Ernest menapaki langkah-langkahnya dengan hati yang berdegup kencang, menyusuri jalan yang sunyi menuju rumah wanita tersebut. Setiap langkahnya terasa berat, penuh ketegangan yang memenuhi udara. Hatinya berdebar keras, merasa tegang dan waspada saat ia mendekati wanita itu.
Saat mobil mewah berwarna hitam berhenti di depan rumah, suasana menjadi semakin tegang. Wanita itu merasakan gelombang ketakutan melanda dirinya. Pemandangan tiga pria yang keluar dari mobil, diiringi oleh para bodyguard yang menjaga mereka, menambah ketegangan dalam udara. Ernest maju dengan langkah mantap, tatapannya dingin dan tajam, mengirimkan getaran ketegangan yang tak terbendung kepada wanita itu.
Momen, ketika Ernest berdiri di depan wanita itu, ditambah dengan kehadiran para bodyguard yang mengintimidasi, menciptakan suasana yang mencekam. Wanita itu merasa jantungnya berhenti sejenak, mencoba mencari jawaban dari tatapan dingin dan tajam yang diberikan Ernest. Segala rasa penasaran, takut, dan kekhawatiran menyatu menjadi satu, menciptakan atmosfer yang sangat tegang di antara mereka.
Dalam ketegangan waktu terasa berhenti sejenak. Suara langkah-langkah mereka, helaan napas yang terdengar jelas, dan ketegangan yang terpancar dari ekspresi wajah mereka menciptakan atmosfer yang penuh dengan ketegangan yang terabaikan. Mereka berada di ujung kehancuran atau mungkin kesempatan baru, dan semua tergantung pada apa yang akan diucapkan Ernest setelah tatapan dinginnya membangun ketegangan yang tidak tertahankan.
Ketegangan di antara mereka semakin memuncak, seperti saat badai yang menggumpal di langit. Suasana yang penuh tekanan menggantung di udara, menciptakan keheningan yang tegang. Wanita itu berusaha untuk menahan napasnya, takut akan apa yang akan diungkapkan Ernest. Ketegangan itu melingkupi mereka dengan kekuatan yang menakutkan, menunggu momen penyelesaian yang tak terelakkan.
Wanita itu, gemetar dalam ketakutan, berusaha untuk tetap tenang saat dia mempersilahkan Ernest untuk duduk. Suaranya gemetar ketika dia berbicara, mencerminkan kepanikan dan rasa takutnya.
Wanita itu melihat dengan takjub ketika Ernest menarik kursi dan duduk di sampingnya. Dia merasakan ketegangan yang tak terhindarkan saat Ernest memberikan kode kepada Alfie, memberikan tiga koper yang berisi uang kepadanya. Matanya berkeliaran antara Ernest, Alfie, dan koper-koper yang penuh misteri.
"Ini untuk apa, tuan?" ucap wanita itu dengan suara bergetar, mencoba menahan ketegangan yang membebani dirinya.
Ernest menatap wanita itu dengan tajam, matanya penuh dengan keangkuhan dan ancaman yang tak terucapkan. Suaranya terdengar rendah namun penuh dengan kekuatan saat dia menjawab, "Kembalikan rumah yang kamu sita."
Wanita itu terkejut dan bingung. Tatapannya beralih dari Ernest ke foto yang diberikan Alfie, yang menunjukkan dirinya mengusir Delisha dari rumahnya. Ketegangan memenuhi udara saat wanita itu merasa tertekan oleh kehadiran mereka.
"Kalau rumah itu saya kembalikan kepada tuan, apakah uang di koper ini akan menjadi milik saya?" ucapnya dengan nada cemas, sambil menggenggam uang yang diberikan dengan erat.
Ernest menjawab dengan suara yang sama dinginnya, "Semua tergantung pada tindakanmu selanjutnya. Jika kamu memenuhi permintaanku, kamu akan mendapatkan apa yang kamu inginkan."
"Maksud kamu? Sekarang surat rumah dan kunci-nya dimana?" tanya Ernest dengan suara yang terdengar tajam dan penuh dengan kekesalan.
Wanita itu menelan ludah, merasakan tekanan yang semakin meningkat. Dalam kepanikan, dia menjawab, "Saya sudah menjual rumah itu kepada teman saya."
Ernest tersenyum sinis, menggambarkan ketidakpedulian dan kekejaman yang menyertainya.
"Rumah itu terlalu kecil buat saya. Hutang ayahnya saja tidak cukup untuk menutupi hutang yang dia berikan kepada saya. Saya berencana menjual gadis itu, tuan. Ketika ayahnya masih berada di sini, dia berniat menjual gadis itu kepada saya. Saya akan mendapatkan uang, kami sudah membuat perjanjian, hahaha," hina wanita itu sambil tersenyum licik, sembari menghubungi seseorang melalui telepon.
KAMU SEDANG MEMBACA
DELISHA
RomansaTempat itu menciptakan atmosfer yang suram dan asing bagi Delisha. Ruangan yang temaram membuatnya sulit untuk melihat dengan jelas, dan lampu-lampu yang berkerlap-kerlip menambah ketidaknyamanan di matanya. Bau alkohol menyelubungi udara, memberika...