguling karena stir yang di belokan terlalu lama.

Ciiit!

Ada bunyi decitan keras karena ban mobil, rem dan aspal yang saling beradu keras. Sebelum kemudian mobil itu berbalik beberapa kali dan terengok dipinggir jalan.

Brugh!

"A..." Hechi menggoyangkan jari Mali dengan sisa tenaganya. Kepalanya pusing karena posisi mereka yang berbalik. Dunia tidak pernah sejungkir balik ini baginya. Bahkan pohonpun nampak aneh dalam pandangannya yang kian mengabur.

"Nde...." Mali dengan sisa kesadarannya memanggil Hechi lirih. Mereka saling tatap. Saling menautkan jari-jari kecil mereka untuk menguatkan satu sama lain.

Sementara di jok kemudi. Jamal tidak bisa bergerak. Kesadarannya hampir hilang. Dia tidak bisa melakukan apapun selain mendengarkan suara disekelilingnya. Dan yang dia dengar selanjutnya adalah obrolan yang sangat memilukan dari ponakan tersayangnya.

"Sakiit a... nde sakiit." Hechi sudah meneteskan air matanya. Dari sudut keningnya ada darah yang keluar. Bukan cuma sakit yang kini Jamal rasakan, tapi juga pilu.

"Sabar ya nde, aa juga sakit." Mali berucap. Andai Jamal tau, ada tetesan air merah yang mengalir dari hidungnya.

'Siapapun tolong!' Sialnya teriakan itu hanya ada dalam hati Jamal.

"Se-nyum nde, kita kan mau ketemu mama. Nan-ti mama sed-ih kalo lihat kit-a na-ngis." Ucapan Mali kini terbata-bata. Ada sesuatu yang mendesak rongga nafasnya membuat dia merasa sesak dan sulit bernafas. Tapi bahkan ditengah kesulitan itu pun Mali terus mencoba untuk tersenyum. Dia selalu mengingat janjinya pada Johnny.

"Kalo papa gak ada, nde sama aa harus saling jaga oke?" Ingatan ketika mereka bertiga saling menautkan jari kelingking terulang kembali.

"Janji. Nanti aa jaga nde, nde jaga aa."

"Oke."

"Ayo senyum nde."

"I-ya a." Dan Hechi pun tersenyum. Kedua bocah itu melupakan pilu yang terasa di sekujur tubuhnya, mengabaikan sesak yang menghantam dadanya. Membiarkan senyum menjadi hal terakhir yang mereka lakukan sebelum tautan itu terlepas, dan senyum itu hilang seiring mata yang terpejam.

Dalam sisa kesadarannya, Jamal menangis. Meraung. Mengingat betapa cerianya mereka juga Jamal beberapa menit yang lalu.

"Lihat kebunku. Penuh dengan bunga." Lantunan itu terus terngiang dalam isakan Jamal.

Suara kecil mereka.

Gelak tawa mereka.

Riangnya mereka.

"Ada yang melah dan ada yang putih."

Siapapun tolong Jamal saat ini. Tidak peduli seberapa tak berdayanya dia. Dia hanya berharap orang-orang akan datang. Menyelamatkan 2 bocah kecilnya.

Atau sekedar membangunkannya dari mimpi panjangnya.

"Setiap hari ku siram semua."

"Ayo! Ayo bangsat! Bangun! Goblok. Lu bisa, ayo bangun!"

"Mawar melati. Semuanya indah."
.
.
.
.

Gak ada yang mau aku ubah dari cerita ini. Ini cerita persis seperti sebelumnya. Jadi, untuk menghubungkan memori kalian supaya kalo kalian baca In Time gak bingung ya temen-temeen.
Double update. Siapa yang seneng?

See yaa.... 💃

PAPA & BOYS (Johnny, Mark, Haechan NCT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang