Cinta adalah sebuah keajaiban yang indah, tapi terkadang keajaiban itu hanya sementara
~Lea~"Lo, kenapa?," tanya Varo pada Lea yang tengah menyadarkan punggungnya pada sofa sambil mengetikan sesuatu di layar ponselnya. keduanya kini sudah berada di rumah sejak satu jam lalu.
Varo sedikit bingung dengan Lea yang sedari tadi tampak diam, asyik dengan ponselnya sendiri. tak seperti biasanya Lea akan berisik, mengoceh bahkan menempel padanya, tapi Kali ini ... Seperti bukan Lea?.
Lea sontak menoleh saat kata itu keluar dari mulut Varo, dahinya mengernyit. apa ada yang salah dengan dirinya?.
"Lea kenapa memang?," tanyanya saat sudah meletakkan ponselnya di meja. ia menatap penuh tanya Varo.
"Lo marah?,"
Lea menggeleng cepat, walaupun ia bingung dengan maksud Varo. "gak berisik lagi?"
"Ohh, Lea lagi nggak mood ngobrol sama Varo," kata Lea jujur, bibirnya mencebik. hari ini ia benar-benar malas untuk mengobrol dengan Varo.
"Lea mau pensiun sebentar ngobrol sama, Varo!."
Varo menghela nafas panjang, lantas mengambil tasnya dan beranjak dari sofa. Ia menatap Lea sebentar. "Bagus, biar lo nggak usah ganggu gue lagi," katanya dan berlalu pergi begitu saja meninggalkan Lea.
Lea terdiam, ia menatap nanar punggung Varo yang sudah menaiki tangga. entah kenapa perasaannya menjadi tak karuan. apa ia salah mendiamkan Varo.
Nafas Lea tercekat, kepalanya mendadak pusing. tak kuasa berdiam diri sendiri, lantas kakinya pun melangkah mengikuti Varo. Varo tak salah berkata seperti itu, ia yang salah mengira Varo akan peka jika dirinya marah karena kejadian tadi pagi ... Saat Varo membantu Safira.
"Varo!" panggil Lea. Varo yang sudah berada di ujung tangga pun menghentikan langkahnya lantas menoleh.
dengan langkah seribu Lea berlari menaiki tangga, tak peduli jika ia akan terjatuh nantinya. Ia tak mau Varo berujung menjauhinya cuma karena ini.
"Lea ... minta maaf sudah mendiamkan Varo sedari tadi," ucap Lea saat ia sudah berada di depan Varo. tangannya meremas kuat rok sekolahnya dan menunduk.
"Gue nggak peduli lo mau mendiamkan gue, justru gue senang nggak ada yang ganggu gue."
Lea mendongakan kepalanya, matanya menatap sayu wajah Varo yang menatapnya datar. "Katanya lo mau pensiun ngobrol sama gue, kenapa masih disini?,"
"Lea cuma cemburu lihat Varo bantuin, Safira" jelas Lea dengan suara mencicit. "Apa Varo masih suka sama Safira?,"
Hening
Tak ada yang keluar dari bibir Varo, pemuda itu terdiam kaku, namun dari ekspresi yang Varo tunjukan, sudah jelas jika pemuda itu masih mencintai Safira.
"Maaf ... kalo perjodohan ini bikin Varo-"
Ting Nong
Ucapan Lea terpotong kala terdengar suara bel berbunyi, apa mungkin ada tamu diluar?.
Lea menatap Varo sebentar, kemudian kakinya bergegas menuruni anak tangga untuk membuka pintu.
"Sebentar!"
Ceklek
Lea terpelongo tak percaya saat membuka pintu, wajah kedua orang tuanya lah yang terlihat. tak menunggu lama Lea pun memeluk erat keduanya.
"Daddy, Mommy!" seru Lea dengan perasaan rindu, sudah lama ia tak bertemu orang tuanya.
William melepas pelukan mereka, lantas mengusap puncak kepala Lea. "Gimana keadaan kamu?,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki Pilihan Mama
Teen Fiction"dijodohkan dengan Varo bukan permintaan Lea, tapi Lea bahagia" "Varo kapan buka hati buat Lea? apa Varo nggak bahagia dijodohin sama Lea." "Varo itu sedingin es dan Lea sehangat mentari, apa mungkin Lea bisa menghangatkan hati Varo yang membeku" _...