Anjel 15 : He Came

4.3K 514 46
                                    

Anjel menatap Tian dari samping, dia memperhatikan wajah laki-laki itu.

Oh, kalau dilihat-lihat ulang ternyata mereka memang kembar, selain bentuk tubuh tidak ada perbedaan di wajah mereka.

Tian duduk disamping Anjel, menggantikan Even, sepertinya dia malas ikut mengobrol bersama Tian, entahlah sejak dulu Even memang kurang akrab dengan Tian,  bukanya tidak akrab sih lebih tepatnya tidak satu frekuensi.

"Lo sama Canda, kalian pacaran?" tanya Tian serius.

"Eh?" Anjel mengerjapkan matanya, apa-apaan, dia lari-lari sampai ngos-ngosan hanya untuk bertanya hal itu. "Engga, kita cuma teman."

"Serius?" tanya Tian, suaranya penuh penegasan.

Mata tajam yang kebetulan tidak menggunakan kacamata itu membuat Anjel lemah, jantungnya berdetak kencang dan perutnya terasa sakit.

"Iya, gue beberapa kali engga sengaja ketemu dia." Sialan, ternyata dia masih lemah dengan tatapan laki-laki ini. "Btw tumben lo engga pakai kacamata."

Tian menghela nafas lega, dia merenggangkan otot-otot tubuhnya. "Iya, kacamata gue patah, kepaksa pakai soflens." Dia mengedipkan matanya berkali-kali, sepertinya dia belum terbiasa menggunakan benda itu.

"Kok bisa? Lo sih engga hati-hati, engga cadangan?" tanya Anjel.

"Kepo lo."

Kepo.

Ternyata mereka benar-benar kembaran.

"Yaudah deh, gue cuma mau nanyak gitu doang." Dia berdiri, menatap Anjel dengan sedikit merunduk. "Jangan dekat-dekat sama dia, gue takut lo kenapa-kenapa, lingkungan pertemanan dia bahaya."

"Kenapa?" tanya Anjel.

"Apa?" balas Tian.

"Kalau gue dekat-dekat dia, emang kenapa?"

Tian menyentil dahi gadis itu.

"Aw!" Anjel mengaduh. "Sakit njir, lo mau buat gue bego."

"Gue khawatir sama lo, lo itu terlalu sering buat masalah untuk diri sendiri, ingat kan yang gue bilang, di dalam sekolah gue masih bisa jaga lo, tapi di luar sekolah gue engga bisa."

Kedua tangan Anjel mengepal, apa-apaan.

Emang dia siapa? Kenapa harus khawatir padanya?

Tian, dia terlalu baik.

Sebaiknya jangan terlalu baik menjadi seorang manusia, terkadang ada beberapa orang yang salah paham dengan itu.

Bagi seseorang yang jarang menerima kebaikan seperti Anjel, tentu saja awalnya dia mengira Tian menyukainya maka dari itu dia membantunya.

Kenyataan itu benar-benar kejam.

Mampu membunuh perasaan dan prasangka dalam sekejap.

Kebaikan Tian adalah Boomerang untuk Anjel.

Ah, lagi-lagi dia menyesal karena tidak pernah mengutarakan perasaannya pada laki-laki ini.

"Ngapain lo khawatir, kita kan bukan siapa-siapa, lagian gue bisa jaga diri sendiri." Anjel berujar kesal, nada bicaranya aneh, seperti seseorang yang sedang menahan amarah.

"Gue siapa?" Tian tertawa geli, dia mengacak-acak rambut Anjel. "Gue teman lo, gue peduli sama lo."

Gue engga mau jadi teman lo batin Anjel.

"Tian..." panggil Anjel.

"Hm?" Tian menarik tangannya dari kepala Anjel.

"Engga jadi deh." Anjel tidak akan mengatakannya.

Cael (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang