Setelah pulang dari Maldives, ada sesuatu yang berbeda pada Delisha, yang membuat orang-orang penasaran dengan perubahan tersebut.
"Ayo, kita pergi ke dokter," ajak Ernest.
Delisha mendengar ajakan tersebut dan dengan refleks ia menoleh ke arah Ernest, meletakkan novelnya di samping. Wajahnya terlihat bingung, mencermati apa yang disampaikan oleh suaminya.
"Ke dokter? Siapa yang sakit?" tanya Delisha penuh rasa ingin tahu.
"Kamu sayang," ucap Ernest sembari mengelus rambut Delisha dengan lembut.
Delisha semakin mengernyitkan keningnya, tampaknya masih bingung dengan pernyataan Ernest. Ia merasa sehat-sehat saja, tidak merasa ada yang aneh.
"Tapi aku merasa ba-"
"Sudah, ayo pergi sekarang," potong Ernest sambil menarik tangan Delisha, memberikan senyuman penuh arti.
Meski dengan terpaksa, Delisha menuruti kata-kata Ernest. Ia bergegas ke mobil sport berwarna silver dengan wajah sedikit ditekuk. Ernest hanya tersenyum melihatnya, menyadari bahwa kegiatan Delisha membaca novel tadi telah terganggu.
Perjalanan menuju rumah sakit berlangsung selama satu jam. Tiba di sana, Ernest langsung masuk ke sebuah ruangan. Delisha memandang sekeliling, bingung dengan tujuan mereka di sana.
"Kenapa kita ke sini?" tanya Delisha, wajahnya penuh tanda tanya.
Ernest tersenyum dan berkata, "Periksa istriku sekarang," memberikan perintah dengan lembut. Delisha semakin penasaran, tak tahu apa yang sedang terjadi.
Dokter yang tengah duduk hanya menarik napas dalam-dalam. Ia merasa kaget dengan kedatangan pasien yang tanpa sopan langsung masuk dan memerintah untuk memeriksa istrinya. Dokter Bagus meminta Delisha berbaring di tempat tidur pasien. Ia mengambil stetoskop dari meja dan bersiap untuk memeriksa, saat ia hendak menutup kelambu putih di sekitar tempat tidur.
"Tidak perlu ditutup!" Perintah Ernest sambil mendekati Delisha dan dokter Bagus, berdiri di sampingnya.
Dokter Bagus menghela napasnya, "Aku hanya ingin memeriksa istri Anda, Ernest." Ia menjawab dengan nada yang penuh tekanan. Dokter Bagus tahu betul bahwa lelaki di depannya sekarang merasa cemburu.
Dengan napas terhela sekali lagi, Dokter Bagus melanjutkan, menyadari betapa cemburunya Ernest. Ia memahami betapa eratnya ikatan di antara mereka.
Dengan cermat, Dokter Bagus melakukan pemeriksaan menggunakan stetoskop, memeriksa tekanan darah Delisha yang ternyata normal, bahkan melalui tes urine juga dilakukan. Kemudian, dengan serius, Dokter Bagus memberikan informasi yang sangat penting.
"Selamat, kalian akan menjadi orang tua," ungkapnya, memutuskan keheningan ruangan. Suasana itu terasa begitu khusus, begitu mendalam dalam makna yang tak terucapkan. Ernest dan Delisha menatap satu sama lain dengan mata penuh kebingungan dan kebahagiaan, merasakan getaran luar biasa dari berita yang mereka terima.
Delisha merasa sangat gembira saat tahu bahwa dia hamil.
Di tengah pemandangan taman yang tenang, rasa sakit tiba-tiba melanda perutnya dengan kekuatan yang tak terbayangkan. Detik-detik tersebut seolah membuka tirai waktu, mengingatkannya pada momen yang telah lama dinanti. Dengan langkah tergesa, Delisha segera diantarkan menuju rumah sakit.
Dalam perjalanan menuju sana, setiap langkah terasa seperti medan pertempuran di dalam dadanya. Rasa takut dan kegembiraan saling berkejaran, menciptakan perasaan yang tak terucapkan. Waktu berlalu dengan lambat, berputar dalam ketegangan yang semakin membesar, sampai akhirnya pintu rumah sakit terbuka.
Waktu yang selama ini mereka nantikan akhirnya tiba. Di ruang persalinan, Delisha dan Ernest berada dalam kebersamaan yang penuh harap. Sementara itu, orang tua Ernest, Alfie, duduk menunggu dengan cemas di ruang tunggu.
Tak berapa lama, terdengar jeritan tangisan bayi yang memenuhi ruangan. Tangisan keras itu memberi tanda bahwa bayi laki-laki mereka sudah tiba. Dokter dengan cermat membersihkan bayi dari bekas darah kelahiran.
Suasana di ruangan itu penuh dengan keharuan. Ernest dengan lembut mencium kening Delisha, matanya penuh dengan rasa syukur dan kebahagiaan. Dia tidak henti-hentinya mengucapkan terima kasih pada Delisha atas momen yang tak ternilai ini.
Bayi yang kini bersih dan rapi, diberikan kepada Dewi yang dengan penuh sukacita memeluknya. King tak kalah bahagia, melihat cucunya yang begitu tampan dalam pelukannya.
"Kamu sangat tampan, sayang," ucap Dewi dengan lembut, matanya dipenuhi dengan kebahagiaan yang sulit diungkapkan.
"Cucunya kakek memang luar biasa tampan," seru King dengan penuh kebanggaan.
Seperti batu kerikil dalam badai yang telah mereka lewati, perjalanan hidup mereka penuh dengan tantangan dan cobaan. Namun, sekarang, yang tersisa adalah kebahagiaan yang tumbuh subur di hati mereka. Tidak ada lagi badai yang menghadang, hanya sinar hangat kebahagiaan yang menerangi setiap langkah mereka.
Tamat.
17-3-2023
Bab ini sudah direvisi ulang semoga kalian suka dengan ceritanya.
Revisi, Minggu 6 Agustus 2023
Terimakasih buat yang vote dan komentar
Salam Azura.
KAMU SEDANG MEMBACA
DELISHA
RomanceTempat itu menciptakan atmosfer yang suram dan asing bagi Delisha. Ruangan yang temaram membuatnya sulit untuk melihat dengan jelas, dan lampu-lampu yang berkerlap-kerlip menambah ketidaknyamanan di matanya. Bau alkohol menyelubungi udara, memberika...