Terkadang kita tidak sadar sedang berharap kepada orang yang tidak bisa diharapkan.
Azalea Alexandre
Lea perlahan membuka matanya, yang ia lihat kini hanya ruangan putih, kepalanya masih terasa nyeri yang membuatnya kesulitan untuk mengangkat kepalanya."Kayaknya penyakit Lea kambuh lagi deh"
Perlahan ia mulai mendudukan badannya di pinggir brankar menatap sekeliling, ternyata ia berada di UKS. tak lama pintu terbuka dan menampilkan sosok gadis cantik dengan rambut dikuncir kuda sambil membawa semangkok bubur dan air putih.
Mata Lea memicing menatap gadis itu gadis dingin yang tak pernah peduli dengan urusan orang lain, bahkan jika semua siswa mengerumuninya hanya dia yang tampak tak peduli dan lebih memilih pergi tentunya, dengan headphone. Ya gadis itu memiliki ciri khas selalu memakai headphone.
"Lo udah baikan?" tanyanya dengan nada dingin.
"Apa Zila yang udah bawa Lea kesini?"
"Tenaga gue nggak sekuat itu buat ngangkatin badan lo"
Lea tak menjawab, melihat ekspresi gadis itu saja sepertinya ia tak mau ditanya lebih banyak lagi, tapi yang ia pikirkan sekarang siapa yang membawanya kesini?.
"Lo harus makan" kata gadis itu sembari meletakkan semangkuk bubur dan air putih di meja.
"Iya, makasih ya Zila"
"ya"
Seperginya gadis bername tag Azila Zazkia Ayummi itu, Lea hanya menatap kosong buburnya, ia bahkan tak mempunyai sahabat maupun pacar yang mengkhawatirkannya. Ia benar-benar sendiri.
Dikagumi semua orang bukan berarti Lea memiliki sahabat baik, lihatlah sekarang disaat ia sakit bahkan tak ada yang peduli padanya, mana teman-teman sekelasnya yang selalu mengerumuninya tadi.
"Udahlah ngapain Lea pikirin, lebih baik Lea makan ni bubur terus ke kelas"
Mungkin sekarang sudah jam istirahat, tapi ini kesempatannya untuk menyendiri di kelas tanpa ada yang mengganggu.
Dengan langkah malas ia melewati koridor yang terasa panjang namun langkahnya terhenti dan senyuman terbit dibibirnya, kala ia melihat sang pujaan hatinya Varo berpapasan dengannya.
Dengan malu-malu ia melambaikan tangannya dan menyapa Varo. "Hai Varo"
Alih-alih menjawab Varo bahkan tak menoleh kearahnya, pemuda itu hanya melewatinya layaknya ia makhluk halus yang tak terlihat.
Bukan Lea namanya kalau menyerah begitu saja, ia pun berlari kecil menyusul Varo. "Varo udah makan bekal dari Lea kan?"
Varo memberhentikan langkahnya ia menengok kearah Lea dengan tatapan datar.
"Udah-"
"Serius Varo udah makan, berarti gak sia-sia dong Lea masak"
"Udah dimakan Liam" Lanjut Varo lalu berlalu pergi begitu saja.
Lea menghela nafas kecewa, berarti bukan Varo yang makan masakannya padahal ia sudah buat masakan spesial buat Varo.
"Yaudah deh mungkin lain kali Varo mau makan masakan Lea"
di kelas, benar saja kelasnya sudah kosong karena semua murid masih berada di kantin, Maka Lea memutuskan untuk menelungkupkan kepalanya di meja untuk tiduran sebentar.
Baru ingin memejamkan matanya Lea terbangun oleh suara gaduh teman-teman sekelasnya.
"Yah Lea gagal tidur deh, pasti mereka bentar lagi nyamperin Lea"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki Pilihan Mama
Подростковая литература"dijodohkan dengan Varo bukan permintaan Lea, tapi Lea bahagia" "Varo kapan buka hati buat Lea? apa Varo nggak bahagia dijodohin sama Lea." "Varo itu sedingin es dan Lea sehangat mentari, apa mungkin Lea bisa menghangatkan hati Varo yang membeku" _...