Mobil kijang hitam berplat nomor 3556 terhenti di sebuah bangunan terbengkalai, berlokasi di tengah-tengah hutan terbilang jauh dari permukiman penduduk. Dua sosok pria kekar keluar dari dalam mobil, kaki melangkah memasuki bangunan mulai lapuk di makan masa.
Tap
Tap
TapSuara derap kaki terdengar nyaring dan memantul, menandakan suasana di dalam ruangan sepi. Langkah terhenti di sebuah ruangan acak-acakan, patahan bangku dan meja berserak di mana-mana, debu menyebar ke seluruh penjuru, sarang laba-laba terdeteksi di berbagai tempat, aura gelap di rasa sejak menatap dari luar bangunan.
"Bagaimana? Apa kalian sudah berhasil menjalankan tugas yang ku berikan?" Seorang pria, duduk di bangku kebesaran, di belakang berdiri dua sosok pengawal. Kepala dan wajah pria itu tertutupi tudung Hoodie hitam, hanya bibir yang terpampang oleh mata.
Dua pria kekar baru datang mengalami tremor tingkat dewa. Mencekamnya wajah lelaki duduk menunggu laporan membombardir tubuh secara keseluruhan. Wajah tak terangkat, pandangan tak henti menatap lantai kotor bertumpukan debu tebal.
"M-maaf bos, kami gagal." Pria di kenal bernama Heru menjawab gemetaran.
Kepala pria misterius bergerak menakutkan."Gagal? KENAPA KALIAN BISA GAGAL!"
Melengking nyaring teriakan pria misterius. Suara bercampur amarah membara menusuk telinga.
Kedua anak buah tersentak kaget, tubuh tak berhenti mengeluarkan getaran seperti gempa bumi. Jantung berpacu kencang, nafas tersedak, tubuh-tubuh besar tak berguna tatkala berhadapan oleh satu manusia duduk di bangku di kenal lebih mengerikan dari apapun. Tangan mulai keriput milik pria misterius tergenggam erat, urat-urat makin nampak di permukaan. Gemelatuk gigi memecah keheningan, tiap telinga mendengar hati spontan beraksi tak tenang.
"T-tadi ada seorang pendekar yang menghalangi jalan kami bos. Tapi bos tenang aja, saya sudah memberikan pelajaran setimpal berupa luka tusuk yang menancap tepat di perutnya. Saya yakin bos, dia tidak akan berani menghalangi kami lagi." Heru menjelaskan, kepala tak juga terangkat ke udara, sibuk menatap tanah dari pada lawan bicara.
Alis pria misterius bertaut, satu kata membuat rasa penasaran muncul dadakan. Hal berupa fenomena merugikan kepentingan pribadi mencuri perhatian pria berumur 50 tahun, kaya raya, obsesi dan juga ambisi."Pendekar? Siapa pendekar yang berani menghalangi jalan kalian?"
Sunyi sepi, bibir dua pria kekar terkatup sempurna. Menunduk dalam meresapi ketakutan.
"K-kami tidak tau bos, wajahnya di tutupi selendang merah. Kami tidak bisa melihat wajahnya." Balas Jarwo, pria duduk di mobil menanti Heru selesai melaksanakan tugas.
Di rasa tak ada jawaban memuaskan, pria misterius merogoh saku, mengeluarkan benda pipih dengan kamera 3 di belakang, kemudian tangan menekan satu nomor."Halo, katakan pada ku, siapa pendekar hebat di pesantren Al-Ikhlas."
"Namanya Cherly. Dia satu-satunya pendekar hebat yang tak pernah terkalahkan oleh siapapun." Di sebrang telpon seseorang menjawab.
Sambungan seketika terputus, telinga puas mendengar biang keladi dari jalannya misi. Benda pipih di letakkan di meja, tangan melipat menompang dagu, manik mata tajam terpancar tapi terhalang tudung Hoodie.
"Cherly. Nama yang cukup bagus, namun sayang dia salah orang. Dia tidak tau siapa aku sebenarnya. Maka untuk itu, kita harus beri dia peringatan keras agar dia tidak berani lagi menghambat pekerjaan ku." Di ikuti nada menakutkan kata-kata itu luput dari bibir pria misterius.
Dua pria kekar berdiri menahan rasa terus menggerogoti tubuh. Terdengar alunan nada begitu mengerikan, ketakutan datang silih berganti.
"Kalian tau kan apa yang harus kalian lakukan?" Alis pria misterius naik sebelah, bibir tersungging senyum smirk mematikan.
Kepala Heru dan Jarwo mengangguk cepat. Penjelasan panjang tak berguna, keinginan tuan besar telah di ketahui hanya dengan cara mendengar."Baik bos, kami akan membuat Cherly tak lagi dapat tersenyum seperti Cahya." Pungkas Heru.
Sosok gadis pengintai tertangkap membulatkan mata lebar, selebar-lebarnya. Gadis berdiri di samping kanan sebelah Utara bangunan dekat kaca pecah tak beraturan menguping pembicaraan 5 manusia hitam-hitam di dalam satu ruangan. Mendengar satu nama di sebut-sebut berdatangan api melahap tubuh tanpa terkecuali.
"Hahaha aku begitu kasihan dengan gadis bernama Cahya itu. Dia sudah jadi mainan kita karena berani mencari masalah dengan kita. Dia tidak tau siapa yang dia lawan rupanya." Tawa penuh ejekan meluncur keluar dari bibir pria misterius tampak bahagia atas segala tindakan tak terpuji.
Kepalan kuat tangan di kabarkan di lakukan gadis menahan seribu satu amarah menghunus jantung berkali-kali. Ia berusaha tetap profesional meski emosi meluap-luap.
"HAHAHAHA."
Tawa terbahak-bahak menggelegar membuat telinga Cahaya panas. Rasanya ia tidak bisa menahan dendam kian menggebu-gebu.
"HENTIKAN!" Teriak keras pria misterius.
Sedetik kemudian tawa lenyap, tiap mulut terbungkam kembali ciut. Pria misterius di sebut bos susah untuk di tebak, seperti cuaca, berganti tanpa bisa di prediksi.
"Kalau di pikir-pikir masalah Cherly kalian hadapi nanti saja. Dia hanyalah cecunguk kecil mudah untuk di binasakan." Putus pria misterius.
Sebuah foto laki-laki berperawakan tinggi berusia sebaya dengan diri, mengenakan jubah putih di padu surban hijau, paham agama, terlempar ke meja."Habisi dia. Dalam waktu 24 jam, aku mau dia mati!" Perintah Baron, lelaki memiliki dendam kesumat terhadap seorang Kyai bernama Yahya.
"Baik bos."
Kaki Baron si pria misterius menyilang."Pastikan kalian kembali dengan membawa jasadnya."
Lagi-lagi kepala mereka mengangguk. Menolak perintah sama dengan mati, beringasnya sosok Baron bak iblis neraka menjelma sebagai manusia. Heru dan Jarwo pamit undur diri dari rumah kosong lalu bergerak menjalankan tugas dari bos besar.
Senyum terus merekah di wajah Baron."Hari ini aku pasti akan melihat jasad Kyai itu. Aku sudah tidak sabar melihat dia mati sama seperti gadis bernama Cahya yang lemah itu. Mereka berdua memang sama-sama tidak berguna, aku harus menyingkirkan mereka agar dunia ku kembali tenang."
Baron teramat senang hanya sekedar membayangkan kejadian lampau menggaet sosok gadis bernama lengkap Cahya Argantara. Santri putri pesantren Al-Ikhlas yang berhasil mati dalam kekejaman sudah di buat.
Di balik kaca kepalan tangan Cahaya menguat. Kobaran amarah menyatu di mata, panas mengalir cepat di sekujur tubuh. Otak rasanya mau pecah mendengar hal paling mencubit hati.
"Tomi, Nawir ayo kita pergi dari sini, biarkan mereka yang membereskan Kyai tidak berguna itu. Aku yakin hari ini hidup Yahya akan berakhir." Ajak Baron pada bodyguard berdiri di belakang.
"Baik bos." Sahutan terdengar di telinga.
Baron beranjak meninggalkan basecamp tempat rahasia yang tidak di ketahui oleh orang-orang. Letak tempat itu jauh dari permukiman, segala rahasia di taksir aman dari kata ketahuan. Mobil Pajero sport hitam melaju kencang meninggalkan area rumah kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Santri [SUDAH TERBIT]
Fiksi RemajaBagaimana jadinya Cahaya ketika melanjutkan kehidupan sehari-hari milik saudara kembar dengan menautkan misi mengupas habis lika-liku peristiwa merenggut nyawa sang kembaran (Cahya). Akankah gadis dengan modal wujud yang sama dapat menjalankan misi...