"Tindakan kamu itu sangat membahayakan nyawa orang lain. Pihak pesantren harus memberikan mu hukuman agar kejadian serupa tidak terjadi lagi." Tegas Pak Kyai.
Cahaya menutup mata, siap gak siap harus menerima keputusan final pesantren akibat ulah yang secara sadar telah di lakukan.
"Sebagai hukumannya, dalam jangka waktu 7 hari kamu tidak bisa mengikuti kegiatan belajar mengajar di pesantren ini dalam segi manapun. Juga, kamu di haruskan membersihkan halaman sekolah seorang diri setiap pagi selama waktu hukuman berlangsung. Hukuman itu di berikan atas dua hal fatal yang kamu lakukan, yang pertama karena kamu sudah mencelakai santriwati lain dan yang kedua lantaran kamu sudah pergi dari pesantren selama 1 bulan tanpa pamit."
Cahaya mengangguk."Saya mengerti, sekali lagi saya minta karena sempat melarikan diri dari pesantren. Maka secara sadar saya menanggung semua konsekuensi atas kesalahan yang saya perbuat."
"Sekarang kamu boleh pergi." Ucap Pak Kyai Yahya.
"Saya permisi, assalamualaikum." Gadis ocean memutuskan pergi usai serah terima hukum selesai di laksanakan, terdengar pula sahutan dari semua petinggi pesantren di lokasi.
Manik mata elang menangkap seorang gadis melintas di depan area pekarangan Pak Kyai.
Kretek
KretekTerdengar suara patahan tulang leher, gaya mematikan gadis ocean tampil. Kaki melangkah cepat, wajah dingin tanpa senyum menabrak baju wanita memegang kitab secara sengaja.
"Astaghfirullah hal adzim, Cahya lain kali kalau jalan itu liat-liat." Lemah lembut tutur wanita cantik sebaya kerap di sapa Salma.
"Bodo amat, suruh siapa kau membuat adik ku patah hati, rasain itu." Batin Cahaya terus melangkah tak mempedulikan apapun.
Kilat permusuhan berkobar di mata gadis di lantik tanpa senyum. Gadis yang di tabrak hanya bisa mengelus dada.
"Gimana, Pak Kyai ngomong apa?" Seorang gadis berseragam pencak silat, terlilit sabuk putih melingkar di pinggang berdiri menghadang jalan.
"Aku di hukum gak boleh ikut KBM selama seminggu mir, tapi gak papa, aku nerima karena aku sadar aku memang salah. Sekarang aku bingung mau kemana, gak ada yang bisa aku lakuin."
Mendengar itu, Mira cukup lega, setidaknya kobaran api di antara Cahaya dan Cherly padam."Bagus, itu baru teman ku. Btw dari pada kamu gentayangan gak jelas kalau aku boleh ngasih saran, mending sekarang kamu jenguk Cherly di klinik."
Mata sontak melotot tajam, cukup tercengang kala mendengar nama seseorang suka mencari masalah."Emang Cherly belum sembuh juga?"
"Belum, sana kamu jengukin dia, jangan lupa minta maaf." Mira mewanti-wanti gadis mulai keras kepala, beda dengan sosok Cahya yang dulu.
"Oke, aku bakal ke sana. Kamu balik ke lapangan gih, sebelum coach marah."
Mira menganggukkan kepala setuju. Kedua sahabat tersebut berpisah, pergi ke arah berlawanan.
Bangunan terdiri dari 10 kamar pesantren jadikan klinik kecil-kecilan di pandang oleh gadis dalam suasana hati kacau balau, kenyataan dan hukuman saling berdatangan menghancurkan senyuman.
"Assalamualaikum." Salam pemuka di hanturkan saat masuk ke dalam salah satu kamar di ketahui menjadi tempat pendekar terbaik pesantren istirahat.
"Wa'alaikum salam." Jawaban terucap dari pemilik bibir pucat serta wajah babak belur. Di pergelangan tangan tertancap selang infus. Pandangan gadis masih dalam perawatan mengkerling pada seseorang memasuki ruangan .
Tiba-tiba wajah Cherly langsung panik saat sadar siapa yang datang. Bayang-bayang tentang pertarungan itu berputar-putar di benak, ketakutan ikut meramaikan keadaan menegang.
"C-cahya." Terbata-bata kala bibir menyebut nama gadis paling mematikan yang pernah ada.
"Gak usah takut, aku gak akan ngapa-ngapain kamu. Aku datang ke sini cuman mau minta maaf, karena gara-gara aku kamu jadi kayak gini." Manik mata menangkap jelas ketakutan di wajah pendekar handal pesantren. Cahaya makin merasa kalau apa yang di lakukan sudah sangat keterlaluan sampai keberadaannya membuat jantung orang lain stetoskop.
"K-kamu beneran?" Cherly menatap tak percaya gadis paling angkuh + keras kepala dan suka membesar-besarkan masalah sepele.
"Beneran, buat apa aku boong."
Hati Cherly tenang, ketakutan menghilang setelah mengetahui tujuan baik Cahaya.
"Seharusnya aku yang minta maaf, aku yang udah mancing emosi kamu, aku cuman gak terima aja saat ada orang yang mau menyaingi ku. Tapi dari situ aku tersadar, kalau di luaran sana ada banyak pendekar yang jauh di atas ku. Salah satunya adalah kamu." Cherly akui gadis berwajah tenang, sedikit sangar itu adalah lawan paling hebat karena mampu menghadapi musuh dengan ketenangan terhakiki. Sikapnya yang setenang lautan membuat banyak orang terkecoh.
Cahaya tersenyum, setidaknya Cherly sudah menyesali perbuatannya, meski harus melewati fase saling hajar menghajar satu sama lain terlebih dahulu.
"Kamu emang hebat Cher, aku mengakui itu." Merekah senyum tulus di sudut bibir Cahaya, hati dan pikiran merasa jikalau gadis terbaring di brankar adalah sosok hebat karena telah menjadi panutan para wanita lemah untuk bertekad menjadi wanita tanggung yang mahir dalam ilmu bela diri.
Cherly tertawa paksa, rasanya tak pantas mendapatkan pujian itu. Gelar pendekarnya serasa tak berarti jika berhadapan langsung dengan gadis ocean yang ia rasa lebih hebat berkali-kali lipat di atasnya."Aku memang sering menang lomba, tapi baru kali ini aku sparing sama orang yang sedikitpun tak memberikan ku celah untuk melawan, dan hanya kamu yang bisa melakukan itu. Jujur, kamu yang sekarang beda banget sama yang dulu. Dulu aku mengenal Cahya sebagai gadis penakut, paling anti latihan bela diri, bahkan sering kali di hukum karena gak ikut latihan sama coach. Tapi sekarang kamu beda, kamu yang aku anggap seperti cecunguk, udah berhasil buat aku kalah telak."
Perubahan signifikan gadis diam di posisi memang menakjubkan, tapi di balik itu semua dapat petik pelajaran jika jangan pernah meremehkan musuh sekalipun dia terlihat lemah di mata, karena potensi setiap insan berbeda-beda.
"Aku hanyalah bintang yang baru berpijar, sedangkan kamu adalah bulan yang bersinar untuk semua orang." Tutur Cahaya, bibir terangkat senyum di padu pula dengan senyuman balasan dari Cherly.
Kata maaf terkadang sulit terucap di bibir orang-orang dengan ego selangit. Demi misi, Cahaya turunkan ego agar penyamaran tetap aman.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Santri [SUDAH TERBIT]
Teen FictionBagaimana jadinya Cahaya ketika melanjutkan kehidupan sehari-hari milik saudara kembar dengan menautkan misi mengupas habis lika-liku peristiwa merenggut nyawa sang kembaran (Cahya). Akankah gadis dengan modal wujud yang sama dapat menjalankan misi...