8 | Muncul Dipikiranku

48 6 1
                                    

Pelayan dan pengawal telah menyambut kedatangan Ernest dengan sapa dan senyum ramah mereka. Tetapi, Ernest tidak menjawab melainkan ia langsung menuju ke tempat kerjanya.

“Maaf kan aku Ernest, aku telah mengganggu kesenangan kamu dengan Delisha.”

“Sudah lah Alfie jangan banyak omong,” jawab Ernest dengan rasa kesal. Karena Alfie sengaja meledeknya.

Alfie terkekeh mendengar jawaban dari mulut Ernest.

“Kenapa?” tanya Ernest sambil duduk di kursi kerjanya. 

“Melio tidak memberikan perkebunan anggur nya kepada kita.”

Ia berdiri dari kursi kerjanya, dan pergi begitu saja. Sedangkan Alfie mengikutinya dari belakang.

“Siapkan semua.” perintah Ernest kepada anak buahnya. Tak ada jawaban dari mulut mereka hanya anggukkan.

Ernest menyuruh Ace untuk mengantarkannya di rumah Melio. Ia menempuh waktu sekitar dua jam di rumah Melio. 

Sesampainya, di rumah Melio, ia sudah di hadang oleh para anak buah Melio yang membawa senjata tajam. Tak ada rasa takut saat mereka mencegat Ernest. Justru Ernest menatap mereka dengan tatapan tajam.

Pelayan menyambut kedatangan Ernest dan mengantarkan ke aula yang berada di lantai atas.

Ernest menarik kursi milik Melio, dan bertanya alasan dan sebab. Tetapi, tidak ada jawaban dari mulut Melio. Justru, Melio menuangkan sebotol anggur merah kedalam gelas kosong milik Ernest yang sengaja Melio letakan diatas meja.

Ernest hanya melirik gelas yang berisi anggur merah tersebut, dengan tatapan datar. Tanpa ada rasa ingin mencoba atau menyentuh minuman itu.

“Aku tidak akan menjual perkebunan ku Ernest, apalagi memberikan setengahnya kepadamu dengan cuma-cuma,” kata Melio sambil minum anggur dengan santai tanpa menatap mata Ernest. 

“Aku kira kau pintar Ernest, ternyata kau sangat bodoh,” cibir Melio dengan tawa merendahkan Ernest.

Kemudian, pria itu berdiri dari kursi. “Semoga harimu indah dengan minuman terakhirmu!” bisik Ernest dengan senyum menyeringai. Lalu meninggalkan Melio. 

“Apa yang kau katakan Ernest!” teriak Melio.

Ernest tidak peduli dengan teriakan Melio terhadapnya. Malah, ia membuang korek api di perkebunan milik Melio. Yang sudah disiram dengan gas oleh Alfie melalui pesawat jet pribadinya. 

Ia tidak pernah menyesali perbuatannya, justru ia ada rasa puas dan mendapatkan perasaan senang pada dirinya.

Ernest memasuki mobil dengan postur tubuh yang tegak, dan ekspresi wajah yang lebih percaya diri.

Ace yang menyaksikan perkebunan milik Melio terbakar habis, Ace hanya tersenyum saja. 

***

Ernest melepaskan semua pakaian yang ia pakai saat di rumah Melio. Dan memutuskan berendam air hangat di bathtub.

Ia sengaja saat berendam di bathtub, dan menutup matanya untuk membantu menciptakan suasana yang lebih tenang dan santai. 

“Sial! Kenapa tiba-tiba dia muncul di pikiranku,” gumam Ernest. Ada rasa gugup, detak jantung yang berdebar saat mengingat. Dirinya telah mencium gadis polos itu.

Ia menyudahi aktivitas di dalam kamar mandi dengan melilitkan handuk warna putih di pinggangnya. Kemudian, berjalan ke arah lemari hitam, mengambil celana pendek tanpa mengambil baju. Kemudian, membaringkan tubuhnya ke ranjang.

Ernest meminta kepada Ace untuk mengantarkan ke apartemen pagi ini. Ace pun mengiyakan perintah Ernest. 

Sesampainya, di apartemen ia menekan bel berkali-kali. Namun, tak ada yang membukanya. Ia pun berteriak dan menggedor pintu itu. Tak selang berapa menit pintu pun terbuka.

“Maaf tuan.”  Ernest terkejut dan panik, dengan sikap gadis itu, yang mendadak menangis sembari memeluknya.

Pria itu bertanya kepada Delisha apa sebab dirinya menangis tiba-tiba. Gadis itu terlihat takut, tangan yang bergetar. Ia sabar  menunggu gadis itu untuk mengatakan apa yang terjadi.  

Delisha menghela napasnya terlebih dahulu, sebelum menceritakan apa yang terjadi di apartemen milik Ernest.“Dini hari tadi, ada seorang yang mengetuk pintu apartemen ini. Ketukannya, sangat keras dan berapa kali, sampai aku terbangun. Lalu, aku mencoba untuk mengecek di balik lubang pintu itu.” Delisha terdiam sejenak.

“Aku terkejut, ada seorang pria berbaju hitam telah membunuh pengawal tuan. Pria itu menembak beberapa kali membuat pengawal itu meninggal. Aku tidak tahu pengawal itu dibawa kemana sekarang,” ungkap Delisha dengan suara gemetar.

Denyut jantungnya meningkat, daerah leher terasa kaku dan perubahan emosi terlihat jelas bahwa ia menahan amarah. 

Ia merasa bersalah telah meninggalkan Delisha sendiri di apartemen. 
Ernest mencoba untuk menenangkan Delisha dari rasa takutnya.“Aku di sini bersamamu. Kamu tidak sendirian. Dan Aku akan selalu ada untukmu, apapun yang terjadi.” menegaskan bahwa dirinya akan terus mendukung dan hadir untuknya, tidak hanya dalam situasi saat ini, tetapi juga di masa depan.

Ernest mencoba menghubungi Alfie, untuk mencari dan menangkap pria yang berani melakukan di apartemennya dengan sengaja. Ernest akan memasukan pria itu ke dalam gudang kosong bekas pembunuhan. Lalu, Ernest akan melenyapkan pria itu dengan kejam.

“Aku akan memesan makanan. Bilang saja apa yang mau kamu makan.” sikap Ernest yang gengsi dan acuh. Ia berusaha melakukan sesuatu untuk mencairkan suasana tegang.

“Terserah Tuan saja.”

Setelah selesai dengan sarapannya, Ernest meminta Delisha untuk pergi ke kamar mandi dan berganti pakaian. Delisha menganggukan kepalanya.

Saat gadis itu sudah selesai dengan mandinya, dan ingin berganti pakaian. Delisha dikejutkan oleh seorang pria yang tiba-tiba langsung masuk ke dalam kamar sambil memberikan pakaian.

Delisha yang reflek ia berteriak, lalu menutup tubuh yang dililitkan handuk warna putih.

Ernest lupa bahwa kamar mandi dan kamar nya menjadi satu.
Ernest seketika kalang-kabut sesudah menatap gadis itu. Ia pun beranjak pergi keluar dengan pipi yang bersemu dan denyut jantung berdebar kencang.


Cerita ini sudah direvisi ulang, semoga kalian suka dengan ceritaku.

Jangan lupa untuk vote dan komentar ya 😊

Vote kalian adalah semangat ku.

I love you all💕💞💖💗💝

18-7-2022

DELISHA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang